Maka ribuan ALS tak ayal akan diberikan pada status dari satu akun yang mengabarkan berita-berita di contoh di atas.
Contoh lain saat berita hoaks soal seorang anak yang dikutuk jadi ikan pari. Ada foto dan video yang entah dari mana asalnya, namun dikaitkan pada satu daerah di Indonesia. Maka tak ayal ALS pun diberikan pada akun penyebar berita ini.Â
Kita yang menyebarnya mau tak mau menjadi agent of hoax. Baru beberapa hari, minggu, bulan atau tahun berikutnya kita tahu kebenaran video, foto dan cerita sebenarnya tentang ikan pari yang memang berwajah mirip manusia.Â
Ada baiknya informasi socmed harus benar-benar kita pahami. Salah satunya dengan cara digital dieting. Kita harus ketat dalam mencerna berita/info/cerita di socmed. Agar kita terhindar dari information obesity. Dan kita pun harus tetap waspada pada berita provokatif agar terhindar dari Divide et Impera di dunia socmed.
Memahami dunia digital dengan komputer, internet, gadget, IoT tidak hanya sebuah determinisme teknologi. Mari kita kaji secara kritikal dengan wacana literasi digital yang sebaiknya kita pahami di tengah 'tsunami' informasi di dunia maya.
Referensi: harvard.edu | poynter.org
Salam,
Wollongong, 15 Desember 2016
12:03 am