Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Kerajaan Fiktif, Neotribalisme, dan Sifat Manusia Indonesia

22 Januari 2020   13:22 Diperbarui: 23 Januari 2020   11:40 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: NewDesignFile.com)

Prasodjo mencontohkan praktek konsep neotribalisme misalnya pendukung fanatik sepakbola dan geng-geng. Selain kesamaan emosi dan pola pikir, dalam komunitas tersebut ada eksklusivitas dan hierarki. 

Nah, neotribalisme ini tumbuh dengan penambahan narasi, misalnya untuk kerajaan fiktif terdapat mitologi cerita kerajaan sebagai pembungkus narasi.

Mochtar Lubis, seorang sastrawan terkenal Indonesia, di tahun 1977 lalu pernah berpidato tentang ciri Manusia Indonesia sebagaimana diulas oleh National Geographic Indonesia. 

Saya tertarik untuk mengaitkan pidato Lubis ini dengan pendapat Prasodjo tentang neotribalisme, khususnya tentang sifat jiwa feodal atau feodalisme, percaya takhayul, artistik dan watak yang lemah.

Pertama, tentang jiwa feodal, rasanya kita perlu menengok makna tentang feodalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), feodalisme adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan.

Perjalanan sejarah Indonesia di masa lalu pernah diwarnai dengan sistem monarki sebelum sepenuhnya menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dulu ada banyak sekali kerajaan kecil di seluruh penjuru tanah air. Mungkin ada ratusan kerajaan.

Kondisi demikian memunculkan perbedaan golongan dalam lapisan masyarakat yaitu kalangan bangsawan atau ningrat dan kalangan orang biasa. Tentu saja kaum ningrat memiliki privilege yang berbeda dibandingkan dengan orang biasa. Misalnya ketika masa penjajahan dulu, hanya kaum ningrat yang boleh bersekolah.

Nah karena sejarah kemonarkian di Indonesia yang panjang hingga ribuan tahun lamanya, maka ketika Indonesia menerapkan sistem demokrasi, kemonarkian tidak lantas luruh.

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (atau Kesultanan Jogjakarta) adalah satu-satunya monarki di Indonesia yang diakui secara politik, yang ditetapkan menjadi sebuah Daerah Istimewa. Hal ini karena sejarah Kesultanan Jogjakarta sendiri cukup panjang yaitu sejak abad ke-17.

Sementara itu kemonarkian lain masih eksis namun tidak memiliki kekuatan politik sebagaimana Kesultanan Jogjakarta. Eksistensi kemonarkian kini dipresentasikan melalui event kultural misalnya festival budaya, kirab budaya dan lain-lain.

Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten misalnya, kerap menggelar event budaya semacam ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun