“Hey hey heeeeeyyy ... dia istriku.“ Suami saya memperingatkan.
“Istrimu ... lebih pantas jadi temenku. Nggak keliatan kalau sudah berumur.“ Nggak tahu maksudnya dia menyanjung apa mengejek.
“Selamat tinggal ...“ Saya tutup pintu. Eeee ... dia balik lagi.
“Aku lewat dapur ... aku tinggal di atas.“ Yahhh .. sudah sampai pintu utama, balik lagiiii ... Sebel, ah.
“Nggak, lewat depan nanti kamu duduk lagi.“ Kekhawatiran saya muncul.
“Kamu punya kunci kann?“ Tanyanya.
“Ya ...“
“Kamu punya kunci kann?“ Biyunggggg. Ia mengulang pertanyaannya. Seperti echo.
“Yaaaaa ....“ Intonasi saya jadi panjang dan meninggi. Dia pun pergi, menyusul teman-temannya yang sudah terlebih dahulu meninggalkan resto.
“Kamu punya kunci kann?“ Syukurlah. Dia sudah sampai pintu dapur. Untung tidak ada sandal.