Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Ampiang Dadiah" nan Menggoyang Lidah

8 Maret 2018   17:16 Diperbarui: 8 Maret 2018   19:52 2645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DADIAH. Ruas bambu ini berisi dadiah, fermentasi susu kerbau, sebagai bahan membuat ampiang dadiah. (Foto: Gapey Sandy)

"Oh, emping yang dari melinjo itukah?" tanya saya. Kontan semua menertawakan saya. "Bukan itu. Ampiang yang ini berasal dari beras ketan," jawab pria penjaja ampiang dadiah.

Begitulah, saya menjadi malu sendiri ketika dengan sok tahu mengartikan "ampiang" sebagai "emping" dari Melinjo. Ternyata, salah sama sekali!

"Ampiang" yang disebut-sebut ini tak lain adalah beras ketan yang sudah ditumbuk. Tidak menjadi hancur, tetapi hanya berubah bentuk dari buliran menjadi pipih. Maklum, dalam pendengaran saya, mereka menyebutkannya dalam logat Bahasa Minangkabau menjadi terdengar seperti "amping" atau "emping".

Hahahaaaa ... saya jadi malu sendiri.

AMPIANG DADIAH. Seporsi ampiang dadiah, lamaknyo. (Foto: Gapey Sandy)
AMPIANG DADIAH. Seporsi ampiang dadiah, lamaknyo. (Foto: Gapey Sandy)
Gagal paham soal ampiang ini belum lama terjadi. Tepatnya ketika pada Sabtu (3/3) kemarin, saya menempuh rute perjalanan darat dari Bukittinggi ke Muara Labuh, Solok Selatan. Perjalanan sejauh kira-kira 188 Km ini melewati rute Jalan Raya Padang-Solok, dengan waktu tempuh sekitar 5 jam.

Kalau pernah melintasi Jalan Raya Padang-Solok ini, suasana pemandangan alamnya begitu cantik. Meski jalanannya berkelok-kelok lantaran "membelah bukit", tetapi hawa sejuk dan pemandangan alamnya teramat laik untuk dinikmati.

Pebukitan menghijau, perkebunan nan subur yang didominasi bawang merah juga kubis, hamparan kebun teh yang mirip karpet, langit membiru dengan gumpalan awan, serta perubahan cuaca yang biasa cepat terjadi antara kondisi cerah dan tiba-tiba menjadi mendung serta berkabut di atas bukit.

Jangan juga pernah pejamkan mata kita, ketika perjalanan sudah memasuki wilayah Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, karena pandangan mata ini akan dimanjakan dengan Bukit Barisan yang berbaris seperti tiada habis, lembah subur nan menghijau, serta dua danau, yaitu Danau Di Atas (Di Ateh) dan Danau Di Bawah, yang biasa orang sebut sebagai Danau Kembar.

Peta perjalanan dari Bukittinggi ke Alahan Panjang, Kab Solok. (Sumber: Google Maps)
Peta perjalanan dari Bukittinggi ke Alahan Panjang, Kab Solok. (Sumber: Google Maps)
Kalau tidak terburu-buru, mampirlah ke lokasi wisata Panorama Danau Kembar. Tiket masuk hanya Rp 5.000. Meski saya sebut tiket masuk, tapi tetap saja, pengunjung tidak menerima sobekan tiket. Tak apalah, yang penting di sini, kita bisa menikmati mantapnya kopi cap "Timbangan Gantung", Teh cap "Kayu Aro", juga buah-buahan yang segar seperti strawberry, delima, labu dan lainnya. Semua, hasil produksi setempat!

Jangan lupa, naiklah ke bukit yang ada pos kecil dengan atap berbentuk rumah gadang. Enggak jauh dari tempat parkir 'kok. Ada tangga batu untuk mencapai puncak, jadi kita enggak usah "mendaki". Dari atas sini, kita bisa menyaksikan hamparan perairan nan membiru juga tenang di Danau Di Atas dan Danau Di Bawah. Kedua Danau Kembar ini terpisahkan oleh pebukitan yang sebagian lahannya dimanfaatkan petani untuk berkebun. Tapi, kedua danau ini pisahnya enggak jauh-jauh 'kok, sebab nanti malah kangen ... hahahaaa. [#GombalWarning]

Eh, jangan tanya soal bagaimana hawa di sini. Ibaratnya, kalau AC mobil dimatikan pun, tidak akan panaslah dalam mobil. Pokoknya, cukup dingin, sejuk dan nyaman. Apalagi sambil menyeruput segelas kopi lokal produksi Solok tadi.

Pemandangan ciamik di Alahan Panjang, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Pemandangan ciamik di Alahan Panjang, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Pemandangan indah Danau Kembar di Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Pemandangan indah Danau Kembar di Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Sayang seribu sayang, obyek wisata Panorama Danau Kembar ini seolah kurang terpelihara. Untuk menuju ke lokasi wisata ini saja, rambu lalu lintas maupun informasi penunjuk arah nyaris tak ada. Bahkan ketika di gerbang masuk, plang nama hanya terbuat seadanya, dengan tulisan tangan yang nyaris tak terbaca. Beberapa orang menanti di gerbang, mengutip uang masuk tanpa ada sobekan tiket sama sekali. Sampai di lokasi parkiran kendaraan, sebelah kiri terdapat beberapa kantin yang menjual makanan, minuman, buah, sayur-mayur dan bunga-bunga hias warna-warni. Sisi kanannya, ada seperti bekas restoran atau kantor pengelola yang dibiarkan rusak dan terlantar.

Untunglah semua kondisi yang mengenaskan ini terbayar dengan pemandangan menakjubkan ke sekeliling alam. Langit membiru, awan menggumpal putih, bukit nan subur, perkebunan yang luas dan rapi, serta sudah tentu view Danau Di Atas dan Danau Di Bawah yang bisa terlihat begitu indah perairan maupun pemandangan di sekitarnya.

Danau Di Bawah, salah satu dari dua danau atau Danau Kembar, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Danau Di Bawah, salah satu dari dua danau atau Danau Kembar, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Pemandangan Danau Di Atas - satu dari dua danau yang ada - di Danau Kembar, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Pemandangan Danau Di Atas - satu dari dua danau yang ada - di Danau Kembar, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
"Ampiang Dadiah", sereal ketan dan yogurt susu kerbau

Puas menikmati segelas kopi khas Solok dan memanjakan mata dengan keindahan alam sekitar Danau Kembar, perjalanan menuju Muara Labuh, Solok Selatan lanjut lagi.

Sekitar 18-19 Km dari lokasi Danau Di Atas, atau sekitar 40-an menit perjalanan naik mobil dengan lintasan yang terus berkelok, menanjak, juga menurun, sampailah kami di kawasan Lubuak Batu Gajah, Jorong Cubadak, Nagari Aie Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, masih di Kabupaten Solok. Tepatnya di Rumah Makan Vina.

Di sini, dijual kuliner khas Sumatera Barat yang namanya sudah disebut sejak awal tulisan ini, apalagi kalau bukan "Ampiang Dadiah". Rumah makan ini sederhana saja. Lokasinya pinggir jalan dan berada di lembah. Ya pastilah, namanya juga di Kecamatan Lembah Gumanti, bukan?

Di halaman depan rumah makan, saya melihat berjejer potongan ruas bambu hijau berukuran besar, dengan diameter sebesar paha orang dewasa. Ruasnya panjang, sekitar 1 meteran, dan pada pangkal atasnya ditutup dengan plastik kresek warna-warni. Rapat dan rapi sekali.

Ruas bambu berisi dadiah, hasil fermentasi susu kerbau di rumah makan Vina, Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Ruas bambu berisi dadiah, hasil fermentasi susu kerbau di rumah makan Vina, Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Nah, itulah sebenarnya yang dinamakan "Dadiah".

Dadiah adalah susu kerbau. Ruas bambu hijau tadi adalah wadah untuk menyimpan susu kerbau. Dalam tempo 2 hari 2 malam, susu kerbau cair yang semula segar berubah wujud menjadi beku atau cenderung kenyal seperti agar-agar, ya jelas akibat proses pengendapan (di dalam ruas bambu). Warnanya tetap putih, tetapi tidak seputih seperti sebelumnya. Sudah agak sedikit mengeruh meski tetap putih.

Saya pun mewawancarai bapak pengelola rumah makan yang menjajakan ampiang dadiah ini. Waktu saya tanya siapa namanya, lelaki separuh baya dengan kumis cukup lebat ini hanya menyebut bahwa namanya, "Al".

[Catatan saja, ya memang begitulah barangkali "orang Minang" dalam menyebutkan namanya. Kakak ipar lelaki saya, di rumahnya pun biasa dipanggil dengan "Al" atau "Lalal". Padahal, nama lengkapnya "Aldeman"]

Okelah, jadi kalau begitu kita sebut saja nama penjaja ampiang dadiah ini Uda Al. hehehehee ... alias "Abang Al".

Susu kerbau yang difermentasikan selama 2 hari 2 malam di ruas bambu. (Foto: Gapey Sandy)
Susu kerbau yang difermentasikan selama 2 hari 2 malam di ruas bambu. (Foto: Gapey Sandy)

Menurut Uda Al, dadiah berasal dari susu kerbau (kabau). Tetapi bukan sembarang kerbau lantas diperah susunya. "Hanya kerbau yang baru melahirkan. Itu pun, masih harus menunggu anak kerbaunya berusia 2 bulan terlebih dahulu, baru kemudian susu induknya diperah, dan disimpan untuk dijadikan dadiah. Kalau tidak begitu, ya tidak bisa dijadikan dadiah," ujar Uda Al.

Dadiah ini, untuk mudahnya, bolehlah disebut sebagai yogurt. Tapi, bukan yogurt yang dihasilkan dari susu sapi, melainkan susu kerbau!!!

Untuk membuat seporsi ampiang dadiah, jelas Uda Al, gampang saja (tonton: videonya).

"Mulanya, kita ambil ampiang yang berasal dari beras ketan yang sudah ditumbuk sehingga bulirnya berubah menjadi pipih. Bolehlah ini kemudian kita anggap sebagai 'sereal'-nya. Untuk ukuran seporsi ampiang dadiah, perlu sekitar 3 sendok ampiang yang dituang di atas piring. Lalu, ampiang di piring tadi disiram air panas secukupnya. Ampiang kemudian agak ditekan-tekan sehingga cukup melembut. Selanjutnya, ampiang ditiriskan dari sisa air panas tadi," tutur Uda Al.

AMPIANG. Beras ketan yang sudah ditumbuk. (Foto: Gapey Sandy)
AMPIANG. Beras ketan yang sudah ditumbuk. (Foto: Gapey Sandy)
Seporsi ampiang (dadiah) dengan wadah piring. (Foto: Gapey Sandy)
Seporsi ampiang (dadiah) dengan wadah piring. (Foto: Gapey Sandy)
Proses berikutnya, mengambil sekitar 2 sendok dadiah yang sudah jadi. Taruh di atas ampiang, dan buat agak merata. "Kemudian, taburkan parutan kelapa sekitar 3 sendok. Lalu, ratakan lagi, sesudah itu siram dengan gula aren cair. Maka selesailah seporsi ampiang dadiah untuk disajikan ke pelanggan," urai Uda Al lagi.

Seporsi ampiang dadiah harganya Rp 20.000.

Rasanya? Jangan tanya nikmatnya. Ada sensasi kriuk "sereal" atau ampiang beras ketan yang hambar, dengan kelembutan tekstur dadiah yang cukup agak terasa asam di lidah. (Ya gimana sih rasa yogurt yang asam, ya begitu juga sama dengan rasa dadiah). Tetapi, ini masih bercampur dengan parutan kasar kelapa yang gurih, dan mencecap manisnya gula aren.

Cukuplah "ampiah dadiah" ini membuat lidah bergoyang. Enak sih ....

"Saya baru menjual ampiang dadiah ini sejak tahun 2000. Sebelumnya, orang tua saya sudah lebih dahulu menjajakannya. Banyak orang dari Kota Padang, Muara Labuh dan lainnya yang datang ke sini, hanya untuk menyantap ampiang dadiah. Pulangnya, mereka bawa dadiah yang masih ada di dalam bambu. Kalau mereka yang membawa sepeda motor, biasanya ruas bambu isi dadiah ini diikat di samping belakang sepeda motornya," jelas Uda Al.

Ooohhh ... makanya jangan heran, kalau ketemu pengendara sepeda motor melintas di sekitar Jalan Raya Padang-Solok, maupun Jalan Raya Padang-Surian serta Jalan Raya Muara Labuh mengikatkan bambu hijau dan ditutup plastik pada pangkal ruas atasnya, ya itu pasti bawa dadiah.

Kalau saya pikir-pikir, dadiah ini bisa lho disantap dengan sereal umum yang dijual di swalayan. Atau, disantap dengan es krim, es cendol, peuyeum colenak atau bagaimana sajalah suka-sukanya. Dicampur agar-agar, atau disantap dengan nata de coco maupun aloe vera juga pasti mak nyusss ... Dadiah dalam bambu bisa tahan seminggu asal disimpan dalam kulkas. (Eh, ingat lho ya, di India, susu kerbau juga dimanfaatkan untuk dijadikan dadih, keju maupun yogurt).

Ampiang Dadiah jadi menu andalan. (Foto: Gapey Sandy)
Ampiang Dadiah jadi menu andalan. (Foto: Gapey Sandy)
Harga sebatang bambu berisi dadiah bervariasi. Ada yang ruas bambunya agak kecil, ya bisa saja Uda Al menjualnya seharga Rp 70.000 per batang. Sedangkan yang diameter bambu hijaunya besar, bisa mencapai Rp 100.000. "Saya hanya ambil untung Rp 10.000 per batang bambu isi dadiah," aku Uda Al.

Oh ya, untuk perbatang bambu isi dadiah ini bisa diolah untuk membuat 10-15 porsi ampiang dadiah. Andai saja kita hitung cukup untuk membuat 15 porsi, maka tinggal dikalikan dengan Rp 20.000, menjadi sama dengan Rp 300.000,- Wowww ... sebatang bambu dadiah yang katakanlah seharga Rp 100.000, bisa dilipatgandakan uangnya jadi Rp 300.000. Dengan catatan, belum dikurangi belanja beras ketan, kelapa dan gula aren. (Lumayan juga kelihatannya laba jualan ampiang dadiah, tertarik yaaa ...? Jualan yuk ...)

Perbandingan susu kerbau vs susu sapi

"Badan langsung terasa hangat, sesudah menyantap ampiang dadiah," ujar Rachmad, teman saya yang bertugas menggawangi kemudi setir kendaraan. Begitu saya lirik piringnya, seporsi ampiang dadiah ludes disantap pria asal Cupak, Solok ini.

Efeknya badan segera jadi hangat?

Hmmmm ... emangnya apa aja sih kandungan susu kerbau itu?

Kandungan susu kerbau vs susu sapi. (Sumber: tipsehatcantikalami.blogspot.co.id)
Kandungan susu kerbau vs susu sapi. (Sumber: tipsehatcantikalami.blogspot.co.id)
Mengutip merdeka.com yang melansir Health Site, susu kerbau mengandung 5 hal:
  • Kaya protein. Susu kerbau mengandung protein dengan 9 asam amino. Segelas susu kerbau mengandung sekitar 8,5 gram protein. Susu kerbau bisa direkomendasikan untuk orang lanjut usia demi melindungi kesehatan otot.
  • Kaya mineral. Susu kerbau kaya kalsium yang penting bagi kesehatan tulang juga gigi. Minum susu kerbau teratur bisa melindungi diri dari Osteoporosis. Susu kerbau juga kaya magnesium, potasium dan fosfor. Susu kerbau juga kaya zat besi yang penting bagi produksi sel darah merah plus meningkatkan fungsi otot.
  • Kaya vitamin. Susu kerbau mengandung banyak riboflavin dan vitamin B12. Sebuah penelitian mengungkapkan, vitamin B12 bisa mencegah serangan jantung dan stroke. Di dalam susu kerbau juga terkandung vitamin A, vitamin C dan thiamin. Begitu juga folat, vitamin B6 dan Niacin.
  • Rendah kolesterol. Kolesterol buruk sering dianggap berbahaya untuk kesehatan. Susu kerbau hanya mengandung sedikit kolesterol. Ini artinya, susu kerbau bisa jadi pilihan alternatif bagi pasien penyakit jantung dan diabetes. Susu kerbau juga bisa menurunkan tingkat kolesterol buruk (LDL).
  • Tinggi lemak. Kalau ingin menaikkan berat badan, susu kerbau merupakan salah satu pilihan. Susu kerbau mengandung lebih banyak lemak dibandingkan susu sapi. Lemak ini meningkatkan massa otot dan membantu menggemukkan tubuh. (Wowwww ... yang ke-5 ini enggak nahan deh buat saya mah).

Foto Bupati Solok H Muzni Zakaria mengangkat dadiah dipajang di rumah makan Vina, Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Foto Bupati Solok H Muzni Zakaria mengangkat dadiah dipajang di rumah makan Vina, Lembah Gumanti, Kab Solok. (Foto: Gapey Sandy)
Di Sumatera Barat, yang jualan ampiang dadiah ada di beberapa tempat seperti Kota Padang, Bukittinggi (kabarnya ada di Pasar Atas, tapi kan lokasinya masih renovasi usai kebakaran), Padangpanjang dan Payakumbuh (Bofet Sianok di Jalan Ahmad Yani).

Sedangkan kalau di ibu kota, menurut kabar ada dijual di Resto Gumarang, Jalan Enggano Raya, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Selamat berburu dan bersantap kuliner khas Sumatera Barat.

Sungguh ... Ampiang dadiah nan menggoyang lidah.

oo o O o oo

Baca juga tulisan sebelumnya:

"Saribu Rumah Gadang", Pesona Peradaban Nenek Moyang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun