Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis buku dan kolaborator media online.

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017) dan Hipotimia (2021). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis refleksi dan esai di berbagai platform digital. Saya percaya bahwa kata-kata punya cara sendiri untuk menyentuh dan menyembuhkan hati seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Multitasking: Produktif atau Sekedar Lompat-Lompat?

9 September 2025   12:48 Diperbarui: 9 September 2025   17:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang Sedang Bekerja Multitasking. (Sumber Foto: Pexels)

Mungkin sampai di sini akan ada yang bilang, "Saya sering bekerja multitasking, dan hasilnya benar-benar saja, tuh." Sekali lagi saya katakan, itu bukanlah multitasking, itu switch-tasking. Dan kenapa Anda merasa pekerjaan Anda selama ini benar-benar saja, bisa jadi 2 hal. Yang pertama, yang membuat Anda benar dalam setiap pekerjaan multitasking Anda adalah karena pekerjaan itu sudah Anda lakukan berulang-ulang kali, sehingga membentuk muscle memory Anda terlatih untuk sebuah pekerjaan. Pertanyaannya, pekerjaan lainnya bagaimana? Dan yang kedua, bisa jadi hal-hal buruk akibat kesalahan Anda karena multitasking tadi belum Anda sadari, tidak terdeteksi oleh Anda dan atasan-atasan atau rekan kerja lainnya. Atau, yaa memang Anda sedang beruntung saja.

Contoh sederhana bisa kita lihat dari kegiatan sesimpel menulis artikel di Kompasiana. Kalau kita fokus terhadap topik yang akan kita ulas, mungkin dalam satu atau dua jam kita bisa membuat artikel sekitar 800-an kata. Tapi akan lain jika kegiatan menulis itu diselingi buka media sosial, balas chat, dan cek email, mungkin dua-tiga jam habis hanya untuk menghasilkan satu paragraf saja. Rasanya sibuk, padahal hasilnya minim.

Kesibukan itu mudah dipamerkan. Tapi produktivitas sejati justru seringkali lebih tenang. Sedikit distraksi, lebih konsisten, dan hasilnya lebih nyata.

Dampak Buruk Multitasking dan Solusinya

Beberapa dampak buruk kebiasaan multitasking salah satunya adalah kualitas kerja kita yang menurun seiring waktu. Perlahan, tapi pelan-pelan merugikan. Banyak pekerjaan setengah matang, detail-detail kecil terlewatkan, dan kesalahan remeh bisa berlipat seiring waktu. Energi mental lebih cepat terkuras. Otak butuh lebih banyak tenaga untuk terus-menerus "set ulang" fokus tiap pekerjaan. Tingkat stres juga dapat meningkat, karena terlalu banyak hal yang harus dikerjakan dan jika kita tahu banyak hal yang belum terselesaikan, kita jadi merasa terbebani sendiri pada akhirnya. Belum lagi kemungkinan kualitas kehidupan pribadi kita yang dapat terganggu. Kebiasaan multitasking di kantor sering terbawa ke rumah. Kita jadi terbiasa makan sambil bekerja, ngobrol sambil scrolling di HP, hingga akhirnya tidak ada momen yang benar-benar kita nikmati saat kita sedang di luar rutinitas pekerjaan.

Dengan kata lain, multitasking bukan sekadar kebiasaan buruk, tapi juga racun halus bagi kualitas hidup kita. Pelan, perlahan, merusak dari dalam.

Lalu, apa alternatifnya? Jawabannya sederhana, kembali ke kebiasaan yang selayaknya otak kita diciptakan: monotasking.
Fokus pada satu hal dalam satu waktu, fokus, sampai benar-benar selesai. Kedengarannya mungkin aneh, tapi bukankah kita semua setuju jika memang di situlah rahasia sesungguhnya produktivitas? Fokus, iya kan?

Berikut ini beberapa trik untuk mencapai monotasking, yang bisa Anda coba:

  • Buat skala prioritas yang jelas. Tentukan satu pekerjaan terpenting untuk diselesaikan lebih dahulu sebelum pindah ke hal lain. Pelajari cara menyusun skala prioritas.
  • Hindari sumber-sumber distraksi sementara waktu. Sesekali coba untuk matikan dering smartphone. Notifikasi bisa menunggu. Dunia tidak akan kiamat jika kita menunda membalas chat selama 30 menit saja.
  • Pelajari dan coba gunakan metode POMODORO. Metode Pomodoro adalah teknik manajemen waktu dengan interval kerja fokus selama 25 menit, diikuti dengan istirahat singkat selama 5 menit. Ulangi terus dan setelah empat sesi Pomodoro, ambil istirahat yang lebih panjang, sekitar 15-30 menit-an. Metode ini bisa jadi latihan sederhana untuk melatih konsentrasi.
  • Nikmati setiap proses dalam hidup. Monotasking bukan hanya soal pekerjaan tapi juga tentang fokus dalam kehidupan sehari-hari: makan tanpa scroll sosial media, ngobrol tanpa memegang gawai, istirahat tanpa merasa bersalah.

Sampai di titik ini jika Anda sadari, monotasking dan mindfulnes memiliki banyak irisan yang sama. Ia membuat kita kembali merasakan dan menikmati satu hal secara penuh. Hasilnya bukan hanya lebih produktif, tapi juga lebih sehat bagi mental dan pikiran.

 Multitasking Identik dengan Brandingan, Monotasking Fokus Pada Pecapaian

Pada akhirnya, multitasking sering hanya jadi branding-an diri: "Aku sibuk, aku serba bisa." Padahal, apa gunanya menjadi sibuk tapi yang tersisa kemudian hanya badan yang lelah dan sakit-sakitan? Sedangkan monotasking mungkin tidak terlihat spektakuler, tapi ia menyimpan kekuatan diam-diam: fokus yang tuntas, hasil yang nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun