Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Orang Indonesia Jangan Kelaparan di Lumbung Pangan

19 Juli 2020   15:28 Diperbarui: 20 Juli 2020   02:34 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Waktu saya melihat benih berwarna-warni, saya bilang begini: luar biasa, bagaimana pemerintah bisa begitu hebohnya dengan program beras, padi, jagung hibrida, tapi tidak pernah memperhatikan benih-benih lokal ini. Kekayaan aset milik kita. Padahal benih-benih ini tumbuh di lahan kering yang tidak bisa ditumbuhi padi," tutur istri dari Jeremias D Letor itu.

Menolak putus asa dikaruniai "kekayaan alam" lahan kering, Maria terus menyemai benih dan menguatkan gerakan kedaulatan pangan lokal dengan sorgum.

"Dalam gerakan kami, kami tidak pernah mengganggu lahan basah, lahan sawah. Biarkanlah sawah itu, hingga dapat ditanami padi. Enggak usah karang-karanglah sorgum atau jagung yang akan ditanam, kecuali sawahnya "sakit" seperti yang terjadi di Manggarai Barat. Kenapa lahan sawahnya "sakit", karena penggunaan pupuk urea yang sangat tinggi. Lahan basah itu biarkan saja, tanamkan padi, jagung. Tapi juga di lahan-lahan kering ini enggak usah dikarang-karanglah membuat sumur bor, cetak sawah segala macam, karena curah hujan di NTT sangat rendah sekali," tegasnya.

Aneka Jenis Sorgum. (Sumber: Makalah Maria Loretha)
Aneka Jenis Sorgum. (Sumber: Makalah Maria Loretha)

Di lahan kering yang ditumbuhi Sorgum di Flores Timur, NTT. (Foto: Gapey Sandy)
Di lahan kering yang ditumbuhi Sorgum di Flores Timur, NTT. (Foto: Gapey Sandy)

"Sorgum tumbuh dengan baik di NTT. Karbohidratnya rendah kalori, low immunoglobulin dan gluten free. Prospeknya luar biasa sebagai pengganti atau substitusi tepung terigu. Sebaiknya beri kami kesempatan mengembangkan makanan lokalnya sendiri yaitu sorgum, tidak usah ditawarkan mencetakh sawah basah atau menanam jagung, pagi. Kenapa kita ini harus seragam makan nasi sebagai makanan pokok?" tanyanya.

Pangan itu Adat Budaya

Kiprah Maria Loretha "menjadi epidemi" positif. Tidak sedikit masyarakat NTT yang kemudian kembali mengusung sorgum, sebagai kekuatan sekaligus simbol kedaulatan pangan lokal.

Hal itu diakui penggagas kelompok tani Ma'e Welu di Kotabaru, Ende, Flores Timur, Epit Wangge Embu Ngera. Ia menyatakan mengenal Maria sejak 2013. Perkenalan itu membuatnya sekaligus kagum pada sorgum dan "Mama Sorgum". Mulailah sejak itu, ia menggali pengetahuan dan mengembalikan harkat sorgum.

"Di daerah Ende Lio, tidak saja untuk dikonsumsi tapi sorgum juga sudah akrab digunakan untuk upacara adat. Misalnya, sorgum Varietas Hermada, untuk upacara adat, lebih dulu untuk bikin rumah, gantung dulu, selepas panen hasil tani, sebelum makan hasil panen yang lain, kami harus makan sorgumnya dulu saat upacara adat itu," terangnya.

Kenapa harus mengangkat kembali kejayaan sorgum? "Karena di daerah saya, petani lahan basah untuk padi, sudah sering mengalami kegagalan penghasilan dari padi, curah hujan kurang, panen padi pun berkurang. Makanya, sejak 2013, kami angkat kembali tanam sorgum, cocok untuk daerah tropis seperti NTT. Sorgum juga untuk menyehatkan tubuh. Bukti ada banyak nenek-nenek yang di kampung, umur panjang 70 - 80 tahun masih bisa jalan, kami lebih banyak makan pangan lokal, sorgum sebagai pengganti beras, umbi-umbian, sehingga bebas dari sakit asam urat, stroke, diabetes. Di Kotabaru, Ende, banyak nenek-nenek masih bisa bekerja di kebun, berjalan kaki jauh. Sorgum itu untuk kesehatan badan dan untuk upacara adat," urai Epit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun