Mohon tunggu...
Gerald Limat Hasian
Gerald Limat Hasian Mohon Tunggu... Lainnya - Founder of Public Policy Institute | Content Creator | Economic Analyst

doing the best to get your dream.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Peningkatan Utang Pemerintah RI dan Solusi Pendanaan di Tengah Ketidakpastian Global

23 Oktober 2020   22:16 Diperbarui: 24 Oktober 2020   05:38 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid 19 telah menyebabkan keadaan global menjadi tak menentu melihat penemuan vaksin sampai saat ini belum ditemukan secara pasti walaupun sudah ada beberapa produk sedang uji klinis dan Uji Tahap ke III seperti Sinovac antivirus berasal dari China. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia terus mencari antivirus secepatnya agar dapat diproduksi secara massal.

Pada tahap ini, Pemerintah Indonesia juga harus memikirkan keadaan ekonomi Indonesia yang pada Kuartal ke II Indonesia mengalami kontraksi Pertumbuhan Ekonomi Rill sebesar   -5,3% dan diprediksi pada kuartal ke III akan -2,9% atau kita akan masuk kedalam Resesi Technikal.

Resesi Technical adalah kontraksi pertumbuhan ekonomi secara 2 kuartal secara berturut-turut. Resesi ini berdasarkan siklus bisnis berada pada posisi peak sampai trough.

faisalbasri.com
faisalbasri.com
Periode dari trough sampai peak disebut recovery, aktivitas ekonomi mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh kenaikan PDB riil. Dalam periode recovery, Pemerintah Indonesia dan BI berusaha meningkatkan ekonomi melalui berbagai kebijakan baik kebijakan Fiskal, dan Moneter. 

Dari Kebijakan Fiskal pemerintah telah melakukan belanja  pemerintah. Berdasarkan data sampai akhir bulan September 2020 Pemerintah berhasil mengakselerasi Belanja Negara sebesar Rp1.841,10 triliun atau sekitar 67,21% dari  Perpres 72/2020. Jumlah itu meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.211,40 triliun (61,3%) dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp629,70 triliun (82,4%).

Lalu pemerintah juga memotong pajak PPH pasal 21 dan PPH badan agar meringankan beban Industri yang terdampak serta pemberian bantuan UMKM sebesar Rp 2400.000.

Dari segi moneter Bank Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan Moneter seperti penurunan BI rate sebanyak 100 BPS sampai bulan Oktober 2020 pada suku bunga 4% dalam rangka meringankan kredit, Melakukan kebijakan Quantitive Easing(QE) atau pelonggaran Likuiditas dengan memberi surat hutang jangka panjang untuk meningkatkan perekonomian dan akan menarik pinjaman dan Investasi.

Akan tetapi, dengan melihat beberapa kebijakan pemerintah dalam menstabilkan perekonomian hal tersebut menyebakan defisit APBN semakin besar.

katadata.id
katadata.id
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit APBN mencapai Rp 682,1 triliun hingga September 2020, atau setara dengan 4,16% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit anggaran naik 170% jika dibandingkan realisasi pada tahun lalu yang hanya Rp 252,41 triliun atau 1,57% dari PDB. Hal itu yang menjadi perhatian pemerintah untuk menutup deficit APBN yang semakin membesar. Salah satunya adalah dengan melakukan pinjaman ke Luar negeri.

Kebijakan untuk melakukan pinjaman ke luar negeri ternyata tidak effektif  dalam menstabilkan perekonomian melihat dana yang dipinjam dialokasikan kepada Bantuan Sosial yang tidak tepat sasaran misalnya adalah Kartu Prakerja dimana yang seharusnya menerima bantuan ini adalah Unemployment atau pengangguran sebaliknya kebnyakan diterima oleh orang yang bekerja akibatnya tujuan yang harusnya meningkatkan daya beli masyarakat terutama adalah tingkat konsumsi secara agregat tidak effective malah menyebabkan hutang kita ke luar negeri semakin meningkat.

Berdasarkan data yang diambil dari Kemenkeu total outstanding utang pemerintah pusat sampai September 2020 telah mencapai Rp5.756,87 triliun atau tembus di angka 36,41 persen dari produk domestik bruto (PDB). Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dan dengan tingkat deficit APBN yang terus meningkat kita harus membayar bunga yang jatuh tempo.

Apalagi, bila melihat kondisi ekonomi global yang masih goyah seperti Negara Adidaya Amerika Serikat yang ekonominya  mengalami kontraksi  sebesar 33%. Hal tersebut yang membuat kita sulit untuk mendapatkan dana bila tidak diatur kembali secara pendekatan politik agar Investor mau menanamkan modal dan memberikan Pijaman kepada Indonesia.

Solusi yang ditawarkan adalah bagaimana pemerintah melakukan Money Creation  dengan Pendekatan MMT (Modern Monetery Theory) kelebihan dari teori ini adalah dia melakukan pencetakan uang tetapi dialokasikan kepada sector rill yang membutuhkan sehingga tidak memberikan dampak High Inflation selain itu ditengah ketidakpastian global ini kita dapat menjaga nilai tukar kita karena mencetak uang sendiri dan mengurangi dampak eksternal yang mengguncang nilai tukar kita terutama karena ketergantungan terhadap dollar Amerika Serikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun