Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skandal Jiwasraya: Setelah OJK, Bagaimana dengan Bakrie?

27 Juni 2020   10:01 Diperbarui: 27 Juni 2020   12:52 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PT Jiwasraya (Sumber: Kompas.com)

Seperti dalam artikel (Kasus Jiwasraya) Pembiaran OJK Ancam Stabilitas Sistem Keuangan ,Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diduga lalai dalam melaksanakan UU No. 21/2011 dalam mengawasi PT Jiwasraya. Bahkan, bisa juga didiga bila OJK melakukan pembiaran. 

Benar saja, kemarin, 25 Juni 2020, Kejaksaan Agung telah menetapkan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK periode 2017-2022 , Fakhri Hilim, sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi PT Jiwasraya.

"Bahwa Fakhri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A, pada tahun 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikkan oleh grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksa dana 13 MI yang penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono pada 25 Juni 2020 sebagaimana yang dikutip Tempo.co.

Penetapan Fakhri ini berdasarkan laporan Tim Pengawas DPTE yang mengungkapkan adanya penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal seperti yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fakhri. Akan tetapi, Fakhri tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana tersebut. 

Akibatnya, kata Hari, dari perbuatan Fakhri, produk reksadana pada 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun.

Milestone Jiwasrya

Berdasarkan "milestone-nya" PT Jiwasraya sebenarnya sudah mengalami kesulitan keuangan sejak 2002. Lantaran kesulitan itu, pada 2006 kerugian yang diderita BUMN yang bergerak di sektor asuransi ini terus membengkak. Dan, pada 2008, PT Jiwasraya menunjuk direksi barunya, Ketika itu, direksi baru menjalankan tugasnya dengan kondisi keuangan minus Rp 6,7 triliun.

Oleh karena kesulitan yang dialaminya, pada 2009 PT Jiwasraya menyurati Kementerian BUMN. Kepada "boss-nya" itu, PT Jiwasraya menyodorkan dua skema penyelamatan: Meminta PMN dan zero coupon bond atau PT Jiwasraya dilikuidasi. Namun, permintaan tersebut ditolak. PT Jiwasraya disarankan untuk self healing dengan segala cara. 

Saran Kementerian BUMN tersebut dieksekusi PT Jiwasraya pada tahun itu juga dengan meluncurkan produk JS Saving Plan. Lewat produk ini, keuangan PT Jiwasraya diperkirakan kembali sehat pada 2024.

Kronologi kasus Jiwasraya (Sumber: Dok Pri)
Kronologi kasus Jiwasraya (Sumber: Dok Pri)

Empat tahun berikutnya, keuangan PT Jiwasraya mulai membaik. Inilah yang menjadi alasan Kementerian BUMN nyatakan PT Jiwasraya "merdeka" dari insolvency. Pernyataan ini sekaligus sebagai sinyal persetujuan bagi PT Jiwasraya untuk mensponsori klub sepak bola Manchester City.

Untuk mengimbangi JS Saving Plan, pada 2015, PT Jiwasraya mulai mengembangkan bisnisnya dengan menanamkan uangnya di tempat-tempat yang menjamin return tinggi. 

Namun, pada 2016 BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional. Atas temuan BPK terserbut, Direksi PT Jiwasraya langsung menyelesaikan seluruh rekomendasi BPK.

Tahun berikutnya, meskipun berhasil membukukan laba Rp 360 M, PT Jiwasraya memperoleh opini tidak wajar dalam laporan pembukuan. Opini ini muncul karena PT Jiwasraya tidak mencantumkan cadangan premi.

Lantaran dililit sejumlah persoalan, khususnya masalah keuangan yang mengakibatkan terjadinya gagal bayar, PT Jiwasraya mengganti jajaran direksinya. Bukan cuma sekali-dua PT Jiwasraya mengganti punggawa direksinya. Pada 2018 sampai tiga kali mengganti jajaran direksinya.

Setelah OJK, Bagaimana Nasib Perusahaan Bakrie

Ditetapkannya Fakhri sebagai tersangka baru oleh Kejaksaan Agung merupakan langkah maju. Dan, sebagaimana yang diinformasikan sejumlah media, Kejaksaan Agung telah memeriksa oknum OJK sejak Januari 2020. 

Namun demikian, Kejaksaan Agung masih memiliki pekerjaan rumah lainnya, PR itu adalah menetapkan status bagi perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok Bakrie.

Di grup perusahaan Bakrie ini, nilai nominalnya yang dibenamkan PT Jiwasraya disebut-sebut mencapai Rp 3 triliun atau lebih besar dari yang dimainkan oleh Heru dan Benny. 

Sesuai pemeriksa tim audit, transaksi saham PT Jiwasraya dengan grup Bakrie ini bermula dari repo atau repurchase agreement pada 2004-2006. Pada periode itu, kelompok Bakrie tercatat banyak mengejar pendanaan yang dilakukan dengan cara menggadaikan sahamnya lewat sejumlah perusahaan sekuritas. Jika melihat milestone PT Jiwasraya, pada rentang periode tersebut PT Jiwasraya mengalami pembengkakan kerugian.  

Namun, langkah Kejaksaan Agung dalam memproses kasus PT Jiwasraya ini tergantung pada hasil audit BPK. Sementara, menurut informasi yang dibocorkan Tempo pada 7 Maret 2020, tim BPK yang menangani kasus ini terbelah. 

Keterbelahan inilah yang sampai sekarang membuat perusahaan Bakrie masih belum terseret dalam pusaran kasus PT Jiwasraya. 

Sekalipun Kejaksaan Agung sangat berhati-hati dalam menyentuh perusahaan Bakrie, namun, apabila indikatornya adalah kerugian negara, maka seharusnya perusahaan Bakrie akan bernasib sama dengan pelaku-pelaku lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun