Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. - Soekarno (Sumber kutipan)
Sering kita dengar dan lihat petikan pidato Soekarno diatas. Perumpamaan 1.000 orang tua mencabut gunung Semeru menggetarkan. Untuk kemudian Soekarno membandingkan dengan 10 pemuda yang dapat mengguncang dunia.Â
Intinya, pemuda menjadi entitas penting perubahan. Saat orang-orang tua mulai semakin bijak bertindak dan mengukur mampu untuk bergerak. Pemuda adalah kebalikan dari semua. Bijak buat pemuda adalah tentang perubahan cepat yang memiliki urgensi untuk dihelat.
Pemuda yang merupakan anak bangsa, wajib memiliki jiwa perubahan. Kini mereka bukan hanya menjadi agent of change. Tapi juga messenger of change bagi generasi selanjutnya.Â
Dan beberapa waktu lalu, saya dan 24 anak bangsa lain menyatukan keilmuan, tekad, dan gerakan. Kami sadar bahwa kita adalah agent of change. Namun, dalam konteks dunia digital yang perubahan berbanding lurus dengan kemajuan. Menjadi messenger of change salah satu kewajiban.
Saya dan 24 anak bangsa tergabung diatas tergabung dalam program Democratic Resilience for Digital and Media Literacy (DRDMiL-AAI). Program ini adalah sebuah inisiatif yang dikelola oleh Australia Award Indonesia.Â
Kami berasal dari beragam tempat, latar belakang pendidikan, dan sektor. Dari hampir 400 aplikan yang mengajukan program ini, hanya 25 anak bangsa yang terpilih dengan ketat. Dan di pundak peserta terpilihlah, perubahan dan pesan perubahan ketahanan demokrasi dunia digital diemban.
Beragam asal daerah, ranah ilmu, dan instansi, 25 peserta ini memiliki fokus isu yang serupa. Yaitu tentang minimnya literasi media dan digital orang Indonesia. Di mana hal ini berekses pada disinformasi (hoaks), senjakala media di era digital, eksistensi HAM, ekstrimisme, sampai isu ketimpangan gender.