Mohon tunggu...
agoesryoga
agoesryoga Mohon Tunggu... PENULIS

membaca, menulis, foto, olah raga, politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

UUPA dan MoU Helsinki, Menjaga Damai Menegakkan Keadilan

6 Oktober 2025   22:49 Diperbarui: 6 Oktober 2025   22:49 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Laksamana Muflih Iskandar. Penulis adalah Mahasiswa asal Aceh di Program Doktor Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UUPA sejatinya bukan hanya kumpulan pasal hukum, melainkan roh moral dari perjanjian Helsinki. Di dalamnya terkandung cita-cita besar: rekonsiliasi, partisipasi rakyat, pengakuan budaya, dan penguatan keadilan sosial.

Namun, dalam dua dekade pelaksanaannya, sebagian amanat UUPA belum dijalankan secara utuh. Banyak ketentuan dijalankan setengah hati, bahkan ada yang diabaikan karena tarik-menarik kepentingan.

Salah satu contohnya adalah agenda keadilan transisional. MoU Helsinki dan UUPA sama-sama menegaskan pentingnya pengakuan terhadap korban pelanggaran HAM, rekonsiliasi sosial, dan penyembuhan luka masa lalu. Sayangnya, pelaksanaan amanat ini tersendat. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh baru berjalan sebagian, dan masih menghadapi tantangan politik serta anggaran.

Selain itu, semangat partai politik lokal yang dahulu menjadi simbol kedaulatan rakyat kini kerap kehilangan arah ideologis. Politik Aceh sering kali terjebak pada pragmatisme kekuasaan, bukan lagi perjuangan moral untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat sebagaimana semangat awal perjuangan damai.

Perdamaian yang Hidup, Bukan Sekadar Teks

Sebagai mahasiswa asal Aceh, lahir dan besar di Aceh, saya menekuni studi resolusi konflik, saya melihat bahwa tantangan Aceh hari ini bukan lagi menjaga damai dari ancaman kekerasan, tetapi menghidupkan kembali makna damai itu sendiri.

Perdamaian sejati adalah proses yang terus tumbuh, bukan sekadar hasil dari sebuah perjanjian. Ia hidup ketika masyarakat merasakan keadilan, ketika korban mendapatkan pengakuan, ketika anak-anak bisa bersekolah tanpa rasa takut, dan ketika pemerintah menjalankan amanah dengan jujur.

Karena itu, UUPA dan MoU Helsinki seharusnya dipahami sebagai living documents --- dokumen yang hidup, yang terus ditafsirkan dan diaktualisasikan dalam setiap kebijakan publik. Pemerintah Aceh dan para pemimpinnya tidak boleh memandang kedua dokumen itu sekadar warisan sejarah, tetapi sebagai pedoman moral dalam merancang masa depan Aceh.

Langkah Strategis untuk Pemimpin Aceh

Untuk menjadikan perdamaian lebih bermakna, ada beberapa langkah strategis yang perlu segera dilakukan oleh para pemimpin Aceh hari ini dan ke depan:

1. Reorientasi visi pembangunan Aceh. Fokuskan pembangunan pada pemberdayaan rakyat, bukan sekadar proyek fisik. Dana otonomi khusus harus diarahkan untuk memperkuat desa, petani, nelayan, dan pelaku usaha kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun