Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Horor Singkat Tercekat #41

26 November 2015   22:49 Diperbarui: 26 November 2015   22:49 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kuburan - ilustrasi: ibnuabbaskendari.wordpress.com"][/caption]

Sudah 4 kali perayaan ulang tahun pernikahan dirayakan tanpa ayah. Biasanya senyum dan tawa ayah akan mewarnai pesta sederhana ini. Bunda kini hanya duduk terpaku di kursi goyangnya di pojok ruang. Sambil sesekali ia menengok kea rah kami anaknya sembari tersenyum. Bunda pun kadang bergumam sendiri menyebut nama ayah dari tempat ia duduk. Lalu kembali tersenyum ke arah kami. Yang aku tahu, walau bunda tersenyum. Tapi matanya memandang ke arah belakang. Mungkin kakakku tidak menyadarinya. Yang aku tahu, ia tidak tersenyum ke arah kami.

- - o - -

“Ayo Wan pulang? Udah jam 10 nih..” rengek Adita. “Sebentar lagi Dit. Tinggal pasang 2 pamplet lagi kok.” Wawan menjawab. Pamplet PENSI yang digelar 1 minggu lagi sangat penting bagi seksi promosi seperti Wawan dan Adita. Mereka pun rela menempel ke seluruh sudut kota sampai pukul 10 malam. “Wan..Wan. Tuh siapa Wan? Kayanya nyopotin pamplet kita tadi deh?” Dita menunjuk ke sudut gelap sebuah gang. “Mana Dit”. “Itu lho…!” Adita menunjuk sosok yang berada dalam kegelapan. Wawan segera menghampiri sosok itu. “Mas Mas, tolong jangan dicopot Mas..” ujar Wawan mendekati sosok tadi. Sosok itu langsung menengok ke arahnya. Wajahnya rata. Tidak ada hidung, mulut bahkan mata. Ketakutan, Wawan langsung lari berbalik ke arah Adita. “Kenapa lho Wan. Jalan ke arah sana sendiri? Terus lari balik kesini?” Tanya Adita heran. “Lho, bukannya lho tadi yang nyuruh gue kesana Dit?” tersengal Wawan bertanya. “Gue dari tadi ga ngomong apa-apa Wan. Sumpah!” Keduanya saling bertatap heran.

- - o - -

Dua lelaki sibuk menggali liang kubur. Saat awan hitam sudah menggulung di langit, dua lelaki itu seperti menyegerakan pekerjaan mereka. Usai menabur bunga makam ayahku, tiba-tiba minibus hitam melaju tergesa masuk ke area pemakaman. Dua orang mengeluarkan sebuah peti. Mereka segera memberi kode ke penggali makam.Sesegera itu pun, peti dimasukkan lalu diurug dengan tanah. Sedang dua orang yang mengantar peti tadi, segera pergi begitu peti sudah masuk ke liang lahat. “Kenapa mayat itu dikubur buru-buru begitu pak?” penasaran aku tanya si penggali kubur. “Oh, berarti mayatnya ini punya ilmu hitam mas. Harus dikubur sebelum malam Jum’at Kliwon. Biasanya juga mayatnya sudah didiamkan dulu menunggu malam Jum’at ini.” ungkapnya. “Bluughh!!” tiba-tiba makam baru itu amblas. “Kenapa ini pak?” tanyaku heran. “Nah, itu berarti si mayat sudah hilang dari kubur mas. Jadi tumbal mahluk yang orang ini sembah dulu.” tambah si penggali kubur.

- - o - -

Bukan kopi yang kali ini membuat aku terjaga malam ini. Namun baying-bayang hitam yang sejak tadi mengikuti. Entah kenapa ia tadi duduk di kursi belakang mobilku. Kini ia duduk tepat dipinggir tempat tidurku.

Cerita lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16#17#18#19#20#21#22|#23#24 | #25 | #26 | #27 | #28 | #29 | #30 | #31 | #32 | #33 | #34 | #35 | #36 | #37 | #38 | #39 | #40

Solo,

26 November 2015

10:51 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun