Tahun lalu, Koteka di mana aku gabung, menjadi komunitas terbaik di Kompasiana.com untuk kedua kalinya. Aku yakin, selain kegiatan online seperti Kotekatalk dan offline macam Kotekatrip, Kotekaction, juga Kotekaran, Koteka juga beken karena merupakan satu-satunya komunitas di Kompasiana yang go international. Pokoknya, aku bangga sebagai salah satu co-founder dan admin dari komunitas yang konsentrasinya wisata dan kuliner ini.
Nah, minggu lalu, Komunitas Traveler Kompasiana bekerjasama dengan komunitas diaspora Indonesia di Frankfurt, Merpati e.V atau Merah Putih Sejati dan Konsulat Jendral Republik Indonesia Frankfurt, mengikuti acara Indonesia Street Festival di alun-alun Bockenheimer Warte, Frankfurt. Koteka buka stand komunitas, guys!!! Ini setelah Koteka buka pameran di Seitingen dan Cologne. Kota lain menyusul.
Kegiatan yang digelar 2 hari itu sangat menarik pengunjung baik orang Indonesia maupun masyarakat Jerman. Puluhan stand bak pagar di alun-alun. Masakannya mengharumkan udara kota Frankfurt. Palugada, apa lu mau gue ada. Mulai dari jajanan, souvenir, pakaian tradisional, batik dan kursus membatik, camilan, makan besar, minuman dan lain-lain. Belum lagi panggung yang digelar begitu memesona penonton dan mereka yang wara-wiri lewat.
Menari Sunda "Bubuy Bulan"
Datang dari rumah berempat pada hari Sabtu pagi jam 10.00 CEST. Kami naik mobil dengan perjalanan lebih dari 3 jam. Mana jalan tol ramai dan macet, aku jadi deg-degan karena pukul 14.20 CEST kami harus sampai di tempat untuk menari Bubuy Bulan. Artinya pukul 13.00 CEST harus sudah sampai di sana dan ganti baju. Rupanya baru pukul 13.50 sampai. Untung, aku sudah ganti baju tari di dalam mobil. Hahaha berasa "batwoman" karena berubah dalam hitungan menit. Anak perempuanku yang bungsu juga dandan di dalam mobil. Ia merias wajahnya yang sebenarnya sudah seperti boneka cantik. Oh, tiba-tiba, dia marah-marah karena waktu kakaknya mengerem, lipsticknya jadi pindah ke jidat. Hihihi.
Sesampai di sana, kami menuju meja panitia dan menanyakan ruang ganti. Tadi aku sudah mengontak panitia dan MC bahwa kami terlambat dan begitu sampai, langsung konfirmasi bahwa anak-anak harus ganti baju. "Aku sudah sampai tapi anak-anak belum pakai kostum. Maaf ya, semoga tepat waktu." Konfirmasi dan komunikasi itu penting dalam hidup.
Di bilik warna putih milik KJRI, sudah ada beberapa penari yang ganti baju dan mereka yang sholat dhuhur. Segera aku bantu anak-anak untuk ganti. Limabelas menit kemudian selesai, aku meminta mereka untuk di depan panggung, supaya MC tahu kami sudah kelar. Aku "touch up." Ealah, begitu ke panggung, anak-anak hilang. Aku telpon mereka dan dalam hitungan menit mereka sudah ada di samping panggung dekat MC.
Pakaian kami warnanya genjreng. Anak perempuan dengan merah muda neon, satunya dengan ungu kombinasi kebaya putih dan aku dengan hijau pupus, kebaya putih salem. Di kepala kami bebungaan yang aku rangkai dari bando sisa anak-anak zaman TK. Beginilah ngeronggeng di negeri orang. Seadanya tapi kreatif karena nggak ada pasar kayak di Johar. Huhu.
Lima menit kemudian, kami sudah selesai menari. Anak-anak memang nggak bisa seluwes penari Indonesia tapi aku yakin bahwa ketika aku mengajarkan mereka budaya Indonesia sejak TK, merupakan potensi yang baik untuk "soft diplomacy" di luar negeri (tanpa keluar budget beban negara) dan pembangunan karakter anak.