Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

8 Alasan Mengapa Netizen Menjadi Julid

4 Januari 2023   23:24 Diperbarui: 5 Januari 2023   10:17 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anger dari freestocks.org (pexels.com)

Kedelapan, faktor cancel culture. 

Cancel culture menjadi aktivitas untuk meng-cancel tokoh, produk, dan gerakan via media sosial. Kultur ini menjadi kian subur seiring dunia digital tidak mengenal batas. Korban cancel culture bukan hanya dapat cemoohan via komentar, tapi bisa mematikan bisnis, reputasi dan jejak digital baik.

Dan jelas, berkomentar kasar di kolom komentar tidak ada tujuan berdiskusi. Jikapun berdebat, yang terjadi adalah model ad hominem. Pelaku komentar kasar pun kadang tidak ingin menang atau kalah. Mereka hanya ingin melakukan sealioning.

Batas-batas dunia nyata dan maya kian tipis. Setipis rambut dibelah tujuh, mungkin. Saking tipisnya, tak jarang peranan akun julid seseorang malah menjangkit ke dunia nyata. Medsos pun dianggap telah menjadi toxic. Semoga kita bisa tetap waras di medsos.

Salam,

Wonogiri, 04 Januari 2023

23:23 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun