Solusi Strategis Mengatasi Pengangguran dan Tantangan SDM Global
Di tengah derasnya arus teknologi dan globalisasi, tantangan dunia pendidikan semakin kompleks, terutama dalam hal mencetak lulusan yang siap kerja dan mampu bersaing secara global.
Tingginya angka pengangguran terbuka di kalangan lulusan perguruan tinggi menjadi sinyal kuat bahwa sistem pendidikan perlu berbenah. Salah satu pendekatan yang relevan dan strategis untuk menjawab tantangan tersebut adalah integrasi technopreneurship ke dalam kurikulum perguruan tinggi.
Technopreneurship, atau kewirausahaan berbasis teknologi, menawarkan solusi yang tidak hanya berfokus pada penciptaan lapangan kerja mandiri, tetapi juga mendorong mahasiswa untuk menjadi inovator dan problem solver. Ketika mahasiswa didorong untuk mengembangkan ide berbasis teknologi menjadi produk atau layanan bernilai ekonomi, maka mereka sedang disiapkan untuk tidak bergantung pada pasar kerja konvensional. Mereka bisa menjadi pengusaha digital, pembuat aplikasi, pengembang startup, dan lainnya.
Menurut data dari badan pusat statistik (bps, 2024), angka pengangguran terbuka (tpt) indonesia mencapai 5,45%, dengan lulusan diploma dan sarjana sebagai penyumbang terbesar. Ketimpangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja menjadi penyebab utamanya. Di sinilah technopreneurship memainkan peran penting: mendekatkan pendidikan dengan kebutuhan industri dan tren teknologi global.
Selain itu, dalam laporan world economic forum (wef, 2023) tentang future of jobs, disebutkan bahwa keterampilan seperti analytical thinking, technology design, dan entrepreneurship akan sangat dibutuhkan dalam lima tahun ke depan. Maka dari itu, kurikulum pendidikan tinggi harus adaptif, progresif, dan berbasis tantangan nyata agar tidak hanya mencetak lulusan yang "siap kerja", tetapi juga "siap menciptakan kerja".
Namun demikian, penerapan technopreneurship dalam kampus tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi dengan sektor industri, lembaga inkubasi bisnis, serta dukungan regulasi dari pemerintah. Program seperti matching fund kedaireka dari kemendikbudristek atau startup campus bisa menjadi contoh ekosistem yang menghubungkan akademisi, industri, dan pemerintah dalam mendorong technopreneur muda.
Dengan pendekatan ini, technopreneurship bukan hanya sekadar mata kuliah, melainkan menjadi mindset dan skillset yang mendarah daging dalam diri mahasiswa. Jika diterapkan secara konsisten dan sistematis, technopreneurship akan menjadi senjata utama dalam menekan angka pengangguran, sekaligus menjawab tantangan globalisasi sumber daya manusia indonesia.
Daftar Pustaka