Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

4 Cara Kita Menyikapi ChatGPT

2 Januari 2023   11:28 Diperbarui: 3 Januari 2023   23:12 1912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coding oleh Olia Danilevich (pexels.com)

Dengan kata lain, kalau kita menjadikan hasil analisis kita dalam tugas ilmiah, bisa jadi hasilnya berasal atau dirangkum dari sumber yang populer.

Perlu kehati-hatian dalam mengklaim hasil ChatGPT menjadi milik kita. Bisa jadi hasilnya adalah parafrase atau saduran dari beberapa sumber. Karena tadi, tidak ada sumber atau atribusi dari hasil 'analisis' ChatGPT. Dan secara personal, hasil instan yang diberikan mengaburkan pemahaman mendalam kita.

4. Sebagai media bermain narasi, bukan karya pribadi 

Memang hasil dari ChatGPT begitu wah. Namun perlu dilihat kembali, bahwa gaya bahasa dari narasi yang ditampilkan cukup ilmiah atau kaku. 

Kadang juga gaya bahasa yang muncul seperti hasil dari terjemahan. Jika kita sudah terlalu sering membaca karya ilmiah, hasil chatnya cenderung tidak reader-friendly.

Beda rasa dan nuansa jika sebuah tulisan benar-benar kita tulis dan jahit sendiri. Karena bisa jadi ada pengulangan, loncatan ide, dan inkoherensi antar kalimat atau paragraf dari hasil ChatGPT. Seperti poin nomor 2, baiknya narasi/hasil yang dari ChatGPT bisa kembali kita olah dengan narasi dan riset kita sendiri.

Mendapatkan bantuan dari teknologi macam ChatGPT sudah menjadi mahfum. Toh kita selama ini juga mencari jawaban via mesin pencari seperti Google, Bing atau Edge. Namun bukan berarti ada ketergantungan secara kognitif pada teknologi. 

Dampaknya adalah kemalasan untuk menalar dan mengolah informasi yang kita terima. Bisa jadi akan banyak peneliti, siswa, dan guru yang banyak secara kuantitas tapi minim dalam kualitas.

Salam,

Wonogiri, 02 Januari 2023

11:28 am

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun