"Vid, aku..."
"Aku sama sekali nggak punya perasaan apa-apa. Kamu hanya sebatas rekan kerja buat aku, bahkan seperti seorang adik. Tapi, melihat Sasa yang begitu dekat dengan kamu yang tidak sedekat ke orang lain, aku punya khayalan gila kelak kamu akan mengganti posisi suami aku yang dulu."
Kali ini keduanya sama-sama diam, hanya sibuk menghabiskan minuman yang baru kali ini tersentuh. Vidya hanya menunduk, tidak sanggup menatap mata laki-laki itu.
"Maaf aku egois," kata Vidya pelan memecah keheningan. "Nggak seharusnya aku ngatur-ngatur hidup kamu."
Kalimat itu menjadi kata-kata terakhir Vidya sebelum akhirnya meninggalkan kafe. Meninggalkan Radean sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya duduk, sambil merenungkan apa yang seharusnya dia lakukan pada Lona dan Vidya.
***
Empat tahun kemudian di stasiun Ibu Kota, Radean menggenggam tangan seorang anak kecil  yang biasa memanggilnya dengan sebutan Papa. Mereka baru menginjakkan kaki ke sini setelah tiga tahun lamanya tinggal di Yogyakarta.
Dari kejauhan, seorang anak berusia 8 tahun tanpa sengaja melihat kehadirannya. Anak itu mendekat ke arahnya sampai akhirnya mata mereka saling tatap.
"Om Radean?"
"Sasa?"
Keduanya berpelukan untuk beberapa saat untuk saling melepas rindu. Ia melihat begitu banyak perbedaan dari diri Sasa karena sudah cukup lama juga keduanya tidak bertemu.