Mohon tunggu...
adi budiarso
adi budiarso Mohon Tunggu... Akuntan - Peneliti Administrasi Bisnis dan Kebijakan Publik

#Climate Change Financing Policy #Multilateral Policy #Leadership #Sustainable Accountability and Governance

Selanjutnya

Tutup

Financial

Seberapa Besar Dampak Covid-19 terhadap Perekonomian?

11 Juli 2020   21:55 Diperbarui: 11 Juli 2020   21:57 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

* Pandemi Covid-19 menciptakan kondisi extraordinary dan berdampak signifikan terhadap perekonomian . Secara umum, dapat disampaikan bahwa magnitude dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia sangat besar yang tercermin dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh Indonesia, baik yang telah terjadi pada kuartal pertama 2020 maupun untuk keseluruhan tahun 2020. Perekonomian Indonesia pada kuartal I hanya tumbuh 2,97 persen secara tahunan atau mengalami kontraksi hingga 2,41 persen bila dibandingkan kuartal IV 2019. Sebagai perbandingan, pada kuartal pertama 2019 perekonomian Indonesia tumbuh 5,07 persen secara tahunan dan turun 0,52 persen secara kuartalan. Untuk keseluruhan tahun 2020, outlook terkini   memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada dalam kisaran -0,4 persen (skenario sangat berat) hingga 1 persen (skenario berat), jauh dibawah asumsi APBN 2020 sebesar 5,3 persen.

* Selain angka pertumbuhan, pandemi Covid-19 juga diperkirakan akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Diperkirakan terdapat tambahan penduduk miskin sebesar 3,02 juta (berat) hingga 5,71 juta orang (sangat berat) dan tambahan pengangguran sebesar 4,03 juta (berat) hingga 3,23 juta (sangat berat). Untuk itu, diperlukan kebijakan serta langkah-langkah extraordinary sebagai bentuk mitigasi agar penurunan kesejahteraan masyarakat tidak terlalu dalam hingga mencapai skenario sangat berat.

* Namun demikian, Indonesia tidak sendiri. Perekonomian global juga diperkirakan mengalami kontraksi yang dalam, terutama didorong oleh dalamnya pelemahan yang dialami oleh advanced economies seperti AS (hingga -8,0 persen), Inggris (hingga          -10,2 persen), Jerman (hingga -7,8 persen), Perancis (hingga -12,5 persen) dan Jepang (hingga -5,8%). Dalam outlook terkini, IMF memperkirakan kontraksi perekonomian global hingga -4,9 persen, sementara Bank Dunia bahkan lebih pesimis dengan memperkirakan kontraksi perekonomian global akan mencapai -5,2 persen.

* Dalam perspektif komponen pertumbuhan, pandemi Covid-19 memukul perekonomian Indonesia melalui tiga jalur. Pertama, penanganan dan pencegahan Covid-19 melalui langkah-langkah social distancing, physical distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mendorong penurunan demand rumah tangga yang secara struktur mencapai sekitar 60 persen dari perekonomian. Penutupan mal, restoran dan tempat-tempat belanja dalam rangka penanganan Covid-19 mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat secara signifikan. Kedua, ketidakpastian arah perekonomian sebagai dampak Covid-19 mendorong investor baik lokal dan domestik untuk menunda berinvestasi. Hal ini juga dipicu oleh belum adanya vaksin untuk virus Covid-19 sehingga ketidakpastian seberapa lama pandemi akan berlangsung masih menjadi pertanyaan besar  bagi investor. Terakhir, Covid-19 menekan ekspor Indonesia seiring negara-negara tujuan ekspor juga menerapkan pembatasan aktivitas ekonomi hingga lockdown sehingga demand impor barang dari Indonesia turun tajam. Selain barang-barang manufaktur, permintaan komoditas seperti minyak bumi, batubara dan CPO juga mengalami penurunan secara global sehingga mengalami koreksi harga.  

* Selain dampak extraordinary terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diuraikan diatas, pandemi Covid-19 juga mendorong terjadinya volatilitas pada pasar keuangan Indonesia. Volatilitas di pasar keuangan dipicu oleh langkah investor yang memutuskan untuk melakukan flight to quality atau flight to safety dengan mengalihkan aset investasinya dari aset-aset yang lebih berisiko, terutama dari emerging market, ke safe haven asset seperti emas, Yen Jepang, maupun obligasi US Treasury.

* Saat kekhawatiran terhadap dampak pandemi Corona tereskalasi, investor bahkan beralih ke mode flight to cash sebagai antisipasi atas perkiraan pemburukan pasar keuangan lebih lanjut. Investor cenderung mengurangi portofolio investasinya, baik di developed maupun emerging countries, termasuk Indonesia. Investor lebih memilih untuk memegang dana kas dalam denominasi Dollar AS sehingga terjadi koreksi terhadap portofolio investasi, termasuk surat utang pemerintah AS, serta pelemahan nilai tukar berbagai mata uang negara lainnya terhadap Dollar AS.

* Dari dalam negeri, langkah flight to safety dan flight to cash yang ditempuh investor membawa dampak pada meningkatnya volatilitas pasar keuangan domestik yang tercermin dari penurunan IHSG, depresiasi nilai tukar Rupiah dan kenaikan imbal hasil atau yield Surat Utang Negara. Namun demikian, sebagaimana kita lihat dalam beberapa pekan terakhir, risk appetite investor terhadap aset keuangan Indonesia kembali menguat seiring persepsi investor yang positif terhadap langkah-langkah penanganan Covid-19 yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia sehingga mendorong kembali capital inflow dan penguatan nilai tukar Rupiah.

Adi Budiarso

 Wawancara Kapus Kebijakan Sektor Keuangan BKF/Koordinator Tim Kebijakan PEN BKF  bersama Media Keuangan, 10 Juli 2020.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun