Mohon tunggu...
Gusty Fahik
Gusty Fahik Mohon Tunggu... Administrasi - Ayah dan pekerja. Menulis untuk tetap melangkah.

I'm not who I am I'm who I am not (Sartre)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Lepaskanlah Senja

29 Januari 2019   14:00 Diperbarui: 22 Februari 2019   19:14 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: dokumentasi pribadi

Suatu waktu pernah kau bilang,
senja akan telalu singkat dilaknati mulut-mulut lapar
menanti malam menurunkan embun
dan bulan yang sekuning mata kucing itu berlalu di atas tubuhmu
yang tak lagi seindah gitar yang dawainya bergetar
dalam perut anak-anak kerempeng kekurangan gizi,
bocah-bocah putus harapan yang saban hari kau jumpai
gentayangan di bawah lampu merah kotamu
menjajakan koran dengan suara yang kian cempreng
akibat polusi dan debu jalanan?

Senja akan terlalu singkat, sayang
dan senyummu pun tak akan berarti apa-apa lagi,
seumpama janji-janji hampa para politikus gagah
yang posternya bertebaran di seantero kota,
dengan senyum yang dipoles di studio foto demi merayu
suara orang-orang kalah yang tak segan menjual haknya
demi lembar-lembar rupiah untuk bertahan hidup?

Kau lihat?
Poster-poster yang bergelantungan di pohon-pohon itu tetap tersenyum,
ketika orang-orangmu digiring seperti sampah yang dipungut
untuk dijual tanpa belas kasihan
Kau lihat?
Poster-poster itu tidak meneteskan air mata,
meski peti-peti mati terus berdatangan dari penjuru negeri
untuk ditanam di rahim bumi pertiwinya.

Saudara-saudaramu dijual dan mati seperti budak dari masa lampau,
Sampai kapan kau terus mengatup bibirmu, sayang?
Tak bisakah kau bersuara atas nama mereka?

Aku tahu,
Senja yang singkat akan menemukan paginya yang lain
di mana akan kau jumpai lembar koran memuat potret anak-anakmu
bermain di antara tumpukan sampah,
tak ada lagi pohon-pohon,
air matamu akan berubah menjadi mata air,
disengat bumi yang semakin panas,

Mungkin kau akan merindukanku dalam diam yang panjang
seperti ceruk lautan yang dalam, menyimpan setiap rahasia bumi dan langit
kau akan merindukan pohon-pohon yang dulu kita tanam bersama,
taman bunga yang pernah mekar, dan embun yang membasuh kaki jelatamu.

Senja akan berlalu, dan kau ingin mengubur semua keburukan ini bersama malam
tapi kita akan bersama lagi, merawat ibu bumi dan harapan-harapan baru
sebab hidup terlalu berharga untuk tenggelam bersama pekat malam,

Biarkan senja ini berlalu, sayang
lepaskanlah senja....

Koe 17-19
Gusty Fahik, Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (KampungNTT)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun