Desa Tampakang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Keberadaan desa ini di atas permukaan air memberikan karakteristik tersendiri dan menawarkan pengalaman unik bagi para pengunjung. Desa Tampakang tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang indah, tetapi juga menyimpan kearifan lokal yang kaya dan tradisi yang masih lestari hingga kini.Â
Asal Usul Desa Tampakang
Desa Tampakang dahulu adalah hutan yang sangat lebat dan menjadi tempat tinggal bagi suku Dayak yang menganut agama Hindu. Zaman dahulu, saat musim kemarau, ada seorang warga dari Nagara yang mengalami hilang ingatan.Â
Dia berkelana dan terus berjalan hingga mencapai Danau Panggang, kemudian melanjutkan perjalanan ke Tampakang. Lalu, akhirnya dia tiba di sebuah desa yang dihuni oleh suku Dayak.Â
Saat itu, desa tersebut belum bernama Desa Tampakang. Seorang warga dari Nagara ini kemudian dirawat hingga sembuh oleh penduduk Dayak setempat. Penduduk Dayak tersebut menganggapnya sebagai bagian dari keluarga mereka.
Setelah 1-2 tahun berlalu, orang ini mulai merindukan kampung halamannya. Lalu dia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Namun, sebelum meninggalkan desa itu, dia meninggalkan kain yang dibuat dari serat nanas untuk diikatkan ke sebuah ranting pohon yang bercabang.Â
Dia melakukan itu sebagai penanda bahwa tempat itu lah tempat yang sebelumnya dia tempati, agar dia bisa kembali lagi ke desa itu. Oleh karena itu, desa ini dinamai Desa Tampakang, yang artinya kayu bacakang atau kayu bercabang.
Mitos di Desa Tampakang
Setelah seorang warga Nagara itu selesai mengikatkan kain di kayu yang bercabang, pulanglah dia ke kampung halamannya, yang disambut oleh keluarganya yang terkejut dengan kehadiran dia di sana. Ternyata, keluarganya selama ini menganggap bahwa dia sudah meninggal dan mereka sudah beberapa kali melaksanakan haul.Â
Lalu dia bercerita bahwa beberapa waktu ini dia tinggal di sebuah desa pedalaman yang dihuni oleh suku Dayak. Di tempat itu, ikannya banyak, tetapi juga banyak buayanya. Kalau ingin mencari ikan, ayo kita ke sana, katanya.
Lalu berangkatlah dia bersama empat orang lainnya dan membawa alat penangkap ikan dari rotan untuk menangkap ikan di Tampakang. Pulang dari sana, mereka berlima membawa banyak ikan besar, seperti ikan gabus dan ikan toman.Â
Sejak saat itu, orang yang berdatangan ke Tampakang semakin banyak, tujuan mereka adalah untuk menangkap ikan. Namun, saat itu ada seseorang yang sedang mencari ikan diserang dan dimakan oleh buaya. Lalu mereka berlima mendatangi orang sakti yang ada di Kalua, yaitu Datu Jafar.
Datu Jafar diminta untuk mengikuti mereka ke Tampakang, dengan tujuan agar tidak ada lagi korban berikutnya. Lalu Datu Jafar ikut ke Tampakang dan beliau memanggil para buaya hampir ribuan ekor.Â
Lalu Datu Jafar berbicara, "Wahai buaya, karena kawanmu berbuat onar, kalian yang tidak tahu apa-apa juga kena. Hari ini, siapa yang belum menganut Islam, akan diislamkan, yang sudah Islam iringi kami.Â
Lalu Datu Jafar berkata, perbanyak sebut nama Allah, kami terpaksa membelah perut kalian." Buaya tersebut menangis, lalu dibelahlah perut buaya itu. Namun, ternyata tidak ada satupun sisa tulang manusia di perut buaya tersebut.Â
Meskipun begitu Datu Jafar tetap berpesan kepada buaya agar menjauh dari Desa Tampakang, dan beliau akan mengutus dua buaya untuk menjaga Desa tersebut. Jadi, Desa Tampakang yang dulunya penuh dengan buaya, sekarang sudah tidak ada lagi dan desa tersebut sudah aman dari ancaman buaya.
Tradisi MasyarakatÂ
Menurut penuturan narasumber yang biasa dipanggil pa Ardiansyah sebagai mantan kepala desa Tampakang menjelaskan bahwa masyarakat desa tampakang masih menjalankan beberapa tradisi. Tradisi yang dijalankan ini merupakan adat yang dijalankan secara turun-temurun dan tidak boleh ditinggalkan.Â
Ada tradisi kawin bausung yang masih dijalankan namun hanya beberapa warga yang menjalankan adat itu. Kata Bausung diambil dari kata Usung yang bermakna gendong. Yaitu Sepasang Pengantin sebelum mereka bersanding di pelaminan (saat mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita) dilakukanlah adat bausung. Bausung diambil dari kata Usung yang bermakna gendong. Yaitu Sepasang Pengantin sebelum mereka bersanding di pelaminan (saat mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita) dilakukanlah adat bausung.
Dalam tradisi kawin bausung merupakan salah satu tradisi yang tidak boleh ditinggalkan oleh masyarakat setempat dalam menjalankan proses pernikahan. Tradisi Bausung ini hanya dilakukan oleh masyarakat keturunan Banjar kandangan.Â
Tradisi ini hanya diwariskan kepada anak laki-laki. Sedangkan dari pihak wanita, dapat melakukan tradisi Bausung karena ayahnya mewariskan tradisi tersebut pada putrinya.Â
Namun nantinya pihak perempuan tersebut tidak dapat mewariskan tradisi ini walaupun dia memiliki anak laki-laki.Tradisi Bausung sudah ada sejak zaman Kesultanan Banjar.Â
Awalnya, tradisi ini hanya untuk para bangsawan dan kalangan saudagar kaya saja. Namun pada perkembangannya, tradisi Bausung ini tidak lagi menjadi pesta pada kalangan orang kaya saja. Kini, sudah menjadi hiburan bagi masyarakat setempat pada setiap acara pernikahan.
Selain memiliki tradisi kawin bausung ada pula tradisi bemandi-mandi dan melaksanakan selamatan jika sudah memasuki musim banjir. Tradisi bamandi-mandi ini biasa disebut bapapai atau badudus.Â
Istilah bapapai berasal dari kata papai artinya percikan, yang digunakan oleh masyarakat banjar pada umumnya. Sedangkan istilah badudus digunakan oleh para anggota kerajaan dan juga bangsawan dahulu.
Tradisi bamandi-mandi ini sering kali dilakukan dalam berbagai perayaan seperti pernikahan dan manujuh bulanan kelahiran. Selama upacara bamandi-mandi, seseorang akan disiram atau mandi dengan air bunga, biasanya bunga melati dan lain sebagainya yang telah di letakkan dalam wadah yang sudah berisikan air khusus.
Dinamika Kehidupan Desa Tampakang
Berdasarkan wawancara yang dilakukan bersama Pa Arul, selaku ketua RT 6, Desa Tampakang memiliki sekitar 392 kepala keluarga. Dinamika kehidupan masyarakat di Desa Tampakang, Kecamatan Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan tergolong unik dan menarik.
Mayoritas mata pencaharian masyarakat disana adalah sebagai nelayan, peternak kerbau, dan petani rawa. Â Menurut informan kami, pendapatan nelayan disana tidak dapat diprediksi.Â
Dalam sehari, para nelayan bisa meraup keuntungan sebesar Rp. 50.000 hingga Rp. 100.000 atau bahkan lebih dari itu. Â Jenis ikan yang ada disana juga sangat beraneka ragam seperti ikan Baung, Lele, Nila, Gabus, Toman, dan lain sebagainya.Â
Desa ini juga terkenal dengan peternakan kerbau rawa yang menghasilkan susu dan daging berlimpah. Disisi lain, warga disana juga menjadi salah satu pengrajin yang berhasil. Mereka mampu menyulap rotan ataupun eceng gondok menjadi kerajinan seperti tikar, topi, tas, bakul, dan sebagainya. Kerajinan -- kerajinan tersebut kemudian dijual dan dipasarkan kepada masyarakat kota.
Masyarakat Desa Tampakang terkenal dengan kearifan lokalnya dalam menjaga kelestarian alam rawa. Kearifan lokal ini kemudian diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka.Â
Selain itu, desa Tampakang dihuni oleh berbagai suku bangsa, seperti Suku Banjar, Dayak, dan Melayu. Hal ini menciptakan keanekaragaman budaya yang kaya dan menjadi daya tarik tersendiri bagi desa ini.
Ada beberapa faktor yang menjadi tantangan bagi pengembangan ekonomi dan sosial des, yakni letak terpencil desa dan aksesibilitasnya yang masih tergolong sulit. Hampir keseluruhan wilayah desa Tampakang diselimuti oleh perairan rawa sehingga tidak ada akses untuk transportasi darat dan hanya mengandalkan transportasi air seperti speed boat, perahu, kapal mesin atau yang biasa disebut klotok oleh masyarakat setempat. Faktor lain yang menjadi tantangan adalah cuaca. Saat musim hujan tiba, desa ini sangat rawan terkena banjir sehingga dapat merusak infrastruktur dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Dinamika kehidupan di Desa Tampakang menunjukkan kemampuan masyarakat desa beradaptasi dengan lingkungan alam dan budayanya. Keunikan desa ini menjadikannya potensi wisata dan pengembangan ekonomi yang menjanjikan. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, kami berharap Desa Tampakang dapat terus berkembang menjadi desa yang makmur dan lestari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI