Mohon tunggu...
Gabriel Sineri
Gabriel Sineri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Seperti Pelangi Sehabis Hujan

28 Februari 2018   18:13 Diperbarui: 28 Februari 2018   18:21 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Latar sosial yang ada di dalam novel ini dijelaskan melalui beberapa cara. Terjadinya perbedaan status sosial di masyarakat Belitong antara masyarakat miskin dan staf PN yang hidup berfoya-foya. Bukan hanya itu, dijelaskan juga bahwa tokoh Lintang seorang anak yang paling pintar di kelas nya tidak dapat melanjutkan pendidikannya dikarenakan ia harus menjadi kepala keluarga ketika ayahnya meninggal saat pergi melaut. Ada beberapa bukti yang disajikan dalam novel ini.

Jika dilihat dari jauh sekolah kami seolah akan tumpah karena tiang-tiang kayu yang tua sudah tak tegak menahan atap sirap yang berat.  (Bab 3)

Gedung-gedung sekolah PN didesain dengan arsitektur yang tak kalah indahnya dengan rumah bergaya Victoria di sekitarnya (Bab 8)

Sementara orang miskin diam terpuruk, tak menemukan kata-kata untuk membantah. (Bab 27)

Lintang tak punya peluang sedikit pun untuk melanjutkan sekolah. Ia sekarang harus mengambil alih menanggung nafkah paling tidak empat belas orang, karena ayahnya, pria kurus berwajah lembu itu, telah mati. (Bab 30)

Aku merasa amat pedih karena seorang anak supergenius, penduduk asli sebuah pulau terkaya di Indonesia hari ini harus berhenti sekolah karena kekurangan biaya. (Bab 30)

Pernyataan diatas membuktikan bahwa perbedaan status yang terjadi di daerah Belitong sangat terlihat jelas. Bagaimana masyarakat miskin yang selalu berusaha untuk melanjutkan kehidupan mereka setiap tahunnya.

Novel ini bercerita tentang kisah masa kecil anak-anak desa dari suatu komunitas Melayu di daerah Belitong. Orang-orang kecil yang berusaha menyekolahkan anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan memperbaiki masa depan mereka. Laskar pelangi, itulah sebutan yang diberikan oleh Bu Mus kepada anak-anak muridnya karena mereka sangat senang ketika melihat pelangi. Mereka ada sepuluh orang yaitu Ikal, Lintang, Sahara, A kiong, Kicau, Syahdan, Borek, A ling, Trapani, dan Harun. SD Muhammadiyah yang hanya mempunyai seorang guru bernama Bu Mus dan dikepalai oleh Pak Harfan selalu berusaha untuk mempertahankan sekolah ini tetap berdiri tegak.

Seorang Ikal yang menjadi tokoh utama di dalam novel ini adalah cerminan daripada penulisnya sendiri. Dia adalah anak yang pintar di kelas, namun selalu berada dibawah temannya, Lintang. Dia adalah anak yang sangat menyukai sastra. Pada salah satu bagian novel, dia membuat sebuah puisi kepada A ling yaitu sepupu dari A kiong dimana si Ikal mempunyai rasa ketertarikan kepadanya. Ikal digambarkan sebagai seseorang yang sangat bersemangat sekolah dan tidak mudah putus asa.

"Mudahnya begini saja, Kiong," kataku tak sabar. "Aku akan menitipkan padamu surat dan puisi ini untuk A ling, maukah kau memberikan padanya? Serahkan padanya kalau kalian sembahyang di kelenteng, pahamkah engkau? (Bab 20)

Teman sebangku Ikal yang tak lain dan tak bukan adalah anak terpintar di kelas, Lintang. Lintang bisa dibilang sebagai anak yang paling bersemangat untuk sekolah. Keinginannya untuk bersekolah sangatlah tinggi, walaupun jarak rumahnya sangat jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun