Datu Jafar diminta untuk mengikuti mereka ke Tampakang, dengan tujuan agar tidak ada lagi korban berikutnya. Lalu Datu Jafar ikut ke Tampakang dan beliau memanggil para buaya hampir ribuan ekor.Â
Lalu Datu Jafar berbicara, "Wahai buaya, karena kawanmu berbuat onar, kalian yang tidak tahu apa-apa juga kena. Hari ini, siapa yang belum menganut Islam, akan diislamkan, yang sudah Islam iringi kami.Â
Lalu Datu Jafar berkata, perbanyak sebut nama Allah, kami terpaksa membelah perut kalian." Buaya tersebut menangis, lalu dibelahlah perut buaya itu. Namun, ternyata tidak ada satupun sisa tulang manusia di perut buaya tersebut.Â
Meskipun begitu Datu Jafar tetap berpesan kepada buaya agar menjauh dari Desa Tampakang, dan beliau akan mengutus dua buaya untuk menjaga Desa tersebut. Jadi, Desa Tampakang yang dulunya penuh dengan buaya, sekarang sudah tidak ada lagi dan desa tersebut sudah aman dari ancaman buaya.
Tradisi MasyarakatÂ
Menurut penuturan narasumber yang biasa dipanggil pa Ardiansyah sebagai mantan kepala desa Tampakang menjelaskan bahwa masyarakat desa tampakang masih menjalankan beberapa tradisi. Tradisi yang dijalankan ini merupakan adat yang dijalankan secara turun-temurun dan tidak boleh ditinggalkan.Â
Ada tradisi kawin bausung yang masih dijalankan namun hanya beberapa warga yang menjalankan adat itu. Kata Bausung diambil dari kata Usung yang bermakna gendong. Yaitu Sepasang Pengantin sebelum mereka bersanding di pelaminan (saat mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita) dilakukanlah adat bausung. Bausung diambil dari kata Usung yang bermakna gendong. Yaitu Sepasang Pengantin sebelum mereka bersanding di pelaminan (saat mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita) dilakukanlah adat bausung.
Dalam tradisi kawin bausung merupakan salah satu tradisi yang tidak boleh ditinggalkan oleh masyarakat setempat dalam menjalankan proses pernikahan. Tradisi Bausung ini hanya dilakukan oleh masyarakat keturunan Banjar kandangan.Â
Tradisi ini hanya diwariskan kepada anak laki-laki. Sedangkan dari pihak wanita, dapat melakukan tradisi Bausung karena ayahnya mewariskan tradisi tersebut pada putrinya.Â
Namun nantinya pihak perempuan tersebut tidak dapat mewariskan tradisi ini walaupun dia memiliki anak laki-laki.Tradisi Bausung sudah ada sejak zaman Kesultanan Banjar.Â
Awalnya, tradisi ini hanya untuk para bangsawan dan kalangan saudagar kaya saja. Namun pada perkembangannya, tradisi Bausung ini tidak lagi menjadi pesta pada kalangan orang kaya saja. Kini, sudah menjadi hiburan bagi masyarakat setempat pada setiap acara pernikahan.
Selain memiliki tradisi kawin bausung ada pula tradisi bemandi-mandi dan melaksanakan selamatan jika sudah memasuki musim banjir. Tradisi bamandi-mandi ini biasa disebut bapapai atau badudus.Â