Kalau bicara tentang BPJS, mungkin masih banyak orang yang berpikiran negatif padanya. Pelayanan yang buruk dan fasilitas yang tidak memadai menghantui pemberitaan-pemberitaan tentang BPJS. Saya juga dulu enggan menggunakan BPJS, tapi berhubung wajib dan harus ada, jadi ya pakai saja. Toh potongannya juga terbilang sangat terjangkau, jadi kalau tidak digunakan juga tidak apa-apa pikirku. Hingga satu waktu aku menggunakan BPJS untuk istriku. Persepsi buruk tentang BPJS banyak berubah.
Iya, awal tahun kemarin adalah momen dimana aku dan istri terpaksa menggunakan BPJS. Kata terpaksa ini saya gunakan lantaran buruknya pemberitaan di media tentang BPJS. Pemberitaan buruk ini sukses membuat saya untuk takut menggunakan BPJS. Tapi apa daya, karena ketika itu tidak ada biaya ya pakai saja, kan katanya gratis. Jadi ya pakai saja.
Aku dan istri memutuskan untuk menggunakan BPJS ini untuk persalinan anak pertama kami. Awal-awal kami melakukan checkup di salah satu rumah sakit swasta di Cinere. Biaya yang kami keluarkan pun tidak sedikit, minimal sekali kunjungan kami merogoh kocek 500 ribu. Belum kalau ada pemeriksaan lab dan lain-lain, bisa mencapai angka di atas 2 juta sekali jalan. Tapi memang, pelayanannya jangan ditanya, tidak pernah sekalipun kami diberikan kode untuk keluar. Kami juga bebas bertanya apapun di sini, sangat ramah.
Pada usia kandungan istri menginjak usia 7 bulan, kami memutuskan untuk menjajal pemeriksaan di bidan dengan menggunakan BPJS. Bidan yang kami sambangi tentu sesuai dengan Faskes 1 dimana kami terdaftar, yaitu Klinik Marinir, Cilandak.
Sebagai catatan, untuk pemeriksaan ke fasilitas lanjutan, pasien ibu hamil hanya diberi kesempatan untuk tiga kali kunjungan saja. Oh iya, mungkin banyak yang belum tahu tentang faskes di BPJS. Jadi begini, setiap anggota BPJS boleh memilih faskes untuk pintu pertama pelayanan, disebut faskes 1. Biasanya faskes 1 ini berupa klinik atau puskesmas milik pemerintah yang tersebar di setiap kelurahan. Jika keluhan penyakit tidak bisa ditangani di faskes 1, maka akan dirujuk pada tingkat yang lebih atas, bisa berupa rumah sakit kelas C atau kelas B yang terdekat yang ada di daerah tersebut.
Jadi, jika ada kabar pasien BPJS ditolak di rumah sakit biasanya karena pasien tersebut nakal dan tidak membawa rujukan dari faskes 1 dimana dia terdaftar. Sama juga untuk pasien ibu hamil. Jika ingin melakukan USG, maka bisa meminta rujukan di faskes 1 untuk kemudian datang ke rumah sakit yang ditunjuk. Ingat, tempo rujukan adalah satu bulan, jadi waktu satu bulan itu adalah tempo pasien untuk datang ke rumah sakit. Dan jika sudah lewat masa waktunya, maka harus buat rujukan baru. Dan untuk ibu hamil yang menggunakan jasa BPJS, hanya bisa menggunakan rujukan ke rumah sakit hanya sebanyak tiga kali. Jadi gunakan di trimester terakhir saja. Kecuali jika mengalami kasus khusus yang hanya bisa ditangani oleh rumah sakit.
Kamipun menggunakan fasilitas pemeriksaan kandungan ke jenjang fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Kami dirujuk ke RS Aulia di dekat Ragunan. Kami pikir karena dokternya sore, maka akan lebih santai dan kami pasti kebagian. Tapi ternyata praduga positif kami tidak terjadi. Kami datang sejak maghrib, menunggu hingga hampir pukul 9 malam. Eh ternyata sang dokter harus meninggalkan ruang praktiknya karena ada operasi mendesak pada jam tersebut. Sungguh dokter yang luar biasa, dan kami yang sudah kelelahan menunggu lebih memilih untuk pulang ketimbang menunggu lagi operasi selesai.
Lantas kami membuat rujukan baru ke Rumah Sakit yang sama dan dokter yang sama pada tanggal 2 Januari 2016. Tapi belum tiba pada tanggal tersebut, ketuban istri pecah pada 1 Januari pagi. Aku yang panik, langsung membawa istri ke RS Aulia dimana kami dirujuk untuk kontrol pada tanggal 2 Januari. Kami langsung menuju ruang unit gawat darurat. Istri diperiksa dan kemudian dokter jaga memeriksa ketersediaan kamar.
Demi ALLAH ketika dokter jaga bilang tidak ada kamar, pikiranku sudah sangat jelek terhadap BPJS ini. Mungkin ini adalah trik rumah sakit ini untuk menolak pasien BPJS. Karena memang setahuku rumah sakit swasta merasa rugi dengan adanya BPJS sehingga jatah untuk penerimaan pasien BPJS dibatasi. Istriku sebenarnya sudah kepingin untuk ke rumah sakit swasta saja, bongkar tabungan tak apa katanya. Tapi aku masih menaruh harapan untuk BPJS, dari RS Aulia, kami dirujuk ke Rumah Sakit Marinir.