Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tenun Lebak Lauq di Sembalun Lawang Menolak Punah

11 Desember 2021   22:13 Diperbarui: 17 Desember 2021   21:27 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan menenun di Dusun Lebak Lauq, Sembalun Lawang, pada 2 Desember 2021. (Foto: Gapey Sandy)

Sesudah menuliskan kekhawatiran hilangnya ikon wisata di Desa Sembalun Lawang yaitu Desa Adat Beleq, kini beralih topik ke ikon berikutnya: Tenun Lebak Lauq.

Sebanyak 10 Kompasianer, pada 2 Desember 2021 lalu, menyambangi salah satu sentra "Kerajinan Tenun Lebak Lauq". Lokasinya ada di teras rumah Inaq Weniq, warga di Dusun Lebak Lauq, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur. Persisnya, tak jauh dari Bukit Selong dan Desa Adat Beleq, yang sama-sama satu dusun. Malah, kerajinan tenun ini tempatnya lebih dekat dengan jalan raya, dibandingkan Selong dan Beleq yang lebih agak ke arah ujung pemukiman.

Sore itu, hanya ada seorang perempuan setengah baya mengenakan jilbab biru yang sedang sibuk menenun. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang digunakannya nampak sudah dimakan usia. Tapi bilah-bilah balok kayunya masih kokoh, untuk menopang seluruh proses kreatif memproduksi kain tenun.

Hasil karya Kerajinan Tenun Dusun Lebak Lauq, Sembalun Lawang. (Foto: Gapey Sandy)
Hasil karya Kerajinan Tenun Dusun Lebak Lauq, Sembalun Lawang. (Foto: Gapey Sandy)
Kelihatan, benang yang ia gunakan berwarna-warni. Dominan coklat tua, ungu, dan coklat muda. Sesudahnya, ia gradasi juga hijau tosca dan hijau muda. Warna-warni yang menarik untuk sehelai kain tenun, wastra Nusantara maha karya itu.

Di atas kepala perempuan penenun itu nampak digantung kain-kain tenun beraneka corak warna dan motif. Itulah salah satu etalase untuk memasarkan tenun produksi Dusun Lebak Lauq. Motifnya didominasi garis-garis dengan perpaduan warna nan eksotis. Lihat, itu ada yang motif kotak-kotak dengan tiga warna gradasi keren, coklat tua, oranye, dan kuning.


Poko'e ajib banget warna-warninya!

Inaq Weniq, pimpinan Kerajinan Tenun Lebak Lauq. (Foto: Ade Andrie Mastiyanto)
Inaq Weniq, pimpinan Kerajinan Tenun Lebak Lauq. (Foto: Ade Andrie Mastiyanto)

Sentra "Kerajinan Tenun Lebak Lauq" beranggotakan sekitar 30 orang. Semuanya perempuan.

"Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang muda-muda mulai ikut menenun. Memang jumlah penenun ini belum banyak, karena kalau dibandingkan dengan masa lalu, hampir setiap rumah di Dusun Lebak Lauq, Desa Sembalun Lawang ini, punya alat tenun sendiri-sendiri. Selain itu, dulu masih banyak ditemukan pohon kapas di Lombok. Kapas dipilin dan dipintal untuk dijadikan benang tenun. Lalu, karena zaman semakin maju, tradisi menenun lambat laun malah ditinggalkan," cerita Inaq Weniq, pimpinan sentra tenun ini.

Inaq Weniq melanjutkan, dirinya mulai mencoba-coba menenun sejak kelas 4 SD. Lalu sesudah menikah, ia menekuni proses menenun secara lebih serius.

"Syukurlah, anak-anak perempuan muda di sini mulai suka menenun, tapi alat tenunnya tidak ada. Karena sudah terlanjur dijual, bahkan ada juga yang rusak kemudian dijadikan kayu bakar," tuturnya.

(Foto: Gapey Sandy)
(Foto: Gapey Sandy)

Pembuatan motif menenun di masa lalu, kenang Inaq Weniq, tidak boleh melanggar pakem motif yang sudah ada. "Harus sesuai seperti yang dibuat orang-orang tua dulu. Kalau melanggar bisa dianggap pamali. Tapi kini zaman sudah berubah, para penenun masa kini bebas berkreasi secara motif, meski tetap tidak boleh meninggalkan motif khas turun temurun yang sudah pernah ada," ungkapnya.

Salah satu keunggulan karya tenun yang dihasilkan sentra ini adalah penggunaan bahan-bahan pewarna alami.

Untuk mendapatkan warna merah pada benang misalnya, digunakan kulit Bayur (pterospermum javanicum). Bayur disebut-sebut punya kandungan antioksidan.

Mewarnai benang menjadi warna hijau dengan Daun Komak atau Kacang Koro. (Foto: Haryadi Yansyah)
Mewarnai benang menjadi warna hijau dengan Daun Komak atau Kacang Koro. (Foto: Haryadi Yansyah)

Pewarnaan benang menjadi hijau dengan Daun Komak atau Kacang Koro. (Foto: Haryadi Yansyah)
Pewarnaan benang menjadi hijau dengan Daun Komak atau Kacang Koro. (Foto: Haryadi Yansyah)
Warna kuning dihasilkan dari rimpang kunyit (curcuma longa). Kunyit memiliki kandungan antioksidan, antibakteri, pereda batuk, analgesic, dan antimikroba.

Warna hijau dihasilkan dari daun pegagan (centella asiatica), daun mint (mentha arvensis), daun pecut kuda (stachytarpeta). Pegagan digunakan sebagai anti-lepra dan penyembuh luka. Mint biasa dipakai mengobati antioksidan dan penghambat radikal bebas. Pecut kuda berkhasiat sebagai obat infeksi dan batu saluran kencing, rematik, sakit tenggorokan, pembersih darah, haid tidak teratur, keputihan dan hepatitis A.

Warna hijau juga diperoleh dari ekstrak daun Komak atau Kacang Koro. Khasiat Komak ini antara lain menjadi antioksidan dan anti-peradangan.

Warna ungu dihasilkan dari pewarnaan alami ekstrak blueberry, yang dipercaya mampu mengontrol tekanan darah, menurunkan risiko stroke, dan demineralisasi tulang.

Pohon Suren. (Foto: courtina.id)
Pohon Suren. (Foto: courtina.id)

Kulit Kayu Suren untuk pewarnaan benang tenun menjadi coklat kemerahan. (Foto: courtina.id)
Kulit Kayu Suren untuk pewarnaan benang tenun menjadi coklat kemerahan. (Foto: courtina.id)
Ada juga penggunaan lumpur jenis tertentu yang ditujukan untuk menghasilkan benang warna hitam.

Warna coklat diperoleh dari percampuran antara kunyit dan kayu akasia (acacia mangium). Kayu akasia mengandung tanin yang biasa digunakan sebagai produk kecantikan kulit. Akasia menjadi salah satu pohon yang purba yang ada di Sembalun.

Sedangkan warna coklat kemerahan diperoleh dari kulit kayu Pohon Suren (surian). Sejak lama diyakini, Suren punya khasiat antibiotik dan pereda diare.

Mengapa tulisan ini juga menyebutkan beberapa khasiat yang dipercaya berdampak positif bagi kesehatan, dari bahan-bahan alami tersebut?

Hasil penelitian menyebutkan, kain tenun dengan pewarna alami memiliki banyak keunggulan dari segi pemanfaatannya dibandingkan pewarna kimia sintetis. Antara lain, menyerap keringat, nyaman saat digunakan beraktivitas dan ketika tubuh berkeringat maka seluruh khasiat bahan alami tadi masuk ke tubuh, dan berefek sangat baik untuk kesehatan.

Wisatawan mancanegara belajar menenun di Sembalun Lawang. (Foto: ayukhartini.com)
Wisatawan mancanegara belajar menenun di Sembalun Lawang. (Foto: ayukhartini.com)

Di masa lalu, setiap perempuan di Desa Sembalun Lawang harus bisa menenun sejak dini. Bahkan dipercaya, anak gadis yang pandai menenun, kelak akan menjadi calon istri sekaligus calon ibu yang baik, pandai mengurus suami dan anak-anaknya.

Pandai menenun juga menjadi simbol bahwa perempuan itu sudah siap untuk menikah. Artinya, perempuan yang belum bisa menenun, pada masa lalu dianggap sebagai belum siap untuk menikah atau dinikahi. Mengapa? Karena menenun juga dianggap sebagai simbol ketekunan dan kesabaran.

Selain itu, berkembang pula kepercayaan unik terkait proses menenun di Sembalun Lawang ini. Yaitu, perempuan yang sedang haid atau datang bulan, biasanya akan dilarang untuk menenun. Larangan itu terkait alasan kesehatan.

Het weven van heilige doeken Sembalun Lombok. ca 1920. (Foto: pinterest Diana Dien)
Het weven van heilige doeken Sembalun Lombok. ca 1920. (Foto: pinterest Diana Dien)
Penjelasannya begini. Menenun merupakan kegiatan yang memberdayakan seluruh anggota tubuh, mulai dari tangan, kaki, kepala, hingga ke tulang ekor dan tulang belakang. Sehingga, jika ada perempuan yang sedang haid melakukan proses menenun, dikhawatirkan akan terganggu organ-organ tubuh bagian dalamnya.

Yang pasti, kegiatan menenun telah bergeser dari ranah pribadi yang pada masa lalu diidentikkan dengan "kesiapan menikah" dan "kecakapan mengurus suami serta anak-anak", menjadi aktivitas menenun yang mendukung sektor pariwisata daerah sekaligus meningkatkan perekonomian keluarga.

JANGAN SEMUA DI-SASAMBO-KAN

Terkait kain tenun ini, Nusa Tenggara Barat memang kaya dengan aneka motif. Bahkan rasanya, tiap Kabupaten punya motif sendiri-sendiri. Untuk itu, patut diperhatikan imbauan dari anggota DPRD NTB Dr. TGH. Hazmi Hamzar.

Karya tenun di gerai pusat perbelanjaan di Kota Mataram, Lombok. (Foto: Gapey Sandy)
Karya tenun di gerai pusat perbelanjaan di Kota Mataram, Lombok. (Foto: Gapey Sandy)
"Soal kain tenun, desa asal tenun di NTB lebih dimunculkan agar menjadi brand yang memiliki ciri khusus. Misalnya kain tenun Pringgasela, kain tenun Sukarara, tenun Kembang Kerang, tenun Sumbawa, tenun Bima dan lainnya. Masing-masing desa penghasil kain tenun memiliki motif dan ciri khas masing-masing yang pautut diketahui oleh konsumen. Artinya, jangan menonjolkan brand Sasambo, karena bisa berpotensi mengaburkan nama desa penghasil tenun yang lebih dulu terdengar namanya," urainya.

Hazmi mengingatkan, jangan semua kain tenun lalu "di Sasambo-kan". "Ini nanti membingungkan. Ini kain tradisional yang Sasak punya sendiri, Sumbawa punya sendiri, Bima dan Dompu punya sendiri. Menurut saya jangan digabung agar ciri khasnya tetap. Saya khawatir kata Sasambo itu menghilangkan ciri khas kain tradisional yang sudah lebih dulu dikenal. Justru ciri khasnya itu yang membuat dia luar biasa," katanya penuh harap.

Apalagi, pada 2019 lalu, NTB resmi dicanangkan sebagai pusat industri fashion muslim. Peresmian itu ditandai dengan fashion show yang mengangkat tema "NTB-Goes to Moslem Fashion Industry", di pelataran Islamic Center, Mataram, NTB. Fashion show mengangkat kain tenun yang ada di NTB.

Fashion Show Busana Muslim dengan wastra motif asal Nusa Tenggara Barat pada 2019 lalu. (Foto: suarantb.com) 
Fashion Show Busana Muslim dengan wastra motif asal Nusa Tenggara Barat pada 2019 lalu. (Foto: suarantb.com) 

Selain itu, pada 2022 nanti, sedikitnya ada tiga jadwal event balapan yang akan digelar di Sirkuit Mandalika. Yaitu, shake down pre-session test pada 11-13 Februari 2022. Kemudian, pada 18-20 Maret 2022 dilaksanakan MotoGP. Dan, pada 11-13 November 2022 kembali digelar seri World Superbike. 

Berharap, panitia balapan akan kembali mengundang ratusan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal untuk memamerkan dan menjual produknya di sekitar area sirkuit. Termasuk, UMKM yang memproduksi tenun maupun wastra NTB tentunya. Sehingga dengan demikian, cita-cita mengembangkan sport tourism di DSP Mandalika dan NTB pada umumnya, menjadi semakin benar-benar terwujud.

Semoga tetap lestari dan maju terus TENUN LEBAK LAUQ dan wastra maha karya NTB lainnya. (*)


Baca juga:

- Desa Beleq di Sembalun Lawang, Jangan Dibiarkan Hilang

- Empuknya Batu Kerikil Sirkuit Mandalika

- Wisata Olahraga Mandalika Pacu Potensi Ekonomi Lokal

- Rusa Timor Dukung Pamor Wisata Mandalika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun