Dapat kusadari bahwa aku salah tingkah saat itu. Wajah mungkin memerah dengan detak jantung yang bekerja lebih keras dibanding biasanya.
"Jeremi! Jangan melamun!"
Oh, sial. Rupanya sepanjang rapat di ruang branch manager ini aku justru melamun memikirkan kejadian waktu itu. Terpaksa kena omelan atasan. Hanya senyuman yang bisa kulakukan sebagai permintaan maaf.
Selesai rapat, aku sengaja mendatangi meja Alya. Dia nampak santai sembari membuka laman Instagram dari komputernya.
"Kalau nggak sibuk, besok aku mau ajak kamu ke rumah."
Alya menanggapi dengan alis terangkat. Mungkin aneh baginya melihatku yang tiba-tiba berubah sikap.
"Itu kalau kamu mau. Besok juga libur ini. Nanti aku share lokasinya di WA," kataku sedikit gugup, kemudian meninggalkan Alya dan kembali duduk ke meja milikku.
***
Perempuan itu harus tahu hal yang selama ini aku sembunyikan, yang bahkan tak seorang rekan kantor lainnya pun tahu. Dengan begini aku akan lebih lega, dan bisa membiarkan Alya untuk mencari laki-laki lain yang lebih baik dariku.
Maka di hari Sabtu siang itu, dia datang ke rumah minimalis yang kutempati selama tiga tahun terakhir ini. Tidak ada kecanggungan. Semua berjalan seperti biasa sampai kami berdua duduk di ruang tamu depan. Sirup dingin dan beberapa camilan sudah kusimpan di meja untuk ia nikmati.
"Jadi, ada hal apa yang mau kamu bahas? Bahkan sampai harus datang ke sini," tanya Alya penasaran.