Mohon tunggu...
Ghilda Azzahrah
Ghilda Azzahrah Mohon Tunggu... Penulis - ghilda azzahrah

tulisan adalah kontribusi nyata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektifitas UU ITE di Kalangan Masyarakat

19 Juni 2021   00:26 Diperbarui: 19 Juni 2021   00:29 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan dan kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi serta informasi semakin pesat dan tentu hal tersebut sudah menjadi kebutuhan bagi manusia sebagai makhluk sosial. Maka dari itu pada era teknologi serta informasi saat ini memiliki peluang untuk kemajuan peradaban serta meningkatnya produktivitas dan efisiensi manusia dalam berkomunikasi. Negara Indonesia sebagai negara maju tentu tak menutup mata dari perkembangan teknologi komunikasi informasi dalam ranah dunia digital berdasarkan data badan pusat statistik telekomunikasi Indonesia pada tahun 2019 persentase pengguna telepon seluler terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2019 mencapai 63,53% serta peningkatan pada pengguna komputer sebesar 73,75% dan kepemilikan pengakses internet rumah tangga sebesar 18,78% , meningkatnya jumlah pengakses internet pada tahun 2019 47,69% .

Angka tersebut akan terus meningkat seiring dengan berkembangnya berbagai macam inovasi teknologi informasi komunikasi maka dari itu pemerintah haruslah mengeluarkan aturan perundangan-undangan terkait pola komunikasi pada ranah media digital. Maka dari itu dewan perwakilan rakyat (DPR) beserta jajaran pemerintah merumuskan, mengeluarkan serta mengesahkan Undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau (UU ITE) nomor 11 tahun 2018. Namun pada penerapan UU ITE nomor 11 tahun 2018 banyak menimbulkan polemik pro dan kontra di masyarakat. Masyarakat yang pro tentu sangat mengapresiasi dan antusias upaya pemerintah untuk menerapkan aturan dalam media digital yang mana UU ITE adalah cyberlaw pertama di Indonesia. Sementara beberapa pihak yang kontra terhadap UU ITE no 11 tahun 2018 memiliki anggapan bahwa UU ITE membatasi ruang gerak masyarakat di media digital, melanggar prinsip hak asasi manusia (HAM), membatasi kreatifitas masyarakat indonesia dalam bermedia.

Sejatinya UU ITE telah disahkan pada tahun 2008 dan telah menjerat beberapa kalangan masyarakat pengguna internet, terutama terkait pencemaran nama baik yang tertulis pada pasal 27 ayat (3) yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Kasus pelanggaran UU ITE menimpa tersangka Prita Mulyasari pada tahun 2009 kasus ini cukup menyita perhatian publik pasalnya pada kasus tersebut Prita Mulyasari menulis e-mail terkait pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional yang kemudian mengantarkan tersangka pada kasus hukum dengan dakwaan pencemaran nama baik dengan sanksi pidana kurungan penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 1 miliar. Selang beberapa tahun setelah kasus tersebut ternyata pada tahun 2020 kasus yang sama kembali terulang dan menjerat beberapa tokoh masyarakat adapun diantaranya adalah ustadz Maaher At-Thuwailibi ditangkap oleh pihak kepolisian pada kamis 3 Desember 2020 pada pagi hari di kediamannya. Dugaan kasusnya adalah ujaran kebencian melalui media sosial, Jerinx seorang musisi Indonesia terjerat kasus pelanggaran UU ITE tentang ujaran kebencian kepada ikatan dokter Indonesia (IDI) dengan vonis hukuman kurungan 3 tahun penjara, denda Rp. 10 jt dan subside 3 bulan kurungan, Sugik Nur Raharja atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Nur ini ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ujaran kebencian yang ditujukan kepada salah satu ormas keagamaan di Indonesia yaitu Nahdhatul Ulama, Refly Harun seorang pakar hukum tata negara juga terseret kasus ujaran kebencian bersama Gus Nur pasalnya konten yang diduga ujaran kebencian dipublikasikan melalui akun youtube milik Refly Harun maka dari itu pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan meminta keterangan kepada Refly Harun, Ravio Patra yang dikenal dengan aktivis kebijakan publik ini ditangkap oleh polda metro jaya 23 April 2020 di kediamannya menurut kabid humas Polda Metro Jaya Kombes pol. Yusri Yunus mengungkapkan bahwa Ravio Patra diduga telah mempublikasikan ujaran kebencian yang dapat mengundang masyarakat untuk melakukan tindakan pidana di tengah pandemi covid-19.

Dari beberapa kasus diatas ada beberapa hal yang dipelajari dan dipahami asal mula lahirnya UU ITE ditengah-tengah masyarakat. Penyusunan UU ITE adalah gabungan dari dua RUU yaitu RUU tindak pidana Teknologi Informasi dari Universitas Padjajaran serta RUU E-Commerce dari Universitas Indonesia namun pada tahun 2003 kedua RUU tersebut resmi digabungkan menjadi satu naskah RUU yang akan diajukan kepada DPR untuk dibahas secara lebih lanjut, pada tahun 2005 Departemen Kominfo membentuk panitia kerja yang beranggotakan 50 orang dan pembahasan RUU dilakukan selama 3 tahun lamanya yaitu pada tahun 2005-2007 yang mana pada tanggal 21 April 2008 kedua RUU tersebut resmi dijadikan UU. Terdapat dua komponen dalam UU ITE No 11 tahun 2008 , bagian pertama yaitu membahas serta mengatur tentang market place,nama domain,tanda tangan elektronik baik yang digital yang didalamnya mengandung algoritma private,public key infrastructure serta non digital seperti scan tanda tangan,password,pin, sidik jari maka dari itu UU ITE ini adalah alat bukti hukum yang sah mengenai informasi dan dokumen elektronik yang tertera dalam BAB III pasal 5 yang berbunyi:

1. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah

2. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia

3. informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini

4. ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis

b)   surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta

BAB X pasal 44 yang berbunyi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun