Mohon tunggu...
Frid gato Ma
Frid gato Ma Mohon Tunggu... Nelayan - KEA

ULTRAMEN _ VOLUNTARISME

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal

14 Februari 2019   13:13 Diperbarui: 14 Februari 2019   13:28 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ETNOGRAFI ETNIS NANGAMBOA 
KECAMATAN NANGAPANDA KABUPATEN ENDE

I.PENGANTAR
Antara kebudayaan dan manusia merupakan dua elemen yang tidak bisa dipisahkan satu terhadap yang lain, dimana kebudayaan ada kerena manusia dan manusia dikatakan benar-benar ada karena budaya. Kedua hal ini memiliki hubungan kausalitas yang tidak dapat terpisahkan satu terhadap yang lain. Mendeskripsikan budaya berarti mendeskripsikan manusia. Sama halnya dengan kisah awal Kitab Kejadian. Berbicara tentang bangsa Israel berarti berbicara tentang keturunan Abram (Abraham).
Seorang antropolog, E.B. Tylor (1871), dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York; Brentano's, 1924), mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu kompleks yang mencakup pengatahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan definisi ini para ahli kemudian menafsirkan kebudayaan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari satu generasi dan generasi berikutnya. Senada dengan pandangan ini, Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi pada buku Setangkai Bunga Sosiologi merumuskan kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan rasa masyarakat. Karya yang menghasilkan kebudayaan jesmani (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan dan dipertahankan untuk keperluan masyarakat yang bersangkutan.
Sistem atau unsur-unsur yang menjadi substansi terbentuknya manusia dan suatu kebudayaan sudah ada dan terbentuk sejak zaman dahulu. Bahkan kita dapat dengan mudah menemukannya dalam kitab suci, entah dalam perjanjian lama maupun perjanjian baru. Sebagai contoh sistem kepercayaan atau religi dapat kita temukan dalam (1 Kor 10:14; Mat 15:9), sistem perkawinan (Kej 21:21; Kej 24), sistem komunikasi (Kej 28:1-3; Mat 5-7), sistem organisasi (kel 21:7-11), atau pun sistem pekerjaan (Ul. 8:10) serta masih banyak sistem-sitem kebudayaan lainnya yang masih dapat kita temukan dalam Kitab Suci.
Kenyataan di atas menunjukan bahwa unsur-unsur atau sistem kebudayaan yang kita hidupi saat ini merupakan keberlanjutan dari sistem kebudayaan yang telah dibentuk oleh generasi-generasi sebelumnya. Elemen sistemik kebudayaan tersebut telah mendarah daging dan membentuk jiwa kemanusiaan dari seseorang sebagai produk budaya itu sendiri. Dengan demikian, melalui elemen terstruktur berikut , kebudayaan menjadi sektor super yang meresapi semua sektor dunia kehidupan manusia.  

II.LETAK GEOGRAFIS
Locus yang digunakaan oleh penulis adalah Etnis Nangamboa. Terdapat 3 pembagian wilayah (kampung): Nangamboa 1, Nangamboa 2 dan Nangamboa 3. Etnik ini memiliki keunikan sebab secara geografis terdapat di wilayah perbatasan antara Kabupaten Ende dan Kabupaten Negekeo. Nangamboa 1 dan 2 masuk wilayah Kabupaten Ende sedngkan Nangamboa 3 masuk wilayah Kabupaten Nagekeo.
Secara geografis kampung Nangamboa terletak di daerah yang meliputi pesisir pantai hingga ke pedalaman, sehingga posisi ketinggian dari permukaan laut berkisar 0-600 meter. Kampung  ini didominasi oleh keadaan tanah yang berbukit-bukit, sedangkan dataran rendahnya hanya terdapat di peisir pantai yang luasnya hanya 5 sampai 10 meter untuk lintasan jalan lintas kabupaten. Dilihat dari segi topografi keadaan desa ini terdiri dari bukit, lembah dan sungai. Luas wilayahnya adalah 10.000 m3 dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi. Beriklim tropis dengan curah hujan normal berlangsung dari bulan Desember sampai Maret.

III.UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Berikut beberapa unsur atau elemen kebudayaan yang ada di etnik ini.


1.Sistem Komunikasi


Berada tepat di wilayah perbatasan, membuat kebudayaan yang ada pun menjadi beragam. Menarik perihal sistem komunikasi, dalam hal ini bahasa daerah yang digunakan dalam membangun komunikasi. Terdapat 2 jenis bahasa yang biasa digunakan yakni bahasa ja'o (bahasa ende); dan bahasa Nga'o (ada 2 versi: bahasa lokal dan bahasa Nagekeo). Namun menarik untuk diuraikan bahwa, dalam percakapan sehari-hari muncul pula bahasa yang hemat penulis disebut sebagai bahasa perpaduan antara bahasa ende dan bahasa nagekeo. Bahasa perpaduan inilah yang sebanarnya merupakan bahasa asli etnik Nangamboa. Namun karena adanya percampuran budaya serta etnik di dalamnya, perlahan pengetahuan tentang hal ini hilang.
Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi bahasa adalah ciri pembeda yang palingmenonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinyasebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain (Ferdinand de Saussure).
Beberapa jenis bahasa yang digunakan Etnik Nangamboa:
Indonesia _Ende _nagekeo _Bahasa asli (Perpaduan)

Lari          _ Paru    _payu     _ Palu

Duduk   _ Ngambe _bhodhu  _Ghodu

Jalan raya  _Raza   _rala       _Rada

Tidak        _ Iwa      _ ngge'dhe       _Mona


ket; bahasa ende: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (islam)
 bahasa nagekeo: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (kristen), Nangamboa 3, Nangamboa 1
 bahasa asli: dipakai oleh sebagian Nangamboa 2 (penduduk sli) , Nangamboa 1 (beberapa).


Perbedaan bahasa ini dipengarui oleh beragam  tempat asal dari masyrakat etnis Nangamboa. Misalnya untuk Kampung Nangamboa 2; ada yang berasal dari kampung pedalam Ende Selatan dan untuk orang muslim kebanyakan berasal dari Pulau Ende. Mereka biasanya tinggal di wilayah pesisir pantai. Sedangkan untuk Nangamboa 3, kebanyakan berasal dari kampung-kampung pedalam sehingga ada beberapa bahasa yang mereka gunakan tidak dimengerti oleh orang-orang di kampung tetangga.
Variasi pemakaian bahasa yang berbeda tersebut akan berpengaruh pada internal bahasa (unit-unit lingusitik) itu sendiri yaitu adanya variasi fonologis, fonetis, dan struktur sintaksis. Kebervariasian pemakaian bahasa tersebut mencerminkan identitas etnik asal (ethnic identity), dan yang menjadi key point dalam mengenal serta mengidentifikasi keberasalannya. Perihal ini dapat dipelajari lebih lanjut dalam cabang ilmu Etnografi Linguistik. Untuk  menyatukan perbedaan ini, komunikasi antar kampung biasanya menggunakan bahasa indonesia. Namun ada pula kelompok-kelompok keluarga tertentu yang kurang fasih berbahasa indonesia. Sehingga untuk orang-orang baru yang ingin berkomunikasi dengan mereka biasanya menggunakan bahasa isyarat. kelompok ini pun sudah jarang ditemukan. Biasanya hanya orang-orang tua (lansia) yang termasuk dalam kelompok tersebut.

2.Sistem Pengatahuan


Terkait dengan sistem pengatahuan, terdiri atas beberapa komponen:


*Pengatahuan tentang tubuh; berkaitan dengan kemampuan para tua-tua yang bisa  menerawang atau meramal arti dari warna wajah seseorang, misalnya muka pucat (udu nia powa nawi) diklaim sebagai seorang yang mempunnyai ilmu hitam atau pemuda berbadan tegap akan dilihat sebagai seorang yang akan menjadi pembesar kelak.


*Pengatahuan tentang flora-fauna: berkaitan dengan pemberian nama pada binatang atau pun tumbuhan dalam bahasa setempat. Misalnya anjing dikenal dengan nama zako atau dako, kambing disebut rongo atau longo, pohon mangga (pu'u pau), pohon kelapa (pu'u nio), dan masih banyak sebutan lainnya terhadap berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Selain mengenal namanya, masyarakat etnis Nangamboa juga mengetahui mana jenis tumbuhan atau hewan yang bisa dikonsumsi dan juga yang beracun sehingga tidak bisa dikonsumsi. Misalnya jenis ikan sepatu yang dilarang untuk dikonsumsi karena racun atau ikan batu (ika dhobu)  yang dilarang konsumsi oleh ibu-ibu hamil, supaya anak yang ada di kandungan tidak keras kepala atau kepala batu.


*Pengatahuan matematik: dalam Etnis Nangamboa terdapat beberapa sistem hitung yang unik.
Misalnya untuk satuan hitung: satu  (esa), dua  (rua), tiga (tedu), empat (wutu), lima (dima), enam (dima esa), tujuh ( dima rua),  delapan (rua mbutu), sembilan ( tere esa), sepuluh ( sembudu).
 Untuk satuan ukur; 1 jengkal (sepangga), 1 dapa (serepha), 1 langkah (shepha), 1 inci (sefate).
Untuk satuan hitung lainnya: 1 ulu/ 40 buah (seudu), 1 liwut/4 buah (sediwu), 1 lusin/12 buah (selosi).


*Pengatahuan tentang pembagian  waktu: pemberian nama atau sebutan bertolak dari situasi, keadaan alam atau posisi matahari. Berikut penamaan tiap waktu secara detail;
Poa (pagi);

 07:00 -- 09:00 wita
dera dhengga nai (matahari tengah naik):

 09:00 -- 11.00 wita
dera petu (matahari panas):

 11:00 -- 12:00 wita
dera wenggu (matahari sangat panas): 

13.00 -- 14.00 wita
dera rade (matahari condong ke barat): 

14:00 -- 15.30 wita
Sore:

 15:30 -- 17:00 wita
Aedu (mendekati malam):

 17:00 -- 18:00 wita
Uta dhe laku (sayur baru masak):

 18:00 -- 19:00 wita
Kombe (malam): 

20:00 -- 21:00 wita
Kombe dewa (-): 

22:00 wita
Ohda kombe (tengah malam):

 21:00 -- 22:00 wita
Udu manu kako (pertama kali ayam berkokok):

 02: 00 -- 03:00 wita
Manu kako jewu  (ayam berkokok terus-menerus): 03:00-04:00 wita
Sia sa'i (siang tiba): 

05:00 -- 07:00 wita
(ket: bahasa asli etnik Nangamboa)

*Pengatahuan tentang alam gaib: kendati pun semua masyarkatnya sudah beragama, namun dalam praktek hidup sehari-hari aliran dinamisme ataupun animisme masih sering ditemukan. Berkaitan dengan pengatahuan tentang ilmu gaib maka di etnis Nangamboa masih ditemukan praktek-praktek pemberian persembahan di bawah pohon (pohon beringin atau enao) atau bertapa di atas batu besar untuk menyedot energi dari alam lain. Ada pula yang menjalankan ritual penyempurnaan ilmu hitam dengan mengembara di hutan-hutan tanpa makan dan minum (orang seperti ini dipercayai sedang dikuasai oleh makhluk lain). Selanjutnya ada pula kebiasaan yang percaya bahwa jika seseorang melihat bintang ekor  merah yang dipercayai sebagai setan (podo wia mbuli) maka dalam waktu dekat akan kehilangan nyawa. Ada pula kepercayaan bila seorang bayi menangis berkepanjangan maka ada ganguan dari roh jahat. Menjadi trend pula adalah keberadaan keluarga-keluarga tertentu yang memiliki atau menggunakan ilmu hitam untuk mencelakakan orang lain (ata podo atau podo wela).
Lalu hal lain yang berkaitan dengan pengatahuan alam gaib adalah upaya membangun relasi dengan makhluk lain; misalnya untuk menyebrang sungai atau rawa seseorang harus membawa daun gebang agar selamat dari ancaman buaya. Menyelipkan daum lambtoro  di celana, saat bekerja di kebun agar terhindar dari ular. Ada pula orang-orang tertentu yag bisa berkomunikasi dengan burung hantu, yang dipercayai sebagai pembawa kabar buruk.


*Pengatahuan tentang pengobatan: kendati pun perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi serta kualitas dalam dunia medis berkembang pesat di abad 21 ini, masyarakat setempat masih menggantungkan kesehatan mereka pada alam. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan para peramu yang masih memiliki pengatahuan (biasanya diturunkan dari generasi sebelumnya) untuk mengenal tiap-tiap manfaat atau khasiat dari tanaman hebral atau pun hewan-hewan tertentu dalam mengatasi sakit-penyakit yang dialami oleh masyarakat setempat. Tidak jarang masyarakat lebih memilih untuk melakukan pengobatan tradisional daripada pengomatan medis. Berikut beberapa contoh tumbuhan yang dipakai untuk pengobatan.
Tumbuhan __________Khasiat
Alang-alang (qi)_____Mengobati demam, menurunkan tekanan darah tinggi,dll
Asam Jawa (nangge)_____mengobati darah rendah, demam, sariawan, bisul, batuk kering,rematik, dll
Bengkuang (repo jawa)mengobati asma, demam, dll.
Jahe(kune)_____Sakit kepala, mual, rematik, pegal, keracunan makanan.


Masih terdapat begitu banyak tanaman yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit dan masih digunakan turun-tenurun hingga saat ini. Tanaman tersebut diminum untuk menyembuhkan penyakit dalam dan dioleskan untuk menyembuhkan penyakit luar. Kemampuan meramu tanaman obat-obatan pun biasanya diwariskan turun-temurun dalam keluarga.


*Pengatahuan hukum : salah satu hukum yang saya tahu dan masih sering dilaksanakaan adalah hukum adat perkawinan, tata cara seorang pihak laki-laki yang hendak ingin membangun hubungan serius dengan seorang perempuan. Terdapat beberapa tahap yang lazimnya dilakukan dan tidak boleh dilanggar, misalnya tahap pertama seorang laki-laki ditemani oleh salah satu sahabatnya mengantar gula dan kopi ke rumah sang perempuan (poto kopi-gula), selanjutnya tatap muka pihak keluarga (tei nia ine-baba), pembelisan (poto ngawu), dan selanjutnya nikah Gereja. Begitu pula dengan yang beragama muslim; pernikahannya biasanya dimulai dari; poto kopi-gula, tei nia, pengajian atau zikir bersama, dan ijat kabul.
Perihal pengatahuan lain, misalnya hukum tentang kepemilikan lahan, hukum sebagai denda atas pelanggaran nilai dan norma-norma sosial (misalnya perselingkuhan,pencurian dan lain-lain), hukum tentang pembangunan rumah atau gedung.


*Pengatahuan filosofis: ada beberapa filosofi yang trend, misalnya:
Filosofi  kerja; bagi masyarakat setempat bekerja identik dengan jiwa seorang yang rajin dan tangguh. Oleh karena itu pantang untuk seorang laki-laki yang telah selasai bersekolah atau yang tidak sekolah untuk tinggal di rumah tanpa pekerjaan. Filosofi ini membuat banyak pemuda yang tidak sekolah rame-rame ke luar negeri untuk mencari kerja.
Filosofi kuma (siput darat) dalam bak; filosofi ini berkonotasi negatif dimana menggambar tentang usaha untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Sebagaimana siput darat (kuma) dalam bak yang akan saling menarik sesamanya yang hendak keluar dari bak, begitu pula dengan masyarakat setempat yang dengan segala upaya akan seling menjatukan sesamanya. Usaha saling menjatuhkan ini biasanya mengunakan ilmu gaib atau pun dengan terang-terangan. Sifat iri hati karena melihat sesorang lebih mapan atau lebih sukses.
Filosofi  air naik batu basah air turun batu kering;  menggambarkan tentang sifat hedonis atau konsumerisme dari masyarakat yang sangat loyal menghabiskan segala hal yang ada. Gaya hidup seperti ini terlihat jelas saat ada TKI/TKW yang pulang kampung; mereka sering menggunakan uang mereka tanpa perhitungan ke depan. Sehingga tidak heran memasuki bulan-bulan berikutnya mereka akan kembali menjadi TKI/TKW karena tabungan mereka habis.

