Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Soal Kelompok yang "Goreng" Isu Rohingya, Tito Karnavian Benar!

7 September 2017   12:43 Diperbarui: 8 September 2017   16:22 9881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjuk rasa membakar poster bergambar tokoh Myanmar Aung San Suu Kyi di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Myanmar di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9/2017). Massa mengecam tindakan kekerasan terhadap umat Islam Rohingya dan menyerukan agar duta besar Myanmar diusir dari Indonesia.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Dari hasil pantauan Drone Emprit diketahui 25% kicauan tentang isu Rohingya yang dikaitkan dengan pemerintah bermuatan negatif. Sementara muatan positif hanya 7%.

Tetapi, karena Drone Emprit hanya memantau ujaran positif-negatif-netral untuk setiap katagorinya tanpa melakukan pemilahan atas keberpihakan pengguna Twitter, maka tidak diketahui kelompok mana yang menggoreng isu Rohingya untuk menyerang pemerintah Jokowi. Dengan kata lain, penggoreng isu Rohingya bisa siapa saja, termasuk kelompok pendukung Jokowi sendiri.

Namun demikian, sekalipun tidak diketahui kelompok mana yang memainkan isu Rohingya, pernyataan Kapolri benar. Memang ada kelompok tertentu yang memanfaatkan pembantaian etnis Rohingya untuk kepentingan politiknya. Bukan karena alasan agama, apalagi atas dasar kemanusiaan.

Sikap Kelompok Tertentu ("K" dan "T" ditulis dalam huruf besar) tersebut atas sebuah peristiwa pembantaian bisa terbaca saat terjadinya peristiwa "Rabaa".

Sekitar empat tahun yang lalu, setelah Presiden Mesir Muhamed Mursi digulingkan pada 3 Juli 2013, ratusan pendukungnya melancarkan aksi prores besar-besaran di Alun-alun Rabaa al-Adawiya, Kairo,

Para pendukung Mursi bukan hanya berunjuk rasa, tetapi juga melakukan serangkaian tindakan kekerasan kepada kelompok-kelompok yang dianggap terlibat dalam penggulingan Mursi. Akibatnya, kerusuhan meledak di sejumlah wilayah di Mesir.

Untuk meredakan situasi, Panglima Angkatan Bersenjata Mesir Jenderal As Sisi sekaligus tokoh sentral pelengseran Mursi menerjunkan pasukannya di Alun-alun Rabaa. Upaya pembubaran unjuk rasa pun dilakukan.

Akan tetapi, para pendukung Mursi melakukan perlawanan sengit. Bentrokan berdarah pun terjadi. Ratusan, bahkan ada yang mengatakan 2.500, pendukung Mursi tewas dalam peristiwa tersebut. Media pro-Mursi menyebut tragedi tersebut sebagai pembantaian.

Sontak, jutaan pendukung Mursi di seluruh dunia yang terikat dengan paham Ikhwanul Muslimin meneriakkan protes kerasnya. Mereka, termasuk di Indonesia, melakukan sejumlah aksi. Mulai dari doa bersama sampai memasang foto profi " Empat Jari" sebagai simbol Rabaa.

Pertanyaannya, apakah empati yang diberikan kepada ribuan korban tewas pembantaan tersebut atas dasar rasa kemanusiaan? Atau, apakah ungkapan empati itu berdasarkan atas persamaan agama?

Jika memang benar empati dan simpati itu diberikan karena dasar kemanusiaan atau agama, kenapa Kelompok Tertentu tersebut bungkam saat polisi Mesir (ketika itu Mesir masih dipimpin Mursi) membantai 30 orang di Port Said pada Januari 2013?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun