Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Media Sosial dan Perihal Manusianya

31 Januari 2022   12:04 Diperbarui: 3 Mei 2023   13:07 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Office oleh cocoandwifi (pixabay.com)

Media sosial sudah toxic.

Setidaknya itulah yang kini beberapa orang rasakan. Hampir setiap hari tagar atau trending atas foto, video, dan posting menjadi konsumsi. Bukan saja konten atau komentar kontroversial, bahkan yang dianggap biasa saja bisa dibenturkan. Debat kusir multiperspektif terjadi. Dari nyolot yang sifatnya whataboutism sampai ad hominem berkerumun mencari pembenaran.

Mungkin tidak salah kalau Microsoft menobatkan netizen Indonesia sebagai yang tak santun. Komentar 'tak berakhlak' semaunya disematkan di posting orang. Bagi yang belum 'kebal' bisa kena mental. Buat yang baper jadi undur diri atau dari media sosial. Banyak orang akhirnya memilih menjadi scroller linimasa saja.

Jahatnya Netizen

Salah seorang rekan pernah kena julid netizen. Sebuah foto yang nampaknya netral, bisa dicari celahnya untuk 'dibakar' untuk diviralkan. Kejadian di tahun 2014 itu masih membekas di hati dan pikirannya, sampai saat ini. 

Yang begitu mengenaskan dan tidak habis adalah kasus Boby Yoga di tahun 2013. Gegara gagal menggelar konser Lockstock 2, ramai-ramai netizen merundung medsos Boby dengan komentar kejam. Boby tidak kuat atas berbagai cemooh di medsosnya, sampai ia memutuskan melakukan bunuh diri.

Dislokasi eksistensi mendorong julidnya netizen. Sesama netizen tidak saling mengenal dan berdekatan secara spasial. Kemudahan interaksi dan berpartisipasi mendorong aksi positif dan negatif viral. 

Sayangnya laju konten negatif cenderung cepat dan tak terbendung karena interkoneksi berbasis dislokasi ini. Mencari bahan julid lebih mudah daripada konten konstruktif.

Anonimitas pun mendorong sisi negatif viral. Dibalik foto wajah glowing dari profile picture, tersamar kerapuhan kepribadian. Dibalik biografi mentereng bisa jadi ada pribadi murung dan traumatis. Netizen bisa menjadi citra dan sosok impiannya di media sosial. Dengan topeng digital ini juga, menjadi julid, jahat, dan berkebalikan 180 dari 'aslinya' bisa dilakukan. Karena mengapa tidak?

Baiknya Netizen  

Seperti sifatnya virus yang cepat menyebar, begitulah viralitas terjadi. Viralitas ditujukan baik untuk kebaikan, penghakiman, bahkan pembenaran. Netizen berperan krusial untuk viralitas di medsos. Netizen bisa menjadi lawan atau kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun