Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Harry Darsono: "Batik Tangsel Warnanya Miskin dan Motifnya Naif"

2 Oktober 2018   20:14 Diperbarui: 2 Oktober 2018   20:43 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desainer Harry Darsono ketika menjadi pembicara tunggal talkshow di acara Festival Batik Tangsel 2018. (Foto: Gapey Sandy)

Bagaimana penjabaran motif yang Anda serahkan ke Walikota Airin tadi dengan Batik (Etnik) Tangselnya?   

Saya tidak melihat Batik Tangsel. Belum. Itu masih motif tekstil biasa.

Artinya belum mendekatkan pada kearifan lokal Batik Tangselnya? 

Belum. Itu masih terlalu naf. Masak, 'kan ciri khasnya anggrek, ambil anggrek terus diletakkan di motif, itu 'kan anak-anak "Taman Kanak-kanak". Kalau sudah "Sekolah Dasar" 'kan harus ada daya abstraksi. Saya tidak mengizinkan otak orang ini, begitu enggak dipakai. Enggak ada berhentinya lho otak itu, sungguh.  

Jadi kalau ingin memasukkan kearifan lokal Tangselnya dan dikaitkan dengan motif "Neo Tangsel", bagaimana?

Itu ada yang namanya mengenal makna-makna simbolik, mengangkat dan memperbarui. Karena nilai-nilai ini berkembang terus. Saya masih mencium ada nilai-nilai feodalistik. Tidak apa-apa. Itu bisa kita jual. Keraton-keraton itu, raja-ratu, sultan-sultan, itu kita bisa dijual. Itu bagus. Bisa dijual. Tapi yang saya maksud, aparatnya. Masih seperti mental, menghamba enggak apa-apa, tapi kalau jadi budak, enggak boleh. Menghamba boleh, kita memang menghamba terhadap sesama. Pasar pun adalah raja, jadi kita membangun.

Saya menangani ini sudah 47 tahun, jadi waktu Batik Keris itu lagi apa 'gitu, minta ratusan motif, dikembangkan. Tapi itu gaya Pesisir semua. Kalau Solo itu, Batik Kanjengan itu pedalaman, coklat.

Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany melakukan simbolisasi membatik didampingi Harry Darsono. (Foto: Gapey Sandy)
Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany melakukan simbolisasi membatik didampingi Harry Darsono. (Foto: Gapey Sandy)
Kalau Tangsel cocoknya batik apa?         

Cocoknya, harusnya, eh, batik ke arah kebaruan yang tidak selalu harus dipermiskin hanya Pesisir dan Pedalaman. Kita aja, lihat Suku Madura ada macam-macam. Sunda aja macam-macam, Sunda Ciamis sama Cirebon beda-beda. Bagaimana dengan kita (Tangsel - red), 70 persen (warganya -- red) pendatang baru. Wah ini harus bagus. Misalkan ada Pecinannya, jangan mirip Cirebon. (Tapi di Kantor Pemkot Tangsel) justru dipasang (motif) Megamendung, itu 'kan punya Cirebon. Ini 'kan (menandakan) karena enggak ngerti, enggak belajar sejarah.

Jadi kalau selama ini Batik (Etnik) Tangsel mengambil motif Ondel-ondel, apa juga salah?          

Enggak. Kalau ondel-ondel itu bagian dari tarian itu. Karena, Tangsel ini bagian dari perbatasan antara daerah Pasundan sama Betawi. Dan Betawi yang di Jakarta itu sudah enggak ada, tinggal sedikit sekali. Mereka pindahnya paling banyak ke Bekasi, Bogor sama Tangerang. Bagus ondel-ondel itu. Tapi ondel-ondel itu harus bernuansa Sunda. Nanti, setelah ini bukan hanya motif, tari-tarian itu semua harus dijual, Destinasi bukan hanya kuliner. Kulinernya sama semua, KFC ada, ini ada. Kuliner yang mana, harus pikir kebaruan, bukan pembaruan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun