Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HUT Ke-76 TNI: Pasukan Drone MQ-9 Reaper Incar Indonesia, Menkominfo Johnny Plate Siapkan Satelit SATRIA

6 Oktober 2021   11:11 Diperbarui: 6 Oktober 2021   11:48 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MQ-9 Reaper (Sumber DW.com)

"With an Eye on China, Reaper Drones Train for Maritime War," tulis Rachel S. Cohen sebagai judul berita yang dipublikasikan oleh Air Force Magazine pada 24 September 2020.

Sebagaimana yang diberitakan, Angkatan Udara AS melakukan latihan yang dinamai Agile Reaper 2020. Latihan ini melibatkan tiga buah drone MQ-9 Reaper milik 29th Attack Squadron yang berbasis di berbasis di Pangkalan Angkatan Udara Holloman di New Mexico.

Dalam latihan yang digelar pada 3 sampai 29 September 2020 di Pulau San Clemente, sekitar 60 mil di lepas pantai California ini, tentara AS berlatih melakukan serangkaian serangan udara dengan menggunakan drone MQ-9 Reaper. Selain itu, pasukan itu juga mendemonstrasikan kemampuannya dalam memindahkan MQ-9 dengan cepat ke segala lokasi, termasuk menuju lokasi yang tidak dikenal.

"It's a demonstration of our capability to rapidly move the MQ-9 anywhere in the world, to unfamiliar locations, and then get out and show the operational reach capabilities of the MQ-9 to provide maritime domain awareness to our joint service partners," papar Komandan 29th Attack Squadron Letkol Brian Davis kepada Air Force Magazine pada 21 September 2020.

Latihan pasukan drone AS yang diberitakan Air Force Magazine tersebut kemudian mendapat respon dari pemerintah China yang menudingnya sebagai aksi provokatif. 

Latihan Agile Reaper 2020 (Sumber Airforcemag.com)
Latihan Agile Reaper 2020 (Sumber Airforcemag.com)

Pada 29 September 2020 SCMP.com pun mengunggah tanggapannya dengan judul  "Does this US military uniform suggest it is preparing for war with China?". Menariknya, SCMP mengarahkan sorotannya pada badge bergambarkan siluet merah yang mirip peta China pada seragam tentara Amerika Serikat (AS) yang dikenakan selama latihan "Agile Reaper 2020".

MQ-9 Reaper MQ-9 Reaper yang mampu terbang sejauh 1.200 mil selama lebih dari 40 jam ini sempat populer pada awal 2020. Ketika itu, pada 3 Januari 2020, pesawat tak berawak buatan General Atomics Aeronautical Systems ini melancarkan serangan rudal ke mobil yang ditumpangi oleh Komandan IRGC Iran Mayjen Qassem Soleimani. 

Dianggap Pro-China, Indonesia Diincar Drone MQ-9 Reaper

Jika diperhatikan, badge atau emblem pada seragam tentara AS saat latihan "Agile Reaper 2020" bukan saja bergambar siluet mirip peta China, melainkan juga siluet mirip peta Indonesia. 

Siluet mirip peta Indonesia itu terlihat di bawah siluet mirip peta China dan menjadi latar dari tulisan "Agile Reaper 2020. Di situ terlihat siluet mirip peta Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan kepulauan Maluku.

Badge Agile Reaper 2020 (Sumber SCMP.com)
Badge Agile Reaper 2020 (Sumber SCMP.com)

Menariknya, papa badge hanya tergambar siluet mirip peta China dan Indonesia. Sementara, siluet yang mirip peta negara-negara lainnya yang secara geografis berada di antara China dan Indonesia, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina tidak tergambar.

Adanya siluet mirip peta Indonesia pada badge tentara AS merupakan isyarat bahwa Amerika Serikat memandang Indonesia sebagai sekutu China. 

Pandangan AS tentang posisi Indonesia dalam geopolitik, khususnya kawasan Laut China Selatan, dikuatkan juga dengan keluarnya laporan tahunan dari Departemen Pertahanan ke Kongres, yang berjudul "Perkembangan Militer dan Keamanan yang Melibatkan Republik Rakyat China 2020".

Dalam laporan itu, AS menyebut China menargetkan sejumlah negara di dunia sebagai tempat membangun pangkalan militer. Dan, salah satu negara yang disebutkan dalam laporan itu adalah Indonesia.

Hubungan Indonesia dengan AS pun merenggang. Kerenggangan ini ditandai dengan tidak dikunjunginya Indonesia dalam lawatan ke Asia Wapres AS Kamala Harris.  

Belakangan, pasca berdirinya AUKUS (pakta pertahanan yang beranggotakan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat) pada 15 September 2021, pandangan Indonesia sebagai negara yang pro-China semakin menguat.

Dalam situasi yang tidak mengenakkan bagi Indonesia itu, pada 18 September 2021, media Australia SkyNews mengedarkan rumor yang mengatakan Presiden Indonesia menolak kunjungan Perdana Menteri Australia Scott Morrison. 

Morrison yang tengah mengunjungi Washington, menurut rumor SkyNews, berencana mampir ke Jakarta, Namun, PM Australia itu terpaksa membatalkannya karena Jokowi memiliki jadwal kunjungan ke luar Jakarta.

Meski rumor tersebut telah dibantah oleh Kementerian Luar Negeri RI, namun stigma Indonesia sebagai negara pro-Beijing tetap menguat. Terlebih setelah media Australian lainnya, ABC, memberitakan tentang pembicaraan Morrison-Jokowi. Menurut ABC, Australia tetap akan mempertahankan kewajibannya berdasarkan perjanjian non-proliferasi nuklir (NPT) dan AUKUS akan berkontribusi pada stabilitas dan keseimbangan strategis di wilayah.

Tak ayal lagi, posisi Indonesia saat ini berada di tengah-tengah negara-negara yang memiliki senjata nuklir. Dari Barat, ada India dan Pakistan. Dari utara, ada China dan Korea Utara. Sementara dari selatan ada Australia dengan AUKUS-nya.

Tingkatkan Kekuatan Militer RI. Kemkominfo Siapkan Satria

Menurut update terakhir Global Fire Power yang dirilis pada 3 Maret 2021, kekuatan angkatan bersenjata Indonesia mencatatkan skor 0,2684 dengan 0.0000 sebagai skor yang sempurna, Dengan skornya itu, Indonesia menempati posisi ke 16 dari 140 negara. Skor ini juga bukan saja mengokohkan Indonesia sebagai negara terkuat di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga lebih kuat dari Australia.

Mengutip data yang dikumpulkan Global Fire Power Pada 2021, Indonesia memiliki sekitar 1 juta personel tentara dengan rincian 400 ribu militer aktif, 400 ribu pasukan cadangan, dan 280 ribu paramiliter.

Dengan kekuatan yang dimilikinya itu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjaga wilayah kedaulatan NKRI seluas 5.193.250 km, dengan rincian luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km dan luas lautan sekitar 3.273.810 km. 

Untuk mencakup luasnya wilayah NKRI itu, TNI membentuk 15 Komando Daerah Militer (Kodam), 3 Komando Armada Republik Indonesia (Koarmada), dan 3 Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas).

Untuk menjaga wilayah kedaulatan NKRI, TNI membutuhkan kualitas konektivitas antar organ-organnya, termasuk kesatuan-kesatuan yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Karena itulah TNI membutuhkan infrastruktur yang mampu mendukung kebutuhan komunikasinya. 

Sebagaimana yang diinformasikan, Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini tengah menyiapkan satelit yang diberi nama SATRIA yang merupakan akronim dari Satelit Multifungsi (SMF) Satelit Republik Indonesia (SATRIA). Satelit multifungsi yang ditargetkan mengangkasa pada 2023 ini merupakan solusi bagi daerah-daerah yang tidak terjangkau Proyek Palapa Ring.

SATRIA yang memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps ini menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) dengan frekuensi Ka-Band. Satelit yang oleh Menkominfo Johnny G Plate diproyeksikan mampu melayani 150 ribu titik di seluruh wilayah Indonesia ini akan melayani berbagai sektor, termasuk sektor pertahanan dan keamanan. Karenanya, secara langsung Satelit Satria dapat meningkatkan kemampuan TNI dalam menjaga kedaulatan NKRI.

Kolaborasi Kemkominfo-TNI

Perang terbuka di kawasan Laut China Selatan atau yang oleh Indonesia dinamakan Laut Natuna Utara memang masih jauh panggang dari api. Baik Amerika Serikat maupun China sampai detik ini masih menjaga diri masing-masing. Namun demikian, setiap negara yang terlibat dalam berbagai konflik di kawasan ini, termasuk Indonesia, perlu meningkatkan kekuatan militernya.

Selain itu, perang antara negara-negara yang merebutkan Laut China Selatan bukan hanya perang kekuatan militernya, melainkan juga perang siber, perang ekonomi, perang politik, dan perang informasi. 

Dalam kancah perang informasi, misalnya, Kemkominfo yang saat ini dibawah komando Johnny G Plate memiliki peran yang cukup vital. Kementerian ini menjadi garda terdepan dalam menghadapi konten-konten yang berpotensi menggerogoti kekuatan dan persatuan bangsa.

"Kolaborasi antara Kementerian Kominfo dan TNI perlu semakin diperkuat, terutama untuk menjamin pemanfaatan ruang digital agar berkontribusi positif bagi keamanan dan pertahanan digital Indonesia," jelas Menkominfo Johnny G Plate.

Ucapan itu disampaikan Johnny Plate saat menemui Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Markas Besar TNI Cilangkap pada 5 Mei 2021. Pada pertemuan itu juga diadakan untuk menindaklanjuti berbagai kerja sama di sektor digital yang selama ini telah dilakukan oleh Kementerian Kominfo dan TNI.

"Transformasi digital semakin mendorong kita untuk memperluas strategi pertahanan negara agar tidak hanya terbatas pada aspek pertahanan tradisional saja, namun juga mencakup aspek lainnya termasuk pertahanan digital dan pertahanan siber," tambah  Johnny.

Untuk itu, Kementerian Kominfo dan TNI akan terus mendorong kolaborasi lebih lanjut dalam hal penyiapan dan fasilitasi kebutuhan teknologi militer untuk kepentingan pertahanan serta keamanan, seperti pemanfaatan spektrum frekuensi untuk pertahanan negara. 

"Salah satu tugas utama Kementerian Kominfo adalah untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang merata di seluruh penjuru Tanah Air agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Hal ini membutuhkan kolaborasi yang kuat lintas sektor. Kami berharap TNI dapat turut berkolaborasi dan memberikan dukungan yang dapat menjadi modal kuat dalam keberlangsungan juga keamanan pembangunan infrastruktur TIK untuk kepentingan rakyat Indonesia," ujar Menteri Johnny seperti yang dikutip dalam Siaran Pers No.164/HM/KOMINFO/05/2021.

Dengan mengangkasanya Satelit SATRIA pada 2022 nanti, kolaborasi antara Kemkominfo-TNI pastinya akan dapat lebih meningkat lagi. Dengan adanya satelit ini juga, TNI bukan saja dapat meningkatkan sistem informasi dan komunikasinya, tetapi juga mampu meningkatkan kemampuan deteksinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun