Mohon tunggu...
Gangsar Fadhil Muhammad
Gangsar Fadhil Muhammad Mohon Tunggu... Penulis Lepas

pegawai proyek dan juga pemiliki UMKM yang suka mengamati ekonomi dan keuangan sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Pembuat Kebijakan Tak Lagi Bijak

10 Mei 2025   08:47 Diperbarui: 3 Juli 2025   11:48 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa Itu "Pembuat Kebijakan"?

Dalam struktur pemerintahan atau organisasi, istilah "pembuat kebijakan" atau policy maker merujuk pada orang-orang yang memiliki kuasa untuk membuat keputusan penting yang memengaruhi kehidupan banyak orang. Mereka bisa berasal dari berbagai posisi: menteri, anggota DPR, kepala daerah, hingga pejabat tinggi lembaga negara.

Namun menariknya, tidak semua dari mereka benar-benar menunjukkan sikap bijaksana dalam setiap pernyataan atau kebijakan yang mereka buat. Inilah yang sering menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat: "Mengapa orang yang disebut pembuat kebijakan bisa berkata atau bertindak tidak bijak?"

Bijak Itu Karakter, Bukan Jabatan

Penting untuk membedakan antara jabatan dan karakter. Jabatan sebagai pembuat kebijakan bersifat administratif dan politis;  ditunjuk, dipilih, atau diangkat. Sementara, kebijaksanaan adalah kualitas pribadi yang tidak otomatis muncul hanya karena seseorang punya posisi tinggi.

Seorang pembuat kebijakan bisa memiliki gelar akademik panjang dan jabatan mentereng, tapi jika ia tidak mampu mendengar, memahami keresahan rakyat, atau bersikap terbuka terhadap kritik, maka kebijaksanaannya patut dipertanyakan.

Contoh Nyata: Ketika Pernyataan Mengundang Kritik

Beberapa tahun terakhir, publik sering dibuat geram oleh pernyataan para pejabat yang terkesan meremehkan kondisi rakyat. Misalnya:

  • "Kalau mahal, jangan beli."
    Pernyataan ini muncul saat harga pangan melonjak tinggi. Alih-alih menawarkan solusi atau empati, sang pejabat justru terdengar menyalahkan rakyat. Padahal, kebutuhan pokok bukan barang mewah yang bisa dihindari semata.

  • "Rakyat harus diet."
    Ucapan ini muncul dalam konteks krisis pangan. Lagi-lagi, masyarakat merasa direndahkan. Ketika rakyat susah makan, solusi yang ditawarkan justru terdengar sinis dan tidak manusiawi.

Contoh-contoh seperti ini memunculkan kesan bahwa sebagian pembuat kebijakan kurang memahami realitas di lapangan. Mereka hidup di "menara gading", terpisah dari apa yang benar-benar terjadi di masyarakat.

Mengapa Ini Bisa Terjadi?

Ada beberapa alasan mengapa pembuat kebijakan bisa terkesan (atau memang) tidak bijak:

  1. Kurangnya pengalaman langsung dengan rakyat kecil.
    Banyak pejabat yang sudah lama hidup dalam kenyamanan sehingga sulit membayangkan beratnya hidup dengan upah minimum.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun