Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Berharap Mahkamah Konstitusi yang Anti-Suap

21 Juli 2023   17:15 Diperbarui: 21 Juli 2023   17:21 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) menuai pujian. Ini terjadi pertengahan Juni 2023, pasca-putusan MK yang memastikan sistem proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono misalnya. Ia mencuit di Twitter, "Keadilan berpihak pada kedewasaan demokrasi, hak rakyat dalam amanat Reformasi."

Ungkapan senada disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid. "Apresiasi dan terima kasih MK yang putus secara bijak, adil, sesuai aspirasi."

Putusan MK yang segaris lurus dengan opini publik tentulah menguatkan optimisme masyarakat, terhadap keberlangsungan peradaban konstitusi. Terlebih dalam upaya menjaga konstitusionalisme hukum Negara. Makna konstitusionalisme ada dua. Yaitu pembatasan kekuasaan absolut negara melalui konstitusi; dan, pembatasan kekuasaan melalui norma terkait dasar negara, konstitusional warga negara, serta kedudukan dan wewenang lembaga negara harus dimaknai sebagai pembatasan kekuasaan.

"Segaris lurus dengan opini publik"? Harapan ini dapat diperkuat dengan hasil survei lembaga Indikator Politik Indonesia periode Februari-Maret 2023. Lebih dari 80% responden menghendaki sistem proporsional terbuka, dan hanya 11% setuju sistem tertutup.


Dari sembilan partai di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang mendukung diterapkannya sistem coblos tanda gambar partai politik atau sistem tertutup. Delapan fraksi lainnya, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP, menolak usul tersebut.

Sumber: mkri.id
Sumber: mkri.id

Sebulan sebelumnya (Mei 2023), MK justru tak luput dari kritikan. Dipicu putusan MK tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MK menerima gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Masa jabatan pimpinan KPK yang harusnya berakhir pada akhir 2023 menjadi berhenti pada akhir 2024.

Kritik datang dari Anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang mempertanyakan kewenangan MK dalam memutuskan perpanjangan masa jabatan tersebut. Arsul menganggap, putusan yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK melampaui kewenangan MK.

Lembaga SETARA Institute juga mengkritik dengan pernyataan serupa. Menurut SETARA, soal batasan usia, batasan syarat menduduki jabatan, oleh MK dikategorikan sebagai opened legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk Undang-Undang yakni DPR dan Presiden.

Foto: mkri.id
Foto: mkri.id

Pada 13 Agustus 2023, MK genap berusia dua dasawarsa. Sebelumnya, dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan nasional, kebutuhan akan adanya mekanisme judicial review makin lama kian terasa.

Kebutuhan tersebut baru bisa dipenuhi setelah terjadi reformasi yang membuahkan perubahan UUD 1945 dalam empat tahap. Pada perubahan ketiga UUD 1945, dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK. Untuk merinci dan menindaklanjuti amanat Konstitusi tersebut, pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.

Setelah dilakukan pembahasan, akhirnya rancangan undang-undang tersebut disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003.

Pada hari itu juga, Undang-Undang tentang MK ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri. Ditilik dari aspek waktu, Indonesia merupakan negara ke-78 yang membentuk MK. Sekaligus, sebagai negara pertama di dunia yang membentuk MK pada abad ke-21. Tanggal 13 Agustus 2003 itu pula yang kemudian disepakati menjadi hari lahir MK.

Sumber: freepik.com
Sumber: freepik.com

Sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Dalam hal ini, untuk Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD; Memutus pembubaran parpol; Memutus perselisihan tentang hasil pemilu; dan, Memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

MK juga berwenang mengadili PHPKada atau perselisihan tentang hasil pemilihan kepala daerah. Pasca-Putusan 85/PUU-XX/2022, MK batalkan Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 dengan demikian, MK berwenang memeriksa dan memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Perjalanan 20 tahun MK sudah tentu kaya "warna" dalam dinamika konstitusi di negeri ini. Selama itu pula, apresiasi dan kritik yang ditujukan ke MK seharusnya dimaknai sebagai cermin terwujudnya "masyarakat sadar konstitusi".

Keterwujudan "masyarakat sadar konstitusi" memang menjadi satu dari tiga tujuan MK yang hendak dicapai dalam lima tahun ke depan. Ketiga tujuan itu adalah, pertama, terwujudnya sistem peradilan konstitusi yang bersih dan tepercaya. Tujuan ini mengarah pada kondisi aktivitas dalam setiap aspek proses peradilan di MK berlangsung sesuai dengan ketentuan, dilaksanakan secara cermat dan teliti, bebas dari intervensi, transparan, dan akuntabel. Kedua, terwujudnya masyarakat sadar Pancasila dan Konstitusi. Ketiga, terwujudnya putusan yang bermutu dan implementatif.  

Tercatat, selama 19 tahun melaksanakan kewenangannya, MK telah menerima 3.463 perkara untuk empat kewenangan yang telah dijalankan. Yakni, Pengujian Undang-Undang (PUU), Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN), Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada).

Rinciannya, dari 3.463 perkara, ada sebanyak 1.622 (perkara PUU), 29 (perkara SKLN), 676 (perkara PHPU), dan 1.136 (perkara PHP Kada). Dari 3.463 perkara di atas, hingga akhir 2022, sebanyak 3.444 perkara telah diputus dan 19 perkara masih dalam proses pemeriksaan.

Jika difokuskan sepanjang 2022, MK menangani 147 perkara, yaitu 143 perkara PUU dan 4 perkara PHP Kada. Dari 147 perkara tersebut, MK telah memutus sebanyak 124 perkara PUU, dan 4 perkara PHP Kada.

Sumber: Youtube MK RI
Sumber: Youtube MK RI

Sebegitu banyak perkara yang ditangani dan diputuskan MK. Patutlah apresiasi kembali disematkan ke MK. Tapi harus juga diingat, keberhasilan MK belum dapat diukur sebatas dari keberadaan putusan dari suatu perkara. Melainkan sampai pada bagaimana putusan itu dilaksanakan sehingga menjawab persoalan konstitusional yang terjadi di tengah masyarakat.

Putusan dikatakan bermutu dan implementatif manakala putusan dikonstruksi dengan argumentasi hukum yang berbobot, menjawab persoalan hukum Pemohon, dan memungkinkan untuk secara mudah dilaksanakan oleh adressat putusan. Masalahnya, hingga kini, masih terdapat putusan-putusan MK yang belum dilaksanakan oleh para stakeholders dengan berbagai alasan, antara lain ketidaktahuan terhadap putusan MK, perbedaan pemahaman terhadap putusan MK, ataupun dikarenakan kepentingan tertentu di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Karena putusan MK mengikat umum, pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan Undang-Undang yang telah diputus MK harus melaksanakan putusan itu.

Kita juga berharap, MK berintegritas dengan hakim-hakim konstitusi yang anti-suap. Integritas menjadi kata kunci kepercayaan publik. Dan, integritas tidak diwariskan secara DNA, melainkan dibentuk oleh proses dan etika. Mengutip futuris Amerika Serikat, R. Buckminster Fuller, "Integritas adalah inti dari semua keberhasilan."

Sumber: mkri.id
Sumber: mkri.id

Terkait tingkat kepercayaan publik ini, hasil survei Populi Center menunjukkan TNI menempati urutan teratas untuk lembaga negara yang paling dipercaya oleh para responden. Tingkat kepercayaan terhadap TNI, menurut hasil survei itu, mencapai 85,7 persen, kemudian diikuti oleh Presiden RI sebanyak 80,1 persen, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebanyak 71,5 persen, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 69,9 persen.

Masih menurut survei yang dilaksanakan 4-12 Mei 2023 itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meraih tingkat kepercayaan responden 69,6 persen, Mahkamah Agung (MA) 67,9 persen, Kejaksaan Agung 67,3 persen, Mahkamah Konstitusi (MK) 66,2 persen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 64,9 persen, DPR RI/DPRD 63,3 persen, DPD RI 61,3 persen, dan partai politik menjadi yang terendah dengan 59,3 persen.

Poin yang diraih MK cukup baik. Tapi, bila ingin ditingkatkan lebih tinggi lagi, maka integritas yang baik, harus terus jadi etos dan budaya kerja di MK. Salah satu integritas yang mudah mempengaruhi kepercayaan publik itu adalah tidak mudah goyah dengan tawaran suap. Penuturan hakim asal Inggris, Edward Coke, patut diresapi. Menurutnya, "Saya pikir suap itu kecil, tetapi kesalahannya besar."

Sumber: mkri.id
Sumber: mkri.id

Harapan agar MK anti-suap, sepertinya bukan hal yang mustahil. Tengok saja, realisasi dan capaian indikator kinerja Indeks Integritas 2022, yang mencapai Skor 83.15 atau melebihi target Skor 75. Sehingga capaian kinerja MK 110.87%, dan berdasarkan skala ordinal dikategorikan "Berhasil".

Indeks integritas MK mencapai skor 83.15 dari rentang interval 0-100. Ini sudah melebihi rata-rata indeks integritas dari seluruh peserta Sistem Pengawasan Internal (SPI) nasional yakni 71.94.

Sumber: mkri.id
Sumber: mkri.id

Catatan Kinerja MK 2022 menunjukkan, lembaga ini begitu menjaga integritas personal dan kelembagaan, dengan pengawasan internal terhadap pemberian yang ditengarai atau potensial menjadi gratifikasi. Itu dilakukan, baik kepada Hakim Konstitusi maupun pegawai. Tahun lalu, terdapat 21 laporan gratifikasi. 

Terlihat, MK menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjaga integritas itu. Selain prudent principle, MK juga mengimplementasikan prinsip keterbukaan (disclosure principle) dalam proses pelaksanaan kewenangannya.

Seluruh proses peradilan menggunakan dan memanfaatkan teknologi berbasis IT, terukur, dan berkepastian. Salah satunya, layanan simpel.mkri.id atau aplikasi untuk mengajukan permohonan online dan memberikan akses langsung kepada pihak terhadap perkara konstitusi yang berbasis web.

Seperti dimuat di situs mkri.id, keterbukaan atau transparansi, bagi MK merupakan ikhtiar menghapus stigma adanya "lorong gelap" di lembaga peradilan akibat proses yang cenderung tertutup. MK tegas menolak ketertutupan. Transparansi merupakan modal dasar bagi MK untuk mewujudkan peradilan yang bersih, modern, dan transparan.

Seluruh persidangan di MK berlangsung terbuka dan dapat diakses oleh publik baik secara langsung maupun melalui media. Persidangan juga dapat disaksikan secara live streaming melalui laman MK dan kanal YouTube MK. Keterbukaan ini tak bisa dipungkiri. Dua jempol!

Tinggal masalahnya, personal MK harus ajeg (konstan) menjaga integritas agar tak masuk "lorong gelap". Meski sulit, tapi MK sudah menegaskan untuk memagari kecenderungan ke arah sana. 

Misalnya, dengan tekad meningkatkan peran Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memperkuat peraturan pengelolaan konflik kepentingan baik terkait pemberian layanan penanganan perkara, pelaksanaan tugas pegawai, pengelolaan SDM dan anggaran.

Sumber: mkri.id
Sumber: mkri.id

MK juga siap mensosialisasikan whistleblowing system maupun sarana pengaduan lainnya baik kepada internal MK maupun kepada para stakeholders. 

Lalu, mengembangkan teknologi dan sistem-sistem aplikasi baik e-court maupun e-office yang memberikan kemudahan dan efisiensi dalam berkerja, serta diperkuat dengan akses yang terjamin keamanannya untuk menghindari terjadinya tindak pidana korupsi maupun penyelewengan lainnya. 

Selamat ulang tahun ke-20 MK. Teruslah menjaga integritas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun