Banyak orang melihat kekacauan ini, apalagi ketika Jeremi langsung mengunci lengan penjahat itu dengan borgol.
"Saya hanya mengikuti apa yang orang itu perintahkan! Kalau bukan karena uang, saya tidak mau melakukan ini!" kata Julian sedikit panik masih berusaha melepaskan diri.
"Marisa kan otak dari semua ini?" Aku bertanya memastikan.
Julian sempat diam selama beberapa detik, kemudian tersenyum licik memandangku.
"Jadi kalian masih menjadi boneka sampai saat ini? Hahahaha."
"Jelaskan apa maksud ucapanmu itu!" kataku meraih kerahnya.
Sebelum benar-benar mendapat jawaban, ada telepon masuk dari ponselku. Ini Ara.
Sungguh, puzzle yang aku susun ini justru jadi semakin berantakan ketika mendengar kabar ini. Marisa ditemukan tewas di dapu rumahnya dengan bekas tali di bagian leher. Jelas ini pembunuhan.
"Farah. Dia ga sepolos yang kalian pikir." Julian akhirnya buka suara. "Kami bertiga adalah komplotan untuk mengincar nyawa suami Marisa. Begitu asuransi jiwa itu berhasil diurus, Marisa tak lagi dibutuhkan."
Aku meninggalkan Julian yang masih diborgol oleh Jeremi. Berlari cepat ke arah mobil di parkiran sambil menelepon Markas Kepolisan.
"Pak Kepala, saya dan tim divisi kejahatan telah dijebak. Tolong siapkan mobil untuk menjemput Jeremi di Stasiun Pasar Senen. Saya harus segera ke kantor untuk menyelidiki satu penjahat yang sangat berbahaya."
Dan inilah cerita pertama ketika aku tak berhasil sepenuhnya dalam mengungkap kasus.
***