Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Diliburkan, Anak-Anak Tetap Belajar di Rumah

20 Maret 2020   13:49 Diperbarui: 20 Maret 2020   16:07 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tepat hari Minggu, 15 Maret 2020 seorang guru wali kelas anak kedua kami menelpon rumah. Kaget sekali, “Anak saya salah apa?“ Alhamdulillahhhh … Rupanya, ia hanya mengabarkan bahwa ia dikarantina sepulang dari Austria. Bersama beberapa guru dan anak-anak yang ikut acara ski, ia tidak boleh masuk wilayah sekolah. Padahal sekolah baru libur hari Selasa, 17 Maret 2020. Praktis, Senin, 16 Maret yang merupakan hari terakhir masuk sekolah, beliau tidak bisa datang. Mereka baru bisa bertemu tanggal 20 April nanti. Masih untung mereka masih boleh kembali ke tanah air, meski lock down dilakukan Jerman dan negara-negara tetangganya seperti Austria, Italia, Swiss, Polandia dan Perancis.

Sekolah On Line

Jika di Berlin, beberapa sekolah benar-benar melakukan sekolah on-line, misalnya dengan Lo-net, di mana ada chat video, skype dan konferensi yang dilakukan guru dengan murid-muridnya, tidak dengan anak-anak kami. Mereka di kota besar itu memang sudah terbiasa melakukan proses belajar-mengajar dengan sistem on line, khususnya ketika guru sedang sakit atau berhalangan, berada di tempat lain.

Anak kedua kami yang sekolah di Realschule (sekolah untuk tingkatan kelas V-X) menerima bekal berupa tugas pada hari terakhir sekolah pada hari Senin. Itu berupa lembaran kertas yang harus diselesaikan. Selain itu, guru wali kelas sudah wanti-wanti agar kami mengirim email ke alamat beliau supaya ia bisa memberikan link dropbox. Di sana, sudah tertata rapi beberapa tugas dari masing-masing guru mata pelajaran seperti Bahasa Inggris, matematika, Bahasa Jerman dan lainnya.

Bapak guru yang ganteng itu berpesan bahwa untuk mengecek apakah jawaban tugas benar atau tidak, ada kuncinya dan disarankan dipegang orang tua. Supaya anak-anak tidak mengkopi paste jawaban demi mempercepat penyelesaian tugas. Ditambahkannya, jika anak-anak kembali ke sekolah, ada tes kecil untuk menguji apakah anak-anak benar-benar belajar di rumah atau tidak. Jadi, tidak sekedar mengerjakan PR tapi juga mengulanginya lagi sampai nempel di kepala.

Berbeda dengan anak bungsu kami di Gymnasium (sekolah dengan tingkatan kelas V-XII). Ia harus setiap hari mengecek di web Untis. Dengan akun dan kata kunci yang dimiliki setiap anak, mereka harus mengunduh daftar tugas setiap hari. Saking banyaknya pengguna di web, server kadang KO. Untung ada Whatsapp group kelas, sehingga solusi tetap ada. Siswa tetap tahu tugas harian yang harus diselesaikannya. Untuk urgensi, bisa mengirim email ke wali kelas atau guru mapel.

Sejauh ini, anak-anak belum ngomel atau memprotes banyaknya tugas yang diberikan. Mereka mengerjakannya setelah makan pagi dan selesai sebelum makan siang tiba. Sesekali saya tambahi belajar privat untuk menutupi kekurangan dalam memahami materi pelajaran di sekolah selama ini.

Sekolah Libur Bukan Berarti Anak Bebas Pergi Liburan

Di sebuah group facebook, para orang tua Jerman si sebuah kota berbagi peringatan bahwa penutupan sekolah itu berarti bahwa anak-anak dan remaja tidak boleh berada di tempat umum seperti pusat perbelanjaan, taman bermain, halaman sekolah dan sejenisnya. Itu dianggap beresiko tinggi lantaran di sanalah banyak orang bertemu.

Seberat apapun, orang tua diharapkan menasehati anak-anak dan remaja untuk berada di rumah.

Sekolah libur bukan berarti tambahan liburan bagi mereka. Pemerintah menutup sekolah demi meredam penyebaran virus corona. Jika orang tua tidak membantu upaya ini, sia-sialah ide cemerlang itu.  Orang tua harus ikut bertanggung-jawab dengan tidak cuek terhadap masalah ini.

Saya geleng kepala ketika anak kami cerita temannya pergi ke rumah sang kakek di kota besar dan berencana shopping. Bukankah toko yang tidak penting ditutup? Bukankah anak-anak dan remaja disarankan menjauhi orang tua yang beresiko tinggi tertular virus dari carrier seperti anak-anak dan remaja?

Entahlah, tidak semua orang tua peduli namun semoga kita tergolong orang tua yang mendukung program pemerintah untuk melawan virus corona. Berat memang ketika anak-anak yang gemar bermain kuda, meminta ijin untuk pergi ke ranch.

“Boleh naik kuda hari ini?“ Biasa, kalau ada maunya, anak-anak ngglendot.

“Nggak boleh.“ Jawab saya tegas.

“Kenapa nggak boleh?“ Mereka menggerutu dan tetap nggak paham karena mereka merasa sehat.

“Pemilik ranch sudah tua, kalau kalian jadi carrier, kasihan dia.“ Suami saya menerangkan.

“Kann dia ada di dalam rumah.“ Halah. Anak-anak masih saja nawar.

“Ada 7 anak lainnya bersama kalian. Di Jerman orang yang kumpul lebih dari 5 dilarang.“ Telunjuk saya naik setara dengan dagu saya.

Saya tahu, mereka kecewa setengah mati. Sebagai gantinya, kami ingin menghibur dengan mengajak mereka berjalan mengitari hutan dekat rumah. Lah, anak-anak tambah cemberut tapi tetap ikut. Ketika berpapasan dengan tetangga yang juga jalan-jalan, sudah ada kode otomatis untuk menjaga jarak 1-2 meter agar tidak tertular atau menularkan virus.

***

Begitulah gambaran kecil dari sekolah on line atau belajar di rumah pasca menyebarnya virus corona di dunia, termasuk di Jerman. Sampai hari ini, korban yang berjatuhan semakin bertambah; 14.372 terinfeksi dan 37 meninggal (data kementrian kesehatan). Meskipun demikian, anak-anak nggak boleh panik, harus tetap semangat belajar dan orang tua menyemangati mereka bukan memprovokasi untuk bebas apa saja dan ke mana saja. Tugas bapak-ibu guru diambil alih bapak dan ibu di rumah.

Di Indonesia sudah ada sistem belajar daring rekomendasi dari Kemdikbud. Akses gratis yang diberikan antara lain Google G Suite for Education, Gratis belajar online Sekolahmu, Kelas Pintar, Microsoft Officr 365, Quipper School, Rumah Belajar, Sekolah Online Ruangguru Gratis dan Zenius. Berterima kasih pada upaya kementrian pendidikan dan kebudayaan dan swasta yang telah mewujudkan tugas mulia mencerdaskan anak bangsa. Doa saya, mereka punya otak sepintar Albert Einstein dari Jerman atau setidaknya seperti Pak Habibie.

Jadinya, nggak salah kalau meskipun sekolah ditutup demi mengerem angka pasien COVID-19, anak-anak harus tetap belajar. Semoga anak-anak tetap sehat dan nggak kram otak kebanyakan tugas on line. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun