Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Tawuran Pelajar dari Perspektif Sejarah

19 Agustus 2022   11:16 Diperbarui: 19 Agustus 2022   11:19 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : tangkapan layar detik.com

Pelajar Tempo Dulu 

Selama kurang lebih 350 tahun dijajah, setidaknya ada satu kebijakan yang membawa perubahan besar bagi masa depan bangsa Indonesia, yaitu Politik Etis. Pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan infrastukrur melalui program Irigasi, Program transmigrasi, dan Edukasi. 

Dari Politik Etis yang dipopulerkan oleh Van De Venter itu, politik edukasi lah yang paling banyak berpengaruh. Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi rakyat untuk mengurangi angka buta huruf. Meskipun pada pelaksanaannya terjadi penyimpangan dan diskriminasi, tetapi program pemerintah Hindia-Belanda tersebut telah melahirkan golongan terpelajar.

Pelajar-pelajar pada saat itu, berfokus pada bagaimana memperjuangkan kemerdekaan melalui organisasi yang bergenre politik, sosial, hingga agama. Dari yang sifatnya moderat sampai radikal. Mereka bersatu padu sembari menanamkan jiwa nasionalisme kepada rakyat Indonesia.  Soekarno, dengan Marhaenismenya yang mengajak rakyat kecil untuk berjuang melawan penindasan kolonial. Atau Ki Hadjar Dewantara yang kemudian mendirikan taman siswa.

Pelajar Masa Kini 

Potret pelajar masa dulu sangat berbeda dengan yang sekarang. Pelajar masa kini, berhamburan di jalanan, memegang batu dan klewang sambil teriak-teriak tak jelas, Pelajar kekinian lebih suka berkonvoi dan membuat keributan di jalan. Alasannya sebenarnya sepele. Hanya karena disenggol sedikit, tak senang lalu mengadu pada anggota geng, balas dendam dan kemudian terciptalah huru-hara.

Dilansir dari situs grid.id tertanggal 23 Juni 2022, sepanjang Januari hingga Juni 2022 terjadi kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah remaja tepat ketika pertemuan tatap muka (PTM) pembelajaran kembali dilaksanakan. Hasil pantauan KPAI menyebutkan, bahwa sepanjang bulan-bulan tersebut, terjadi tawuran pelajar di sejumlah daerah seperti Pati, Bogor, Tangerang, Sumbawa, hingga Soppeng, Sulawesi Selatan. Bahkan kasus yang baru-baru ini terjadi, terdapat aksi pengeroyokan terhadap seorang siswa MTS di Sulawesi Utara hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

Di kota tempat tinggal saya saja, beberapa bulan belakangan ini terjadi tawuran yang sangat meresahkan warga. Ada dua  kelompok pelajar yang berbeda sekolah berlarian melintasi jalan-jalan besar sambil melemparkan batu dan balok kayu. Akibatnya, jalan raya kacau balau. Beberapa kaca mobil rusak dan kaca sebuah sekolah rusak. Saat diamankan, pelajar-pelajar yang terlibat bentrokan itu mengaku mereka memiliki dendam lama satu sama lain dan memuncak pada hari itu.

Parahnya, perayaan HUT RI ke-77 yang baru saja kita rayakan,  justru dinodai oleh tawuran. Dari IG Medantalk, disebutkan terdapat sejumlah pelajar yang terlibat tawuran di beberapa titik Kota Medan. Bahkan ada yang menyerang polisi dengan menggunakan parang. Sungguh ironis. Mereka yang seharusnya mengisi kegiatan bermanfaat di hari bersejarah, justru membuat keributan.

Kekerasan yang Diwariskan 

Awal munculnya fenomena tawuran pelajar ini, belum diketahui secara jelas. Tetapi, pemberitaannya  pertama kali muncul pada 1968 yang dimuat dalam Harian Kompas. Fenomena tawuran ini sepertinya sudah membudaya. Tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi, seperti yang terjadi pada kasus perkelahian antar kelompok pemuda yang terjadi di daerah Belawan, Sumatera Utara. 

Dari situs Waspada Online disebutkan, perkelahian yang melibatkan pemuda dari Gudang Arang dan Belawan Lama ternyata sudah berlangsung sejak 1970-an. Parahnya, para orangtua yang seharusnya melerai, justru menjadi penonton.

Adanya provokator bisa jadi menjadi pemicu munculnya konflik. Luka lama yang belum sepenuhnya sembuh bisa jadi akan membuat seseorang menghasut orang lain untuk membenci kelompok atau orang yang menjadi musuhnya. Begitu seterusnya hingga generasi ke generasi. Begitu juga di kalangan pelajar . Mereka membentuk kultur permusuhan antar sekolah dengan menghasut para adik kelas untuk menyerang sekolah lain.

Apa yang harus dilakukan?

Masalah tawuran ini tidak hanya menjadi urusan satu pihak saja. Keluarga, Sekolah, Kepolisian, masyarakat lainnya harus menyikapi  masalah ini dengan lebih serius lagi.  Bila masalah tawuran ini terus menerus dibiarkan dan tidak ditindak secara tegas, maka disinyalir akan berdampak pada keutuhan bangsa dan negara. 

Seperti yang dikatakan oleh Muhammad Hatta bahwa jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Semakin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta . Bagaimana bangsa ini akan menghadapi ancaman dari luar  bila generasi mudanya saja hobi membuat keributan di negaranya sendiri?

Sedari dulu, anak muda lah yang menjadi agen  perubahan. Mestinya generasi muda sekarang lebih menghargai apa yang sudah diperjuangkan oleh generasi muda pada jaman sebelumnya. Mengisi kemerdekaan bukan dengan huru-hara tetapi dengan hal-hal yang kreatif dan inovatif demi bangsa yang lebih kuat,maju dan bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun