Mohon tunggu...
Gibranis
Gibranis Mohon Tunggu... Jurnalis - jika membaca saja malas, masa iya nulis juga gak mau

seorang gadis berjiwa puisi dan berhati garuda yang ingin abadi dalam aksara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemuda: Quo Vadis Politik Indonesia?

29 Februari 2020   17:18 Diperbarui: 29 Februari 2020   17:20 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemuda dan politik seperti dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan.  Peran generasi muda sangat dibutuhkan dalam dunia politik yang sekarang ini terkesan carut-marut akibat oknum-oknum politik yang membuat asumsi politik menjadi hitam.

Hadirnya globalisasi yang semakin membuat dunia berada dalam genggaman tangan, membuat isu-isu semakin cepat menyebar. Besarnya gelombang demokrasi digital, menuntut pemuda dan untuk dapat menyeimbangkan partisipasi politik offline maupun online. Hal tersebut bahkan menjadi urgensi sendiri, mengingat semakin merosotnya partisipasi kaum muda dalam partisipasi politik real.

Putman (2011) berpendapat bahwa kini pemuda semakin tidak tertarik dan menutup diri dari kegiatan berpolitik (Calder, 2013: 19). Lalu kemanakah perginya kaum muda yang belasan tahun berdiri di garis depan dan membela kepentingan rakyat?

Sungguh sebuah  ironi, mengingat di pundak pemuda terdapat masa depan bangsa. Para pemuda harus mempunyai pikiran yang kritis dan cerdas bertindak dalam menghadapi era new media yang sekarang ini sedang berdiri kokoh di negara kita. Dalam hal ini, pemuda harus memiliki urgensi untuk meningkatkan partisipasi politik offline di era digital karena adanya tuntutan dari kondisi perpolitikan bangsa.

Di Indonesia, kaum muda dianggap mewakili kuantitas atau jumlah yang banyak, kemudian subjek otonom (mampu mengambil keputusan dan melakukannya sendiri maupun bersama), kemudian juga mewakili nilai dan budaya.

Merespon definisi tersebut, kemudian kaum muda mempunyai irisan dengan berbagai isu perubahan, kaum muda menghadapi pertarungan nilai sosial, ekonomi, budaya dan politik.

Pada saat yang sama terjadi tuntutan gaya hidup budaya baru dan kebebasan politik, mengingat secara sosial kaum muda terkonstruksi dan dikonstruksi oleh berbagai macam norma pengetahuan, nilai, status peran dari lingkungan sosial yang dinamis (Pilan 2006, dalam , Nilan &Feixa, 2006).

Kemudian ketika kaum muda masuk dalam arena globalisasi, kaum muda dihadapkan pada struktur eksternalitas yang lebih masif, melintasi batas negara, dan sekat-sekat ekonomi, politik, budaya menjadi semakin tipis (Giddens dalam Ritzer, 2003).

Hal tersebut kemudian menempatkan kaum muda dalam posisi yang ambiguitas, di satu sisi mereka adalah produsen sekaligus konsumen utama, namun di sisi lain mereka adalah kelas proletariat baru globalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Bayat dan Herrera (2011) dalam Azca, Widhyharto, Sutopo, (2014).

Era digital kini menyebabkan hampir semua sektor telah terdigitalisasi, di sinilah partisipasi para pemuda bangsa sangat dibutuhkan. terkecuali perkembangan kehidupan berdemokrasi dan berpolitik. Sebagai pemuda, kita jangan pernah membutakan diri dengan kondisi politik di negeri ini.

Dalam perjalanannya, pemuda Indonesia kurang mampu dalam menyeimbangakan antara partisipasi politik online dan offline khususnya generasi pemuda setelah reformasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun