Tipe rumah sakit di atas bisa digunakan untuk menganalisa kemana pelayanan fasilitas kesehatan lanjutan dari faskes 1 tempat kita terdaftar.
Cerita mengenai gratisnya menggunakan BPJS ini tentu diceritakan seluas-luasnya. Termasuk pada ayahku yang datang menjenguk cucu ke limanya ini. Katanya BPJS Kesehatan ini benar-benar bagus dan bermanfaat. Katanya, secara tidak sadar Indonesia berhasil mengurangi unsur mistis dan klenik dalam upaya penyembuhan. Betapa tidak, masuk puskesmas atau rumah sakit adalah hal yang mewah bagi orang-orang tidak mampu di daerah-daerah. Dengan BPJS Kesehatan, orang-orang lebih mudah mengakses fasilitas kesehatan. Buat apalagi datang ke dukun? Datang saja ke Puskesmas.
Belum lagi BPJS membuka pintu sehat bagi masyarakat tidak mampu tambahnya. Dengan gratisnya akses kesehatan bagi masyarakat tidak mampu, maka untuk hidup lebih sehat semakin mudah diakses. Dan tentunya dalam pertemuan masyarakat dengan dokter dalam bilik-bilik periksa tadi tentu terselip diskusi hangat antara pasien dan dokter. Nah dari diskusi hangat ini, tentu dokter banyak memberikan edukasi pada masyarakat tidak mampu ini. Seperti kebiasaan mencuci tangan, mencuci sayuran dan buah dan edukasi-edukasi lain yang diberikan oleh dokter. Aku sih optimis, dengan begini Indonesia akan menjadi jauh lebih sehat.
Ini pamungkas yang dibilang ayahku, BPJS Kesehatan itu sama seperti gotong royong. Ayahku kemudian bertanya, coba deh ingat-ingat, berapa iuran yang sudah dibayarkan pada BPJS? Setelah kuingat-ingat, BPJS milikku dan istri kira-kira baru berusia 5 bulan. Bayangkan kalau setiap bulan iuran 100 ribu. Berarti baru 500 ribu saja yang disetorkan. Tentu tidak akan cukup untuk membiayai biaya persalinan yang tercatat 12 juta lebih. Butuh waktu 60 bulan iuran baru tertutup. 60 bulan itu sekitar 5 tahun. Sadis kan prinsip gotong royong BPJS Kesehatan ini?

Pertama, penghargaan profesi tenaga kesehatan. Beberapa teman-teman dokter sering mengeluh betapa profesi mereka kemudian sangat minim sekali penghargaan. Bayangkan untuk sekali datang pasien, mereka hanya dihargai kurang dari 10 ribu. Itu curhat teman sekitar 2 tahun lalu sih. Sekarang mungkin sudah tidak ada lagi, atau mungkin masih ada yang mengalaminya? Jadi tidak heran kalau mudah sekali dokter menyarankan untuk operasi, karena biaya yang didapatkan dari hasil operasi lebih besar. Atau efek lainnya adalah menyepelekan pasien, selama belum kritis, maka masih bisa ditunda-tunda penanganannya.
Sekarang sepertinya kasus di atas sudah tidak terdengar lagi, mungkin dokter-dokter sudah mengerti manfaat BPJS atau bisa jadi penghargaan terhadap dokter, suster dan tenaga kesehatan lain sudah semakin membaik. Kan sedih juga, sudah kuliah mahal-mahal eh tapi penghargaan ilmunya sangat minim.
Kedua, Biaya penggantian terhadap rumah sakit yang menunggak. Secara hitungan kasar, BPJS Kesehatan ini sangat besar sekali dananya. Kalau mengacu bahwa BPJS Kesehatan sama seperti asuransi, maka pihak rumah sakit ini baru cair dananya setelah proses reimburse berhasil. Bayangkan jika proses pencairan pada rumah sakit ini tersendat. Rumah sakit punya biaya harian yang harus dikeluarkan bukan? Kalau pembayaran ini tersendat lantaran sistem yang belum baik, tentu sangat menyebalkan.
Belum lagi Indonesia masih lekat dengan istilah korupsi. Bayangkan kalau uang yang bermilyar-milyar yang harusnya dibayarkan ke rumah sakit ditunda pembayarannya selama tiga bulan lantaran dideposito terlebih dahulu? Banyak sekali untung uangnya, tapi juga banyak sekali rugi yang akan diderita oleh pihak rumah sakit. Akibatnya? Tentu tingkat kepercayaan rumah sakit terhadap BPJS akan semakin berkurang dan berdampak pada pelayanan terhadap pasien BPJS Kesehatan. Yang rugi siapa?
Ini yang terakhir, Ketiga, pentingnya edukasi bagi para peserta BPJS Kesehatan. Setiap peserta BPJS Kesehatan tentu punya fasilitas kesehatan tempat dia terdaftar. Bayangkan kalau tiba-tiba peserta BPJS langsung datang ke rumah sakit langsung. Tentu akan ditanya pengantar dari Puskesmas/Klinik faskes 1 terlebih dahulu, jika tidak ada, tentu akan ditolak dan tidak akan dilayani.
Nah, bayangkan kalau para peserta BPJS Kesehatan yang tidak tahu alur dan ketentuan BPJS Kesehatan ini baper dan update di sosial media atau sampai diangkat media, pasti sentimen yang akan timbul untuk BPJS Kesehatan akan negatif. Entah disebut tidak bermanfaat lah, tidak berguna lah, dan hal-hal negatif lainnya.