Sopan santun digital bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kolektif. Komunitas daring, platform media sosial, hingga media massa punya peran besar membentuk standar percakapan yang sehat. Boleh kritis, silahkan bebaskan, tapi usahakan tetap sehat.
Lingkungan digital yang mendukung etika akan menciptakan kebiasaan dan pengguna yang lebih bijak.
Sudah saatnya kita mengembalikan adab ke ruang digital. Kita mungkin tak bisa menghentikan niat berkomentar jahat di hati orang lain, tetapi bukankah kita bisa menahan jempol kita sendiri untuk tidak melakukannya? Bukankah pepatah bilang, jika kamu tidak menemukan orang baik, maka jadilah orang baiknya agar ditemukan baik lainnya? Dunia maya sejatinya adalah refleksi dari dunia nyata, penuh manusia dan kerentanan. Jika di dunia nyata kita bisa menahan diri untuk tidak sembarangan bicara, kenapa justru kita begitu lepas dan liar di hadapan layar?
Artikel ini adalah panggilan untuk kita berintrospeksi. Apakah kita ingin dikenal sebagai generasi yang cerdas digitalnya atau generasi yang gagal menjaga adab karena kelakuan barbar kita di internet?
Kebebasan berbicara memang hak setiap orang, tapi kebijaksanaan memilih kata adalah kehormatan yang tak semua orang miliki.
Jika Anda suka tulisan saya ini, dukung saya di KaryaKarsa untuk membaca karya eksklusif lainnya dan penyemangat agar saya terus melahirkan karya-karya tulis yang lebih baik lagi.
Tentang Penulis:
Gitakara Ardhytama adalah penulis buku Pejuang Kenangan (2017) dan Hipotimia (2021). Aktif menulis refleksi dan esai di berbagai platform digital. Beberapa tulisannya juga dapat dibaca di blog pribadinya, Kidung Mendung. Ia percaya bahwa kata-kata punya cara sendiri untuk menjangkau hati dan menyembuhkannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI