Mohon tunggu...
Al Gifari
Al Gifari Mohon Tunggu... Lulusan Sarjana Hukum | Pernah nulis jurnal, artikel, sampai caption galau | Meneliti realita, menulis pakai hati (dan sedikit sarkasme)

Membawa keresahan lokal ke ruang publik. Menulis tentang lingkungan, budaya, dan realita sosial. Kalau tulisan saya bikin kamu nggak nyaman, mungkin karena kenyataannya emang begitu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aura Farming dan Soft Power Baru Anak Muda Indonesia

22 Juli 2025   15:28 Diperbarui: 22 Juli 2025   17:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aura Farming (Sumber: Tik Tok Pacu Jalur Street)

Kenapa ini menarik untuk dibahas serius? Karena tren seperti ini menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia mulai menciptakan narasi sendiri tentang siapa mereka, di luar citra formal yang selama ini dibentuk oleh negara atau media.

Aura Farming menunjukkan bahwa kita tidak perlu menjadi "barat" untuk bisa mendunia. Kita bisa tampil dengan ciri khas lokal: ekspresi tenang, aura desa, wajah-wajah non-artis, atau latar belakang rumah sederhana. Dan tetap bisa mendapat 1 juta views di TikTok.

Lebih jauh, ini juga menunjukkan ada kerinduan publik terhadap ketenangan, keaslian, dan kesederhanaan. Mungkin, dunia sedang lelah dengan noise. Maka muncul tren di mana "diam" justru jadi daya. "Aura" jadi modal sosial. "Kehadiran" jadi konten.

Internet Memberi Panggung, Budaya Memberi Isi

Banyak yang meremehkan tren seperti ini, menyebutnya tidak penting atau "hanya viral sesaat." Namun justru karena ia muncul dari bawah, dari rakyat biasa, ia lebih merepresentasikan wajah Indonesia yang nyata.

Dulu, untuk tampil di televisi nasional, kamu harus cantik, lucu, atau punya bakat nyanyi. Sekarang, untuk masuk FYP dunia, kamu cukup jadi diri sendiri dengan aura yang natural, sikap yang tenang, dan ekspresi yang tidak dibuat-buat.

Inilah kekuatan internet jika dipadukan dengan budaya lokal. Kita bisa menjangkau dunia tanpa harus pindah ke ibu kota. Tanpa perlu koneksi artis. Tanpa perlu bayar buzzer.

Kekuatan Diaspora Digital Indonesia

Menariknya, audiens luar negeri justru tertarik lebih dulu. Banyak komentar dalam bahasa Inggris, Korea, Spanyol, hingga Arab di konten-konten "Aura Farming." Ini artinya daya tarik kita sudah menembus batas bahasa dan budaya.

Bayangkan jika tren ini dikelola baik oleh komunitas atau bahkan negara, bisa jadi ini semacam "new digital diplomacy" di mana budaya tenang, santun, dan spiritualitas Indonesia tampil secara natural di ranah global.

Tentu bukan berarti semua orang harus diam untuk bisa viral. Tapi kehadiran tren ini adalah bukti bahwa ada celah bagi budaya kita untuk hadir secara otentik di dunia digital. Bukan lewat copy-paste dari luar, tapi lewat daya tarik lokal yang universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun