Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Deret Keriuhan di Dunia Maya Setelah Debat Kedua Usai, Netizen Kembali Bertikai

20 Februari 2019   15:49 Diperbarui: 20 Februari 2019   16:39 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesainya debat ke dua para capres tentu saja membuat pembahasan hal baru di dunia maya, mulai dari hoax grup WA keluarga, unicorn, hingga cuitan dari Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar. Lalu bagaimana seharusnya kita?

Debat pemilihan presiden 2019 yang diselenggarakan oleh KPU sudah digelar pada hari Minggu (17/02/2019) lalu yang dimulai pada pukul 20:00 hingga 22:00 WIB di Hotel Sultan, Jakarta.

Berbeda dengan debat sebelumnya, pada debat yang kedua ini pihak yang berdebat adalah para calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto berhadapan one by one.

Dengan debat capres yang kedua kali ini, rasa-rasanya hampir seluruh mata di penjuru Indonesia tertuju dan berfokus pada satu titik ini saja, di berbagai tempat, baik melalui media televisi maupun live streaming di Youtube, banyak dipastikan ini menjadi satu hal yang ditunggu oleh banyak orang.

Namun memang sepertinya debat kedua kali ini tetap memberikan efek yang sama, tidak membuat pemilih Jokowi berpikir akan berpindah memilih Prabowo dan juga sebaliknya, pemilih Prabowo tetap pada pilihan mereka.

Sama seperti sebelumnya, para pendukung dari kedua pihak pasangan calon ini menantikan debat capres seperti sedang menunggu hal-hal yang memalukan dari rival mereka yang akan dijadikan meme atau bahan ejekan selama pilpres berlangsung.

Selain itu, mereka juga mencari hal-hal yang bisa dibanggakan dari calon pemimpin yang mereka pilih, dengan tujuan untuk dijadikan gagah-gagahan karena sudah memilih satu kandidat ini.

Debat yang terlihat sangat riuh itu masih tidak memberikan pengaruh yang signifikan di mana para undecided voter masih berada di posisi yang sama tidak ke 01 maupun ke 02.

Alih-alih mencari cara untuk menggaet para undecided voter dan mereka yang memutuskan untuk golput, mereka para buzzer, relawan dan pendukung setia masih selalu gaduh pada hal-hal yang tidak substantif hanya untuk memuaskan ego mereka dalam mendengki.

Hal ini terlihat dengan bahasan-bahasan yang ada dan ramai di sosial media seperti Twitter.

Nah, berikut beberapa hal yang ramai di media sosial ketika debat usai, bahkan percik riuhnya masih bisa dirasakan hingga saat ini

1. Grup WA Jokowi Gunakan Paranormal dan Ahli Hipnotis

chirpstory.com
chirpstory.com
Sesaat setelah debat ke dua para calon presiden ini, lini media masa kembali ramai, salah satunya adalah capturan chat dari sebuah grup whatsapp yang menduga bahwa Jokowi menggunakan paranormal dan ahli hipnotis.

Dalam sebuah screenshot percakapan tersebut berisi tentang ajakan untuk membacakan Surat Ayat Kursi sebagai bentuk dukungan kepada capres 02 Prabowo Subianto.

Dalam ajakan tersebut dikatakan bahwa info mengenai Jokowi menggunakan paranormal dan ahli hipnotis bernama Syech Jufri Al Karim.

Sampai saat ini, tangkapan percakapan dari grup whatsapp ini menguap begitu saja, tidak ada konfirmasi terlebih klarifikasi mengenai kebenaran dari informasi tersebut.

Bahkan nama yang tercantum Syech Jufri Al Karim hingga sekarang diduga adalah sebuah tokoh fiktif.

2. Dugaan Jokowi Menggunakan Earpiece dan Pulpen Remote

eramuslim.com
eramuslim.com
Gaduh yang kedua adalah mengenai sangkaan bahwa Jokowi menggunakan earpiece yang diremote dengan menggunakan pulpen yang selalu dia pegang.

Pendukung 02 menuduh bahwa Jokowi berlaku curang dengan memakai earpiece sebagai media berkomunikasi dengan pihak ketiga yang diduga memberikan jawaban terkait materi yang sedang didebatkan.

Hal ini diperjelas dengan capturen pose Jokowi yang sedang memegang telinganya seolah-olah sedang mendengarkan sesuatu dari telinganya.

Kemudian gesture tangan Jokowi yang selalu memegang pulpennya dengan gerak tangan yang terlihat menekan-nekan sesuatu dari bagian pulpen tersebut.

Berita ini pun diklarifikasi langsung oleh Jokowi bahwa dia tidak menggunakan earpiece untuk berkomunikasi dan pulpen yang dia pegang adalah hanya sebuah pulpen, bukan alat remote untuk berkomunikasi.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Tim Kemenangan Nasional (TKN) juga memberikan klarifikasi bahwa ketika debat Jokowi tidak menggunakan earpiece yang selama ini dituduhkan.

3. Polemik Tanah Milik Prabowo


Pada satu sesi, Prabowo mempertanyakan terkait bagi-bagi sertifikat yang dilakukan oleh Jokowi di masa kepemimpinannya. Menurut Prabowo bagi-bagi sertifikat yang dilakukan oleh Jokowi tidak tepat karena luas wilayah Indonesia terbatas sedangkan penduduknya terus bertambah.

Hal ini ditakutkan suatu saat nanti, tidak ada lahan di Indonesia yang bisa dibagikan kepada penduduknya.

Pernyataan Jokowi itu pun dibalas oleh Jokowi dengan menyebutkan luas tanah yang dimiliki oleh Prabowo di beberapa tempat di Indonesia yang angka sangat besar.

Jokowi mengatakan bahwa Prabowo mempunyai 340 ribu hektar, dengan perincian 220 ribu hektar di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektar di Aceh Tengah.

Prabowo pun membenarkan tanah yang dia miliki dengan penekanan bahwa tanah tersebut bersertifikat HGU atau Hak Guna Usaha.

Balasan dari Jokowi inipun menimbulkan keriuhan tersendiri. Para pendukung 01 memprotes terkait apa yang Jokowi katakan karena hal ini sebagai serangan terhadap personal.

Namun disisi yang lain, mendukung pernyataan Jokowi, sebagai calon pejabat publik, maka rakyat perlu tahu harta yang dimiliki oleh kedua pasang calon ini.

Tidak sampai di situ, karena hal ini lah beberapa nama yang memiliki HGU yang luas pun ikut terseret di arus media. Mereka adalah para pengusaha perkebunan sawit dan pertambangan batu bara.

Mulai dari Surya Paloh, Luhut Binsar Panjaitan, Hary Tanoesoedibjo, Erick Thohir, hingga Cawapres 02 Sandiaga Uno.

Dengan mencuatnya hal ini ke ranah publik, tentu saja membuat rakyat Indonesia lebih melek lagi baik terkait Hak Guna Usaha hingga orang-orang "besar" yang mempunyai tanah yang sangat luas.

4. Unicorn
Pada satu sesi Jokowi bertanya kepada Prabowo, infrastruktur apa yang akan dibangun untuk mengembangkan unicorn, Prabowo bertanya kembali apa itu unicorn.

Pertanyaan yang dilontarkan balik oleh Prabowo mengindikasikan dua hal, pertama Prabowo benar-benar tidak tahu apa itu unicorn, atau dirinya hendak memastikan agar presepsi antara Jokowi dan Prabowo sama.

Secara umum, unicorn merujuk pada dua definisi, pertama karakter kuda poni dengan tanduk di hidungnya atau sebuah startup dengan valuasi lebih dari 1 juta dolar.

Namun diksi yang digunakan oleh Prabowo sepertinya kurang tepat dan menjadi satu ejekan para pendukung lawannya.

"Unicorn? yang Online-online itu?" terdengar mempunyai kesan bahwa Prabowo tidak mengetahui istilah tersebut.

Unicorn seharusnya sudah menjadi istilah yang sangat familiar bagi mereka yang melek digital terlebih di Indonesia sudah mempunyai Startup dengan nilai valuasi lebih dari 1 juta dolar seperti Bukalapak, Tokopedia, GO-JEK dan Traveloka.

Bila dikaji lebih mendalam, sebenarnya Startup "Unicorn" di Indonesia mempunyai beberapa masalah seperti masalah ketenagakerjaan di Gojek hingga dugaan adanya monopoli harga tiket pesawat sebagai sebab menghilangnya Air Asia di aplikasi  Traveloka beberapa waktu yang lalu.

5. Cuitan Dahnil Anzar

twitter.com/Dahnilanzar
twitter.com/Dahnilanzar
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dahnil Anzar melalui akun Twitternya menuliskan sesuatu yang cukup kontroversial dan sedikit membuat panas sebagian besar orang yang pro terhadap pemerintah.

Melalui cuitannya tersebut, Dahnil mengatakan bahwa Jokowi mengklaim membangun jalan desa 191.000 kilometer, ini berarti 4,8 kali keliling bumi atau 15 kali diameter bumi.

Dahnil membandingkan bahwa jalan yang diklaim telah dibangun oleh Jokowi setara dengan 4,8 kali keliling bumi atau juga 15 kali dari diameter bumi.

Dahnil melanjutkan cuitannya dengan mempertanyakan beberapa hal seperti kapan, menggunakan "ilmu simsalabim" apa untuk membangun panjang ruas jalan desa yang diklaim oleh Jokowi tersebut.

Status tersebut pun menjadi bola liar pada kedua kubu. Cuitan Juru Bicara BPN tersebut menimbulkan kesan dan persepsi bahwa membangun jalan desa dengan panjang 4,5 kali keliling bumi adalah sesuatu yang mustahil dan mengada-ngada.

Perdebatan terkait data jalan desa pun menjadi ramai di Twitter. Masih sama seperti sebelumnya, baik pihak 01 dan 02 sama-sama keras kepala dengan mempertahankan argumen mereka masing-masing yang dibubuhi dengan kata makian atau hinaan.

Yang tentu saja tidak menemui titik temu yang baik, tidak serta-merta memberikan pencerahan semuanya  kemudian menguap hilang begitu saja.

Edukasi Politik yang Buruk
Indonesia dalam perjalanannya sebagai negara untuk berdemokrasi tentu masih sangat jauh dari tujuan idealnya. Proses-proses demokrasi sebenarnya terlihat dengan kebisingan dan ramai nya orang-orang sebagai warga negara yang mau menyatakan pendapatnya.

Namun hal ini seharusnya diimbangi dengan edukasi politik yang berimbang.

Namun kenyataannya para tokoh politik terlihat memberikan contoh yang tidak mendidik dan cenderung memalukan dengan membuat statemen-statemen yang kadang tidak mengedepankan nalar dan akal sehat.

Selain itu, masih banyak yang lebih mengedepankan tokoh daripada nilai yang diperjuangkan. Baik kedua pihak masih mengkultuskan pilihan mereka sebagai "orang kuat" yang tidak mempunyai kekuarangan.

Mereka menganggap pilihan calon pemimpin yang sudah mereka tetapkan seperti titisan Satria Piningit, Ratu Adil hingga reinkarnasi dari beberapa tokoh yang menjadi Pahlawan Nasional di Indonesia.

Belum lagi dengan ketidaksubstantifan perdebatan yang di berbagai medium baik online maupun offline, hal-hal mengenai nilai yang perlu diperjuangkan nyaris tak terasa perciknya dan semua tertutup dengan narasi cebong kampret yang membuat sosial media menjadi bising namun hanya berisi angin.

Dibandingkan dengan adu gagasan dan ide-ide bagaimana membuat Indonesia menjadi lebih maju ke depannya, mereka justru sibuk saling menghina, mencaci-maki, merendahkan siapapun yang dianggap berbeda dengan pilihannya masing-masing.

Dan narasi-narasi yang tidak mengedepankan edukasi, akal sehat dan nalar yang baik ini diperparah dengan adanya Buzzer baik yang nyata maupun robot sehingga memenuhi ruang dunia maya.

Berpindahnya Ranah Publik ke Private
Momen terkait pemilihan elektoral yang seyogyanya masuk dalam ranah publik, secara tiba-tiba mendobrak ruang private yang bernama keluarga. Bila satu keluarga menetapkan satu calon maka seisi keluarga diharuskan memilih orang yang sama.

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pertama dalam melakukan edukasi politik justru malah memenjarakan hak politik anggotanya sendiri.

Bila ada yang berbeda, seketika langsung diserang dengan berbagai argumen yang menyatakan bahwa orang yang dipilih bukan pilihan yang tepat tanpa ada perbincangan yang akrab dan mendalam.

Mulai dari nasehat, imbauan hingga ancaman dilayangkan bila masih kekeuh dengan calon presiden yang berbeda pihak keluarga.

----

Politik elektoral ini adalah sebuah agenda lima tahunan sekali yang mungkin akan berimbas hingga 10 tahun kemudian.

Dalam setiap lima tahun tersebut, seharusnya bangsa Indonesia merangkak dan melangkah demi sebuah sistem demokrasi yang maju dan berkemanusiaan dengan mengedepankan akal sehat. (Gigih Prayitno)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun