Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis buku dan kolaborator media online.

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017) dan Hipotimia (2021). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis refleksi dan esai di berbagai platform digital. Saya percaya bahwa kata-kata punya cara sendiri untuk menyentuh dan menyembuhkan hati seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Multitasking: Produktif atau Sekedar Lompat-Lompat?

9 September 2025   12:48 Diperbarui: 9 September 2025   17:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang Sedang Bekerja Multitasking. (Sumber Foto: Pexels)

Kita semua pasti pernah merasa bangga ketika kita bisa melakukan banyak hal sekaligus dalam satu waktu. Sambil mengetik sebuah laporan, mata sesekali melirik notifikasi WhatsApp, sembari tangan satunya memegang gelas kopi, lalu di sela-sela itu masih sempat scroll-scroll FYP TikTok. Rasanya keren, serba bisa, dan produktif sekali, bukan? Kita merasa kita adalah si paling multitasking. Tapi pertanyaan pentingnya, apakah benar semua itu membuat kita menjadi pribadi yang bekerja lebih efektif? Atau jangan-jangan otak kita hanya sedang menipu diri kita sendiri?

Ilusi Multitasking

Multitasking sudah lama digaungkan sebagai jurus sakti produktivitas dalam kegiatan sehari-hari. Bahkan seringkali kita jumpai masuk sebagai daftar syarat kandidat dalam sebuah lowongan kerja: "Mampu bekerja multitasking." Padahal, faktanya manusia adalah makhluk monotasking.

Ya, Anda tidak salah baca. Monotasking. Otak kita pada dasaranya tidak pernah dirancang untuk mengerjakan dua hal kognitif sekaligus dalam satu waktu. Lalu apa yang selama ini kita lakukan? Bukankah itu multitasking?

Nah, yang terjadi sebenarnya adalah kita sedang melakukan apa yang dinamakan switch-tasking. Switch tasking adalah keadaan dimana otak kita melompat cepat dari satu tugas ke tugas lain. Kata kuncinya ada pada kata "lompat" bukan mengerjakan segalanya secara bersamaan dalam satu waktu, melainkan lompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, itulah yang membedakannya dengan multitasking yang mengerjakan segala sesuatunya dalam waktu yang bersamaan.

Sayangnya, setiap kali otak kita "melompat" ada sebuah "biaya mental" yang harus dibayar. Setiap otak kita lompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, maka fokus harus diatur ulang. Informasi lama (walaupun hanya berbeda sekian detik) harus ditinggalkan, lalu informasi baru dimasukkan, dan tak jarang itu dilakukan dalam waktu yang sungguh sangat cepat. Begitu seterusnya, setiap kali kita lompat pindah pekerjaan. Proses ini mungkin kelihatan kecil, tapi jika terus diulang-ulang, maka hasilnya justru akan membuat pekerjaan awal jadi jauh lebih lambat selesainya, lebih mungkin melakukan kesalahan, dan energi kita akan cepat habis.

Penelitian dari Stanford University tahun 2009 menemukan bahwa orang yang sering multitasking justru lebih buruk dalam hal menyaring informasi, lebih gampang terdistraksi, dan lebih lambat dalam berpindah-pindah tugas dibandingkan orang yang fokus pada satu hal dalam satu waktu.

Jadi, ketika kita dengan bangga bilang "saya adalah orang yang multitasking" padahal otak Anda sedang menipu Anda, hal itu bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan tapi justru direfleksikan ulang. Benarkah itu adalah sebuah kelebihan?

Sibuk, Tidak Sama Dengan Produktif

Kegiatan multitasking seringkali menipu kita dengan memberikan "sensasi sibuk" pada benak kita. Kita merasa bangga, karena ibarat sebuah komputer dengan ram yang amat besar kita bisa melakukan segala sesuatu. Ada banyak tab terbuka di kepala kita, banyak notifikasi yang dibalas sekaligus, dan banyak hal yang dapat disentuh dalam waktu singkat. Tetapi, coba sesekali berhenti dan evaluasi: dari semua pekerjaan yang kita kerjakan dalam satu waktu tadi, berapa hal yang benar-benar selesai, tanpa potensi menimbulkan masalah ke depannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun