wisata seluas 20.035 hektar yang berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sejak 2017 lalu, Mandalika sudah diresmikan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pariwisata yang direncanakan dapat menjadi kawasan wisata.
Mandalika, kawasanKini, semua mata tertuju ke DSP Mandalika. Seturut penyelenggaraan olahraga balap motor, World Superbike (WorldSBK) 2021 pada 19-21 November di Sirkuit Mandalika. Inilah balapan seri ke-13 World Superbike Championship untuk tahun ini.
Sebanyak 640 kru dan pebalap dari berbagai tim superbike kelas dunia datang ke Indonesia. Menjajal sirkuit seluas 1.035,67 hektar yang dibangun sejak 2018 lalu dengan anggaran Rp1,1 triliun. Para pebalap siap menguji adrenalin dan kemampuan di lintasan sepanjang 4,3 km, yang memiliki 17 titik tikungan.
Dibangun dengan menggunakan stone mastic asplhalt atau teknologi aspal terbaru, Sirkuit Mandalika menghadap langsung ke Samudera Hindia. Dilengkapi 40 garasi pada area paddock, sirkuit ini mampu menampung ratusan ribu penonton.
Diberi nama Pertamina Mandalika International Street Circuit, Presiden Joko Widodo meresmikannya pada 12 November 2021 lalu, sekaligus menjajal lintasan dengan motor custom hijaunya hasil modifikasi berbasis Kawasaki W175.
Mengiringi gelaran WorldSBK, di Sirkuit Mandalika telah digelar pula Race 1 dan Race 2 IATC 2021. Final IATC yang mencakup empat balapan diselenggarakan pada 19-21 November.
Wisata Olahraga, Pandemic Winner
Mandalika, kini melejit kesohorannya sebagai destinasi wisata olahraga (sport tourism) unggulan, sekaligus memenuhi harapan atas berbagai strategi pemulihan pariwisata. Tak berlebihan bila Menparekraf Sandiaga Uno menyatakan, wisata berbasis olahraga merupakan pandemic winner!
Ajang WorldSBK 2021 di Sirkuit Mandalika membuktikan, betapa wisata olahraga sangat potensial dilakukan meski masih terjadi pandemi COVID-19. Asalkan protokol kesehatan disiplin dilaksanakan. Termasuk, karantina kru dan pebalap sejak ketibaan di Indonesia, vaksinasi dosis lengkap, tes PCR, penggunaan aplikasi PeduliLindungi dan sebagainya.
Melalui ajang WorldSBK 2021 tercipta efek berganda, terutama dalam kaitan menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Sebagai contoh, ratusan pelaku UMKM NTB yang diberi akses berjualan di sekitar sirkuit.
Disinilah, Mandalika memiliki segalanya. Bukan hanya alam yang terbuka saja, tapi juga ragam adat budaya tradisional, kearifan lokal, pantai-pantai ciamik, trekking "gowes" atau rute bersepeda yang menantang, lengkap dengan lokasi singgah yang menawarkan keindahan desa-desa wisata berikut keramahtamahan warga.
Contoh, rute wisata olahraga bersepeda di Mandalika misalnya, menuju Pantai Mawun di Teluk Pantai Mawun. Jarak pantai ini 16 km dari sirkuit. Di sini, suasana dan ombaknya tenang, serta semakin sempurna dengan hamparan pasir putih. Pantai Mawun menyerupai bentuk tapal kuda dengan pebukitan yang mengapit kedua sisinya.
Sebelum "gowes" sampai Pantai Mawun, sebenarnya ada lagi beberapa pantai terdekat (sekitar 7-8 km dari sirkuit), misalnya Pantai Seger, Pantai Mandalika, dan Pantai Kuta Lombok.
Pecinta "gowes" juga bisa ke Pantai Selong Belanak berjarak 25-26 km dari sirkuit. Di sini, ada Laut Biru Restaurant dan digadang-gadang sebagai salah satu destinasi wisata yang cocok untuk beristirahat saat bersepeda. Santapan kuliner lezat, ditingkahi panorama pantai nan indah.
Selain "gowes" menuju sejumlah pantai di sisi selatan NTB, rute "gowes" ciamik lainnya adalah menuju ke utara dari sirkuit. Ini rute berolahraga sepeda sambil menyinggahi sejumlah destinasi wisata unggulan. Â
Pertama, "gowes" ke Dusun Sade yang berjarak 13-14 km dari sirkuit. Terletak di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun Sade terkenal mempertahankan adat Suku Sasak. Warganya punya kebiasaan mengepel lantai menggunakan kotoran kerbau. Tradisi zaman dulu karena belum ada plesteran semen. Dengan cara itu pula, konon rumah jadi lebih hangat dan anti-nyamuk. Kekhasan ini hanya ada di Indonesia Aja.
Kedua, dari Dusun Sade pesepeda bisa lanjut ke Desa Sasak Ende. Hanya berjarak 2-3 km dari Dusun Sade. Desa ini lebih dulu populer dibandingkan desa-desa lain. Di sini, pesepeda bisa menyaksikan pesona Suku Sasak, masyarakat asli Pulau Lombok. Pintu rumah warga sengaja dibuat rendah, supaya tamu yang masuk membungkukkan kepala pertanda menghormati tuan rumah. Sungguh betapaKetiga, dari Desa Wisata Sasak Ende harus melanjutkan "gowes" ke Desa Kateng di Praya Barat, Lombok Tengah. Jaraknya tinggal 11-12 km lagi. Desa ini tenar karena potensi budidaya Sarang Burung Walet. Jangan salah, ini export oriented, lho!
Kicau Walet "Bawa" Rupiah
Saat tiba di Desa Kateng, pesepeda bisa bertanya untuk menemui pengusaha Sarang Burung Walet, Lalu Ading Buntaran. Pria asli NTB nan humble ini menjabat Presdir  PT Ammar Sasambo Internasional. Komoditas Sarang Burung Walet yang dibudidayakannya sudah merambah mancanegara, mulai dari ASEAN, Asia, Timur Tengah dan Eropa. "Ekspor kami juga menembus Australia dan Amerika Serikat," ujarnya kepada penulis, Rabu (17/11/2021).
Ading, sapaan akrabnya, juga menyebutkan, harga Sarang Burung Walet dalam kondisi bersih di luar negeri mencapai Rp20-30 juta per kg.
"Untuk pasar dalam negeri, harganya dalam kondisi mentah atau belum dicuci, antara Rp8-13 juta per kg. Bila sudah dicuci maka harganya naik jadi Rp17-21 juta per kg. Tapi, biaya pencucian Sarang Burung Walet juga tidak murah. Untuk mencuci 1 kg Sarang Burung Walet, kami mempekerjakan 10 tenaga pencuci, dan biaya untuk itu mencapai Rp10 juta. Artinya, kalau 1 kuintal Sarang Burung Walet yang dicuci, maka setiap tenaga kerja itu mendapatkan upah Rp6 juta per bulan dengan lama pencucian 20 hari," jelasnya.
Proses pencucian Sarang Burung Walet dilakukan secara teliti oleh tangan-tangan terampil. Satu per satu kotoran dan bulu halus burung yang melekat di sarang dicabut menggunakan pinset. "Harus profesional melakukannya. Karena saat pencucian ini wajib menjaga susut dan bentuk sarangnya," ungkap Ading seraya mengatakan, perusahaannya mempekerjakan 150 orang untuk proses pencucian Sarang Burung Walet.
Pada 18 Juni lalu, jajaran Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah meresmikan Gedung Galeri Produk dan Pencucian Sarang Burung Walet di Desa Kateng. "November ini, kami membuka Diklat Budi Daya Sarang Burung Walet. Materi yang disampaikan mulai dari pembudidayaan, pencucian, hingga pengolahan produk. Bekerjasama dengan Pemda, kami menyampaikan materi Diklat sesuai pengalaman dan profesionalitas," tuturnya seraya mengklaim Diklat Pembudidayaan Sarang Burung Walet ini baru pertama ada di Indonesia bahkan dunia.
Ading menyebut, perusahaannya kini mempekerjakan sekitar 500 orang. "Kami membudidayakan komoditas Sarang Burung Walet dari hulu sampai hilir. Mulai dari menyiapkan gedung-gedung agar Walet membuat sarang, pencucian dan pengolahan produk Sarang Burung Walet," katanya.
Sejumlah produk olahan kini telah tersedia. Antara lain Coffee Walet, Herbal Drink Walet, Bubur Sarang Burung Walet, Teh Herbal Walet dan masih banyak lagi. Semua produk itu sudah mengantongi sertifikat halal. Begitu juga dengan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Untuk penjualan Sarang Burung Walet mentah dan bersih, Ading menyebutkan beberapa bentuknya. "Ada yang Lempengan, Sudut, Patahan, Indomie, dan Mangkok.".
Beraneka ragamnya bentuk Sarang Burung Walet, menurutnya, karena saat Walet membuat sarang dari liur dilakukan di sembarang posisi di dalam gedung yang sengaja dibangun. Terkait pembangunan gedung, Ading menargetkan, bersama kelompok peternak Walet akan membangun 99 gedung. "Saat ini baru ada 27 gedung. Satu gedungnya berukuran 12x12 meter persegi, dan terdiri dari tiga lantai. Tiap lantai tingginya 3 meter. Jadi, 1 gedung itu tingginya minimal 9 meter," urainya.
Lantas berapa produksi Sarang Burung Walet yang bisa dihasilkan dari satu gedung? Seraya tertawa, Ading menyebut, hasilnya tergantung dari rezeki dari Allah. "Karena, untuk 1 gedung yang dibangun dan disiapkan bagi Walet itu, tidak bisa dipastikan hasil panennya kelak. Bisa saja hanya 1 kg atau kalau memang rezeki dari Allah, bisa mencapai 1-1,5 kuintal sarang," tuturnya sambil menyebut masa panen sekitar 3-4 bulan.
Ading mengingatkan, membudidayakan Sarang Burung Walet itu sangat unik. "Karena, burung-burung itu tidak dipelihara. Tidak dikasih makan, minum. Tidak juga dirawat. Tidak juga ada yang berhak menyatakan kepemilikannya. Saat proses panen pun tidak boleh serakah, bila ada telur burung, seharusnya dibiarkan dulu hingga menetas dan bayi burungnya bisa terbang pergi. Barulah sesudah itu, boleh dipanen sarangnya. Mengapa ini penting? Karena kita belum mampu untuk sampai pada tahap menambah populasi jumlah Waletnya," paparnya.
Berapa jumlah Walet yang bisa bersarang di dalam 1 gedung? "Kalau 1 kg Sarang Burung Walet, biasanya terdiri dari 130 sarang. Nah, tinggal dikalikan dua saja, maksudnya ada sepasang burung jantan dan betina untuk tiap sarang. Dari situ, bisa diperkirakan, ada 130x2 = 260 ekor Burung Walet. Tinggal hitung lagi, berapa kilogram didapat dari hasil panen per gedung," terang Ading.
Saat ini, Ading tengah sibuk menyukseskan ajang WorldSBK di Sirkuit Mandalika. Ia bersama ratusan pelaku UMKM lainnya meramaikan 200 stand pameran, dengan menjual dan menawarkan produk-produk unggulan lokal. "Kami diundang untuk pameran. Kami selaku UMKM binaan Bank Indonesia, bangga bisa berkontribusi di WorldSBK Mandalika," jelasnya.
Akhirnya, riuh kicau Walet menyatu dengan deru Superbike di Sirkuit Mandalika!