Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Just Friends, with Benefit

20 Agustus 2019   11:42 Diperbarui: 20 Agustus 2019   16:36 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kapanlagi.com

Begitu terbangun dari tidur yang lelap semalam, segelas susu coklat segar sudah tersaji di permukaan meja samping tempat tidur. Aku bangkit sejenak meski masih mengenakan kaus tanpa lengan dengan celana pendek yang sama-sama berwarna putih. Seperti pagi sebelumnya, aku menikmati susu coklat ini sembari melihat pemandangan dari lantai 24 apartemen milik Arga.

Kemilau matahari sudah terlihat meski belum sempurna. Kendaraan di bawah mulai memadati jalanan pada jam sibuk seperti ini. Untunglah hari ini aku sengaja mengambil cuti sehingga tidak perlu lagi terjebak kemacetan ibu kota yang semakin parah di setiap waktunya.

Ketika asyik menikmati pagi yang tenang ini tanpa memikirkan pekerjaan, laki-laki itu tiba-tiba memelukku dari belakang, bahkan tanpa mengenakan baju. Tubuhnya yang tidak kekar namun atletis itu memberikan sentuhan hangat pada tubuhku. Beberapa detik aku memejamkan mata menikmatinya, kemudian perlahan hendak melepaskan dekapan ini.

Tapi, lengan Arga sama sekali tidak bergerak. Bahkan kepalanya bersandar pada pundakku sambil sesekali menicum aroma tubuhku dari bagian leher.

"Aku nggak mau kehilangan kamu," katanya berbisik.

Akhir-akhir ini sikap Arga memang aneh. Sudah beberapa minggu ke belakang ia melakukan hal seperti ini dengan mengatakan kata-kata yang sama. Dengan sedikit terpaksa, akhirnya aku bisa lepas dari pelukan Arga. Susu coklat yang tinggal setengah aku taruh kembali di meja, kemudian kami saling menatap satu sama lain meski belum berpakaian lengkap.

"Arga, what's wrong with you?" tanyaku perlahan mendekat ke arahnya.

"I love you, Sa," jawabnya singkat.

Pikirku dia bercanda. Namun tatapan yang tajam itu meyakinkanku bahwa dia sungguh-sungguh.

"Ar, kita udah sepakat menjalani hubungan ini tanpa melibatkan perasaan. Bagian mana yang kamu lupa?" Tanpa basa-basi, aku langsung bicara tegas.

"Talisa, ini nggak sedangkal apa yang kamu pikir."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun