Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kolaborasi, Kunci Ekosistem Dirgantara Indonesia "Terbang Lebih Tinggi" (2)

21 Desember 2022   06:50 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:52 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Co-Financing dan Joint-Financing. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Kedua, terkait ekonomi sirkular. “Ini erat hubungannya dengan apa yang disebut dengan energi terbarukan atau transisi energi, karena adanya ekonomi sirkular, dimana tidak akan ada lagi banyak hal yang kita buang menjadi sampah dan tidak digunakan lagi. Tapi material yang kita gunakan untuk membuat sesuatu itu, setelah barang tidak lagi digunakan, apakah nantinya layak digunakan? Bisa saja kita bongkar kembali menjadi sesuatu yang bisa digunakan lagi,” ujarnya.

Sejumlah pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)
Sejumlah pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)

Dampak penerapan ekonomi sirkular ini berimbas pada pembuatan desain pesawat. “Material seperti apa lagi yang tidak menggunakan logam untuk digunakan, entah plastik atau bisa juga yang terbaru seperti bio-material dan sebagainya. Tapi ini semua masih pada tahap awal dan menjadi satu hal yang akan menjadi pengembangan teknologi di industri dirgantara. Ini satu revolusi, yang dampaknya luar biasa,” tuturnya.

Ketiga, penggunaan teknologi digital. “Digitalisasi itu ada dampak tentunya kepada beberapa sistem pesawat terbang. Kayak misalnya struktur navigasi dan komunikasi. Atau juga pada sistem pengendalian pesawat terbang dengan adanya komputer, internet.
”Begitu juga setelah semua selesai dirakit melalui komputer, bahkan simulasi operasionalnya juga sekaligus diterapkan. Jadi, dulu kita kalau terbang atau di bidang aerodinamika dengan terowongan angin. Kini, masih diperlukan memang, tapi mungkin jumlah pengujiannya dikurangi berkat adanya simulasi komputer melalui apa yang namanya menyimulasikan aliran fluida di sekitar pesawat. Jadi seolah menjadi terowongan angin digital,” terangnya.

Pilot dan kru N219 menguji coba Negative G Test. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Pilot dan kru N219 menguji coba Negative G Test. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Semua ini, lanjut Ilham, agar kita lebih mengerti bagaimana kita bisa merancang bangun pesawat dengan lebih baik, benar, lebih efektif, efisien dan berkualitas tinggi. Juga dalam waktu yang lebih singkat, dan sekaligus yang paling penting adalah dengan satu cara yang paling aman. Karena kalau kita melihat perbandingan pengoperasian pesawat terbang penumpang per kilometer itu masih yang jauh lebih aman dibandingkan dengan semua moda transportasi lainnya,” urai putra sulung mantan Presiden RI BJ Habibie itu.
Untuk pengembangan industri kedirgantaraan, tukas Ilham, kini terpengaruh pada iklim, material baru sebagai wujud penerapan ekonomi sirkular. Dan sudah tentu tren digitalisasi.

‘Bukan Bangsa Burung Tapi Terbang Tinggi’

Guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, dibutuhkan kehadiran pesawat transportasi. Fungsinya, antara lain sebagai feeder aircraft antar-wilayah. Menurut Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi, pesawat pengumpan yang dimaksud adalah N219.

Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Executive Advisor PTDI dan Bappenas, Samudra Sukardi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

“Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, kita butuh satu pesawat transportasi yang namanya feeder aircraft atau pengumpan dari kota kecil ke kota besar, atau dari kota kecil ke kota kecil yang nantnya dikumpulkan di kota besar. Feeder aircraft ini adalah N219 yang sekarang sedang dikerjakan.

Kenapa N219 menjadi produk unggulan? Karena pesawatnya susah ditiru. Contoh, Singapura mau meniru bikin pesawat yang serupa, susah. Ini saja sudah berapa tahun belum selesai-selesai. Mustinya lima tahun selesai, tapi karena masalah-masalah yang kompleks. Jadi, “barrier to entry” untuk masuk ke situ tidaklah gampang,” ujarnya.

Samudra optimistis, N219 mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi pusat dan daerah. Bahkan mencegah keluarnya devisa, malah sebaliknya justru mendatangkan devisa. Juga memacu kemajuan teknologi, karena aircraft ini menggunakan teknologi yang paling tinggi (hitech). “Kita bukan bangsa burung tapi bisa terbang. Dan juga, sambil meningkatkan lapangan kerja,” katanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun