Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RKUHP: Gunakan Influencer, Kominfo tak Salah

14 Desember 2022   13:20 Diperbarui: 14 Desember 2022   13:22 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNNIndonesia.com

Penggunaan influencer oleh Kominfo untuk menyosialisasikan RKUHP mendapat kecaman netizen dalam dua hari terakhir. Anggaran yang dikucurkan oleh kementerian ini pun dipermasalahkan.

Kominfo Gunakan Influencer untuk Sosialisasikan RKUHP

"Influencer disuruh memposting caption tertentu yang berkaitan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Anggaran utk hal ini digelontorkan oleh Kominfo. Berapa besaran jumlahnya? Pemerintah ga mau menyebutkan berapa besaran jumlah yang digelontorkan untuk influencer pengesahan RKUHP," cuit pemilik akun @kidemangkompor pada 12 Desember 2022.

Konten-konten yang diunggah para influencer pendukung RKUHP itu diposting dengan menyertakan tagar #dukungkuhpnuatanindonesia dan #transparansiruukuhp.

Penggunaan influencer dalam sosialisasi RKUHP sebenarnya sudah ramai dibicarakan netijen sejak pengesahannya pada 6 November 2022. Dua hari kemudian Koran Tempo mengulasnya dengan judul " Menggalang Dukungan Lewat Influencer". Selanjutnya sejumlah media kompak menurunkan berita serupa.

Namun, ketika itu belum ada yang menyenggol Kominfo. Kementerian yang dipimpin Johnny G Plate ini baru disorot setelah Detik.com mengunggah laporan investigasinya pada 12 Desember 2022. Sepertinya wartawan Detik mengendus keterlibatan Kominfo karena para influencer itu memensen @djikp yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo.

Lewat judul "Barisan Influencer Peredam Kritik RKUHP", DetikX mengupas keterlibatan Kominfo dalam sosialisasi RKUHP yang dilakukan oleh sejumlah influencer.

Sebagaimana yang diberitakan sejumlah media, RKUHP yang baru saja disahkan oleh DPR RI mendapat banyak kecaman dari sejumlah elemen masyarakat. Pasalnya, pada RKUHP ditemukan sejumlah pasal yang dianggap terlalu melindungi pemerintah dan lembaga negara dari kritik masyarakat.

Di tengah banjir kecaman, sejumlah artis dan influencer tampil memberikan dukungannya kepada RKUHP. Dukungan itu disampaikan melalui akun media sosial masing-masing.

"KUHP yang berlaku saat ini masih peninggalan zaman kolonial. Usianya sudah 100 tahun lebih. Sudah saatnya kita punya KUHP produk asli Indonesia, yang tentunya menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan masyarakat saat ini," kata Mak Beti dalam unggahannya.

Selain Mak Beti, ada juga Tissa Biani, YouTuber, Edho Zell, hingga Alfy Saga yang memberikan dukungan atas pengesahan RKUHP.

"Saat ini pemerintah sedang berupaya dalam proses pembangunan hukum lewat RUU KUHP," tulis Tissa Biani lewat akun Instagramnya.

Jika diperhatikan, konten-konten yang diunggah para influencer tersebut terlihat janggal. Mereka tidak menggunakan bahasa anak muda atau anak gaul seperti biasanya. Karenanya muncul dugaan bila konten-konten itu diunggah berdasarkan template yang dibagikan kepada para influencer.

Parahnya lagi, Mak Beti secara terang-terangan menyebut kontroversi yang timbul dalam penyusunan RKUHP sebagai hoax. Konten Mak Beti ini blunder fatal karena kontroversi tidak sama dengan hoax. 

Dengan menyamakan perbedaan pendapat sama dengan hoax, konten yang diunggah Mak Beti ini bukan saja mencerminkan sikapnya yang anti-demokrasi, tetapi juga menguatkan pendapat bila RKUHP anti-kritik

Saking derasnya kecaman, para influencer pun sampai menghapus postingannya di media sosial. Kini konten-konten para influencer itu sudah tak ditemukan lagi. Namun, netijen sudah keburu menjepretnya.

Gunakan Influencer, Kominfo tak Salah

Kominfo melalui Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong mengakui telah membayar sejumlah influencer untuk menggalang dukungan terhadap RKUHP. Konten-konten yang diunggah oleh para influencer itu berisikan sisi positif dari RKUHP yang kerap disebut juga sebagai KUHP Baru. 

"Kita ini prinsipnya menggunakan segala jenis media yang tersedia untuk mensosialisasikan RKUHP, ya termasuk influencer," kata Usman kepada reporter detikX.

Sebagaimana yang dituturkan Usman, RKUHP akan terus dikampanyekan, bahkan setelah disahkan. Ditambahkan juga oleh Usman, kampanye terkait RKUHP sudah dilaksanakan sejak Agustus 2022.

Dalam sosialisasinya itu, Kominfo tidak bekerja sendiri. Usman mengaku pihaknya bekerja sama dengan komunitas Siberkreasi, komunitas digital yang dibesut Yosi Mokalu.

Namun, Yosi Mokalu membantahnya, Katanya Siberkreasi, tidak terlibat dalam proyek kampanye RKUHP dengan menggunakan influencer.

Usman tidak salah. Yosi pun tidak berhohong. Sebab, Siberkreasi merupakan komunitas digital yang didalamnya terdapat sejumlah sub komunitas yang bergerak secara otonom. Oleh Siberkreasi, sub-sub komunitas ini mendapatkan pelatihan melalui program School of Influencer atau Sekolah Influencer untuk melatih, membina, dan meningkatkan kecakapan digital para influencer di berbagai daerah.

Penggunaan jasa influencer di berbagai media oleh Kominfo tidak salah. Karena tugas Kominfo sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2015 Tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kominfo memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Para pengamat, banyak aktivis HAM, serta netijen menuding Kominfo menggunakan influencer untuk mengampanyekan atau menyosialisasikan hanya sisi baik dari RKUHP. Tudingan ini jelas salah besar. Sebab, kampanye atau sosialisasi memang untuk menginformasikan sisi positif untuk menggalang dukungan. Justru sangat tidak masuk akal bila dalam kampanyenya itu Kominfo juga menyosialisasikan sisi negatif dari RKUHP.

Terpenting, Kominfo atau pemerintah tidak melakukan pembungkaman terhadap kritik yang dialamatkan kepada RKUHP. Karena hal ini bertentangan dengan asas demokrasi dan konstitusi yang mengamanatkan kebebasan bersuara dan berpendapat.

Demikian juga dengan penggunaan anggarannya. Pembiayaan influencer dilakukan secara transparan dan diunggah di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Karena ketransparansiannya itu, Indonesia Corruption Watch dapat dengan mengetahui adanya dana sebesar Rp90.45 miliar yang digunakan untuk membayar influencer dari 2017-2020. Dari total dana tersebut, Kominfo menelan Rp10,83 miliar. Besarnya dana yang digunakan Kominfo ini terbilang kecil jika mengingat tugas dan fungsinya. 

Dengan tugas dan fungsi, tentu saja besaran dana yang dimilikinya, Kominfo bukan saja menggalang dukungan publik lewat para influencer, tetapi juga menggelar sosialisasi secara tatap muka di sejumlah daerah. Bahkan, Kominfo melakukan door to door dari kampus ke kampus.

Di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, misalnya, Kominfo menjelaskan tentang pentingnya RKUHP. Menurut Kominfo yang diwakili oleh Direktur Informasi Komunikasi Polhukam Kemenkominfo, Bambang Gunawan, negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum da salah satu proses yang tengah dilakukan adalah dengan merevisi RUU KUHP. 

Selain Undiknas, Kominfo pun melakukan sosialisasi ke Universitas Jenderal Soedirman dan sepuluh lokasi lainnya di Indonesia. Di semua tempat sosialisasi itu, Kominfo menghimpun masukan dan kritik dari kelompok intelektual.

Dari sederetan kerja yang dilakukannya dalam mensosialisasikan RKUHP, jelas Kominfo sudah di jalur yang benar sesuai tugas dan fungsinya, termasuk dengan penggunaan jasa influencer. Penggunaan jasa influencer ini dilakukan Kominfo mengingat di era digital, penyebaran informasi tentang RKUHP lebih mudah dilakukan lewat media sosial. Masyarakat pun dapat dengan mudah mengaksesnya.

Namun demikian, dalam sosialisasi RKUHP, termasuk yang dilakukan oleh influencer, Kominfo harus menghentikan narasi "KUHP Buatan Indonesia". Sebab, narasi ini kemudian melahirkan narasi pro dan anti kolonialisme. Kominfo pasti paham, perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar dan aksi penolakan RKUHP sama sekali tidak ada kaitannya dengan pro atau anti kolonialisme.

Piala Dunia 2022: Beda dari Baggio, Tak Ada Lorong Waktu untuk Ronaldo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun