Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengapa Pulau Panjang di Jepara Jadi Pulau Sampah?

5 September 2017   12:34 Diperbarui: 5 September 2017   15:29 4299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat datang di Pulau Panjang (dok.Gana)

"Whaaaa ...." Mak jenggirat. Anak-anak terperanjat dan melompat. Rupanya yang lewat apa teman-teman? Kadalllll! Hampir mirip Komodo tapi bentuk mini. Hahaha, semua tertawa. Perjalanan lanjooott.

Kanan-kiri, sampah (dok.Gana)
Kanan-kiri, sampah (dok.Gana)
Pohon besar di mana-mana, OK! (dok.Gana)
Pohon besar di mana-mana, OK! (dok.Gana)
Amien (dok.Gana)
Amien (dok.Gana)
Makam keramat (dok.Gana)
Makam keramat (dok.Gana)
Makam Syekh Abu Bakar jadi Magnet

Wow. Lihat! Pohon-pohon besar di sana-sini; Asam Jawa, Dadap, Kapok, Ketapang, Pinus dan lainnya. Begitu pula dengan ... sampah. OMG! Sampah berserakan di mana-mana. Bikin hati saya menciut, malu sama keluarga. Mana keindahan pulau Panjang yang pernah saya dengar? Mannnaaa???

Hiks. Kaki saya berhenti di situs makam Syekh Abu Bakar bin Yahya Ba'Alawy. Dua nisan di sebelah kiri, masjid di tengah dan sebuah padasan air suci (dengan dua gentong dan dua gayung) di seberang kanan. Konon, beliau dulu adalah tokoh penyebar agama Islam dan penemu pulau Panjang. Di pertigaan jalan menuju makam, ada monumen yang sedikit menuliskan tentangnya. Kotak amal tersedia di depannya. Juru kunci makam namanya Mbah H. Ali Kromo. Menarik. Ada yang bilang, banyak turis yang ziarah ke desa Bulu itu. Sayangnya, menurut saya, fasilitas pendukung kurang sekali. Kurang maksimal. Halahhh.

Wani ngrusohi, wani ngresiki (dok.Gana)
Wani ngrusohi, wani ngresiki (dok.Gana)
Sampah di bibir pantai (dok.Gana)
Sampah di bibir pantai (dok.Gana)
Lagi-lagi sampah ... plastik. (dok.Gana)
Lagi-lagi sampah ... plastik. (dok.Gana)
Kenapa Jadi Pulau Sampah?

Setelah jeprat-jepret dan meresapi jejak peninggalannya, baru sadar kalau saya sendirian. Tempat itu tidak menarik perhatian suami dan anak-anak. Kepala dan anggota keluarga saya sudah nggak keliatan. Tidak seorangpun. Ihhh, berdoa nggak ketemu orang jahat atau hewan liar.

"Pak, lihat 4 bule lewat nggak?" Tanya saya pada seorang bapak-bapak yang diam di tengah jalan.

"Nggak tahu, mbak, mungkin ke sana." Tangan si bapak menunjuk ke arah garis pantai. Dari jauh, sudah saya dengar suara para gadis yang khas cemengkling dan kenceng. Yuhuu, syukurlah ketemu. Hati riang karena mengira mereka sudah menikmati air. "Gimana, pantainya bagus? Udah renang? Lihat koral atau Nemo nggak?"

"Lihat ikan Aqua sama Bimoli." Celetuk suami sambil bersungut-sungut dan meninggalkan pantai. Lantaran nggak percaya, saya menuju pantai. Ada karang dan mangrove. Hiyyy ... pasti ada ular. Kaki saya segera minggir dan melewati tumpukan sampah di sana-sini. Iya, sampah terutama plastik, mengapung di air dan berserakan di tanah pula. Sediiih. 

Ughh. Untungnya, mengelilingi pulau Panjang tetep asyik karena hangat dan nggak jauh (luas 19 hektar). Ya, cuma sampah tadi yang bikin mata sepet dan hati bagai teriris sembilu. Pemandangan yang sungguh tidak sedap. Pulau ini kurang siap didatangi wisawatan. Jangankan turis manca, turis lokal seperti saya jadi ogah. Haha gaya, yaaa.

Hmm. Siapa yang bikin pulau jadi begitu? Penduduk sekitar yang jualan makanan dan minuman? Turis yang menginap di tenda-tenda atau turis yang hanya lewat dan membuang sampah tidak pada tempatnya? Kiriman sampah dari Jepara yang berenang dan nyangkut di pulau? Manajemen sampah di Panjangan khususnya yang kurang hit? Atau apa? Tell me, please.

Huh. Ya, gitu. Lantaran kelihatan jadi pulau Sampah, suami dan anak-anak ogah bermain air padahal dari tadi handuk sudah menggantung di tengkuk mereka.

"Ayo, dong, sini kita snorkeling," ajak saya. Semua geleng kepala sambil meninggalkan saya sendiri. Hawanya males. Banyak sampah. Sudah saya bujuk-bujuk teteeep saja pada nggak mau. Hiks. Ya, sudah, cuma sejam muter jalan-jalan lalu kembali ke resort.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun