Mohon tunggu...
SUYADIHS
SUYADIHS Mohon Tunggu... Penulis - Fungsikan Payung Hukum

Tegakkan Hukum Meskipun Gunung2 Mau Terbang Dan Qiyamat Hampir Datang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembuktian Elektronik Dalam Persidangan

4 Juli 2020   22:12 Diperbarui: 30 Juli 2020   12:46 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait ini, pihak perkara belum banyak yang memanfaatkan terhadap fasilitas aplikasi digital secara total, terutama di Pengadilan yang berada  di daerah. Meskipun Fasilitas-fasilitas telah tersedia, namun yang digunakankan baru sebatas  pengajuan gugatan/permohonan. Sedangkan untuk tahapan-tahapan berikutnya, seperti jawaban, repilk, duplik, pembuktian, dan kesimpulan belum dimanfaatkannya secara optimal.

Memang sebagaimana maksud dalam pasal 24 ayat 1 Perma No.1 Tahun 2019, pada intinya kesepakatan kedua belah pihak dalam penggunaan e-litigasi adalah harga mati. Meskipun para advokad dalam proses pendaftaran  melalui e-Court, setelah proses sidang berlangsung, majelis menawarkan agar para pihak bersidang secara elektronik, jika ternyata ternyata kedua belah pihak tidak sepakat, maka hakim  bersidang secara manual. Padahal pihak pengadilan  sudah siap akan melayani para pencari keadilan dengan sebaik-baiknya, meskipun sarana dan prasarana belum 100 % komplit.

Selama ini  majelis hakim, apabila menangani  perkara, teknis pembuktiannya, berpedoman pokok kepada Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg. dan Pasal 1866 KUHPerdata, yang menentukan bahwa  alat-alat bukti  ada 5 jenis yaitu: Tulisan, saksi, Persangkaan, Pengakuan dan sumpah. Oleh karena kini zaman telah mengarah  kepada era online, sehingga aparat peradilan, harus menyesuaikannya, di samping berpedoman pasal-pasal tersebut harus berpedoman aturan-aturan terkait elektronik .

Sebelum lahir Perma Nomor 1 Tahun 2019, telah undangkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 serta Perubahannya yakni  UU Nomor 19 Tahun 2016, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal itulah sebagai payung hukum mengenai alat-alat bukti elektronik  baik formil maupun materiil dalam persidangan.  Sebagaimana  ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU ITE,  bahwa "Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah".

Sebelum Para Pihak perkara membanjiri  pengadilan, menggunakan e-court  beserta  aplikasi lainnya, maka  sebagai aparat peradilan harus lebih dini, faham dan fasikh, terhadap  segala hal terkait e-Court dan e-litigasinya, terutama terkait alat bukti elektronik itu sendiri. Sehingga semua harus faham,  apa yang dimaksud  alat Bukti Elektronik itu, Informasi Elektronik, dan Dokumen Elektronik seperti apa.

Bagaimana  bukti itu supaya memenuhi persyaratan formil dan materil sebagaimana maksud  dalam UU ITE.  Dalam  Pasal 1 butir 1 UU ITE, dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange, surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Lalu yang dimaksud Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbul atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan yang dimaksud Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE.

Teknik  Pembuktian  e-Litigasi

Dengan adanya kemajuan elektronik itu, tidak bisa menguntungkan semua pihak, sehingga kemungkinan ada pihak yang dirugikan, karena ada oknum tertentu yang menyalahgunakannya. Oleh karena  dunia sangat luas, tidak semuanya berbudi luhur, sehingga mungkin ada ada pihak tertentu, yang melakukan rekayasa dan kejahatan.

Sebagaimana contoh yang sering terjadi ada pihak oknum ahli teknologi, yang ingin cepat kaya lalu mencuri data pribadi seseorang dengan berbagai cara, lalu  menipu atau menyadap atau merekayasa, akhirnya dapat mengambil uang di mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri), seseorang.  Oleh karena itu tentu bagi hakim harus  ekstera waspada dan hati-hati dalam menjalankan sidang elektronik tersebut, jangan sampai  tertipu  olehnya.

Coba kita lihat Pasal 9(2) Perma No. 1 Tahun 2019, bahwa gugatan harus disertai bukti-bukti dalam bentuk dokumen elektronik. Menurut Pasal  22 (1), dijelaskan bahwa : "Persidangan secara elektronik dengan acara penyampaian gugatan, jawaban, replik, duplik dan kesimpulan dilakukan dengan prosedur: a) para pihak wajib menyampaikan dokumen elektronik paling lambat pada hari dan jam sidang sesuai dengan jadwal yang ditetapkan; b) setelah menerima dan memeriksa dokumen elektronik tersebut, Hakim/Hakim Ketua meneruskan dokumen elektronik kepada para pihak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun