"Aku mau kenalin kamu ke seseorang," jawabku, kemudian memberi jeda. "Sayang, sini sebentar."
Alya sempat terkejut ketika akhirnya seorang anak laki-laki berambut keriting datang mendekat ke arahku.
"Kenalin, ini teman Ayah. Namanya Tante Alya."
Bagaz, pria kecil berusia 3 tahun ini kemudian menyalami Alya. Gadis itu masih belum mengerti sepenuhnya. Aku bisa lihat itu dari matanya.
"Namanya Bagaz. Anak aku. Anak kandung."
"Jadi kamu... sudah menikah?"
"Pernah menikah, lebih tepatnya. Bagaz sebenarnya kesalahan yang tidak pernah diinginkan Ibu kandungnya," kataku mulai bercerita. "Aku mencoba bertanggungjawab atas kesalahan itu. Meski akhirnya, rumah tangga itu nggak bisa aku pertahankan lebih lama lagi. Dan malaikat kecil inilah yang jadi prioritas aku saat ini."
Dalam beberapa detik, Alya tak menjawab apapun. Mungkin dia masih butuh waktu untuk mencerna semua ceritaku.
"Apa ini alasan kamu menolak aku?" tanyanya memastikan.
"Betul, Al. Kejadian saat kita lembur itu mengingatkan aku kembali pada kenangan lama bersama Ibu Bagaz. Aku nggak mau melakukan kesalahan itu lagi. Dan juga... aku belum siap untuk membuka hati. Karena tujuan utamaku sekarang ada membesarkan Bagaz."
Alya tertunduk dan sesekali menghindar untuk tidak menatapku. Cukup lama kita berdiam diri karena Alya pun sama sekali tak memberikan respons melalui kata-kata.