3.Sistem Mata Pencaharian


Ada berbagai mata pencaharian masyarakat setempat dalam upaya untuk  mempertahankan kehidupan mereka. Berikut beberapa diantaranya yang menjadi mata pencaharian paling dominan di sub etnik Nangamboa.


1.Petani dan Peternak
Bertani dan beternak menjadi salah satu profesi yang paling banyak di temukan di wilayah ini. Tentu alasan kepemilikan modal dan lahan menjadi alasannya. Terdapat beberapa petani yang menjadikan lahannya sebagai sebuah usaha untuk memperoleh penghasilan tetap , namun beberapa masyarakat yang lain berprofesi sebagai petani yang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan harian kelurga. Kelompok petani seperti ini biasanya bekerja di ladang milik orang lain dengan kesepakatan hasilnya dibagi dua dengan pemilik lahan.
Hasil pertanian: padi (sawah maupun ladang), coklat (kakao), kelapa (nio), fanili, singkong (wai), pisang (muku), sayur-sayuran, dll.
Untuk peternakan biasanya menjadi usaha dari keluarga-keluarga kaya raya. Meraka biasanya bertindak sebagai pembeli dan penjual ternak. Tentu usaha ini menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para masyarakat setempat.
Jenis usaha ternak antara lain: hewan mamalia (Sapi, babi, kambing), unggas (Ayam dan bebek)


2.Nelayan
Sekitar 40% penduduk yang menetap atau tinggal di pesisiran pantai, 38% diantaranya berprofesi sebagai nelayan tetap. Pendapatan yang diperoleh sangat tidak menentu, semuanya tergantung pada alam. Sejauh cuaca bersahabat maka pengahasilan mereka meningkat, namun bila cuaca kurang bersahabat maka penghasilan meraka sangat memprihatinkan. Situasi demikian pula menjadi alasan buat mereka untuk merantau. Sejauh pengamatan saya, bahwa hampir seluruh keluarga yang tinggal di pesisir pantai, salah anggota keluarganya merantau ke luar negeri.


3.Pedagang
Beberapa penduduk diantaranya juga berprofesi sebagai pedagang. Ada beberapa varian barang yang didagangkan, mulai dari pedagang  minuman keras (moke),beras, bumbu dapur, minyak, buah-buahan, sayur-mayur, , kayu api, dll.


4.PNS
Menjadi PNS (khusunya guru) juga menjadi salah satu profesi yang masih banyak diminati oleh masyatrakat setempat. Mengingat di Nangamboa sendiri terdapat beberapa persekolahan mulai dari PAUD/TK (St. Maria), SD (St. Aloysius), dan SMP (Negeri 5 Nangapanda) dan tentunya memprioritaskan tenaga pendidik yang berasal dari kampung Nangamboa itu sendiri.


5.Meramu
Ada beberapa diantaranya secara tidak langsung berkat bakat serta kemampuannya dilihat sebagai tukang peramu obat-obatan. Keberadaan jasa mereka sangatlah membantu masyarakat, karena tidak jarang berkat obat-obatan yang merek ramu dapat menyembuhkan pasian yang tidak bisa disembuhkan oleh obat medis.
Memahami lebih jauh arti kata meramu (mencari dari alam) maka dimaksudkan di sini juga mencakup diantaranya meraka yang mencari atau mengumpulkan kayu api (profesi yang biasanya ada ketika memasuki musim-musim pesta atau syukuran), para pencari lontar,   pencari atau pengepul batu hijau (banyak ditemukan di wilayah pesisir pantai), dll.


6.Tukang (jasa)
Ada diantara orang-orang yang berprofesi sebagai tukang, mulai dari tukang kayu (ukir atau pahat), tukang tenun,  tukang besi, tukang bangunan, tukang cetak batu merah, dll

4.Sistem Teknologi
Sistem teknologi adalah keseluruhan teknik yang dimiliki seorang individu atau suatu masyarakat dalam kaitannya dengan pengumpulan dan pengolahan barang mentah dari alam untuk dipakai menjadi alat yang membantu manusia memenuhi kebutuhan primer. Bertolak dari pengertian ini, maka terdapat beberapa sistem teknologi yang dapat masih dijumpai di wilayah sub etnik ini, yakni:


1.Pembuatan perahu (sapa); menjadi salah satu warisan kreatifitas yang diturunkan dari generasi ke generasi. Biasanya keahlian membuat perahu dimiliki oleh keluarga-keluarga para nelayan. Menarik bahwa bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan perahu di wilayah ini masih murnih berasal dari alam tanpa memakai bahan lain (misalnya paku atau perekat kayu). Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan bahwa perahu yang dibuat tanpa logam akan lebih membantu para nelayan memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Pembuatan perahu ini biasanya memakan waktu satu sampai dua bulan, tergantung pada ukuran perahu atau motor laut yang hendak dibuat.


2.Menenun (senda) ; menjadi salah satu bentuk sistem teknologi yang masih dihidupi masyarakat hingga saat ini. Aktifitas menenun ini biasanya dilakukan oleh sekelompok ibu-ibu (ibu-ibu PKK atau ibu-ibu pengajian). Alat dan bahan yang digunakan pun apa adanya dan tergolong sederhana. Untuk mendapat satu lembar sarung utuh dibutuhkan waktu paling lama 2 hari.


3.Menganyam (ngana); ada beberapa jenis aktifitas menganyam yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat, yakni:
*Menganyam tikar, tempikar,nyiru; biasanya bahan dasarnya ialah daun gebang atau daun pandan hutan. Alat yang dipakai ialah bilah bambu (wudu peri).
*Menganyam kursi, gedek, jendela, pintu; biasanya bahan yang digunakan ialah kulit bambu (peri) yang sudah ditipiskan sesuai dangan ukuran. Alat yang dipakai ialah parang.
*Menganyam kandang ayam (kanda manu); bahan yang biasa digunakan ialah bambu dengan jenis yang kecil (wudu), pelepa pinang (kobha) sebagai tutupan, dan tali gebang (tadi mbolo). Peralatan yang dipakai ialah parang atau pisau.

4. Pencetakan batu merah
 Batu merah merupakan salah satu material utama dalam membangun sebuah bangunan sama halnya dengan batako. Namun pencetakan batu merah sedikit rumit, karena batu hasil cetakan harus dibakar dengan ketentuan panas tertentu demi menjamin kekuatan dari batu merah tersebut. Biasanya dibuat semacam tempat untuk membakar batu-batu yang sudah dicetak. Produksi batu  merah juga masih menggunakan peralatan seadanya.

5.Sistem Religi
Dalam suatu sistem religi, hal yang penting meliputi sistem ini adalah emosi keagamaan, yakni suatu getaran jiwa yang mencakup di dalam aktivitas manusia. Karena adanya suatu getaran jiwa inilah yang mendorong adanya aktivitas yang bersifat religi. Sistem religi juga merupakan jambatan penghubung antara manusia dengan Tuhan. Seiring perkembangan zaman sistem religi tradisional perlahan mulai hilang atau tersamar. Suatu hal yang perlu menjadi perhatian bersama bahwa generasi milenial kebanyakan tidak mengenal unsur-unsur kebudayaan ini.
Dalam perkembangannya agama-agama tradisional berlahan mulai menghilang, namun ritual-ritualnya secara de facto masih sering dilakukan. Sistem religi asli yang biasa dipraktekan oleh masyarakat sejati terarah kepada Sang Ilahi (Ngga'e Dewa) sebagai wujud tertinggi. Ritual tradisional ini biasanya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Beberapa ritual yang masih dipraktekan oleh masyarakat saat ini adala sebagai berikut:


1.Memberi makan untuk leluhur (pati ka embu kajo)
Ritual ini merupakan kebiasan yang dipraktekan oleh masyarakat dalam memberikan sesaji (ka) kepada leluhur sebagai bentuk permintaan restu untuk berbagai macam aktifitas yang hendak dilakukan. Semisal melanjutkan pendidikan, hendak mengadakan pesta, ingin memulai suatu usaha. Tata cara ritual ini dijalankan dengan cara yang berbeda sesuai dengan kebiasaan individu atau kelompok tertentu.


2.Ritual zola nopo api.
Ritual ini merupakan ritual rutin yang dilakukan mengawali musim tanam. Biasanya ritual ini dipimpin oleh seorang kepala adat dan keturunannya (religi lokal), yang adalah seorang pemangku adat yang secara turun temurun dan diakui sebagai turunan Ebu Meko sampai Tana-Dae. Ritual zola nopo api adalah ritual yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya tenaman para petani. Mengingat pengalaman sebelumnya dalam kegiatan membuka lahan dan tanam perdana jenis tanaman jika tidak didahului dengan ritual ini maka alhasil beberapa jenis tanaman  menjadi rusak.
Zoka nopo api dilakukan dengan membakar potongan kayu bekas dan dibuat semacam seremonial dengan mewajibkan masyarakat membawa ayam dan beras, kemudian dimasak dalam wadah bambu untuk selanjutnya disajiakan di bawah pohon untuk leluhur dan sisahnya dimakan bersama-sama oleh masyarakat. Harapan dari ritual ini adalah agar tanaman yang ditanam bisah tumbuh subur dan dijauhkan dari serangan haawa penyakit. Biasanaya sebelum ritual ini berlangsung seorang mosalaki mengumumkan agar semua masyarakat ikut terlibat, terutama saat mosalaki menyanyikan syair-syair adat (soasoda) dia sebuah tempat yang sudah disiapkan (Naik Peo). Selama ritual ini berlangsung semua masyarakat dilarang menyalakan tungku api di rumah masing-masing, tidak ada aktifitas di kebun atau pun keributan-keributan lainnya.


3.Bunyi bambu (mbo peri)
Kebiasan membunyikan bambu juga merupkan salah satu jenis ritual keagamaan yang menandai bahwa ada anggota masyarakat yang meninggal. Orang yang meninggal tersebut biasanya sesorang yang punya jabata penting dimasyarakat seperti tuan tanah atau kepala suku. Ritual ini diyakini sebagai simbol atau petanda bagi para malaikat untuk menjemput arwahnya dan mengantarnya ke surga.

6.Sistem Kesenian
Seperti yang sudah dijelaskan pada sistem teknologi di atas, beberapa sistem kesenian yang masih ada dan dilestariakn  hingga saat ini diantaranya adalah


1.Seni rupa
Biasanya kesenian ini dimiliki oleh orang-orang tertentu yang memiliki kreatifitas  seperti menganyam, menenun, mencentak batu merah, membuat perahu nelayan, melukis dan lain-lain.


2.Seni suara
Biasanya kesenian ini nanpak saat ada pelombaan-perlombaan yang diadakan oleh Gereja atau oleh kaum muslim. Untuk perlomba yang diselenggarakan oleh Geraja biasanya yang terlibat dalam kelompok ketegorial mulai dari anak-anak sekami, JPA, OMK samapa pada kelompok-kelompok Santa Ana atau Legio Maria. Selanjutnya untuk kelompok muslim seni tari bisanya nampak saat bulan ramadhan dimana terbentuk kelompok kasida yang  dengan lihainya menyanyikan lagu-lagu arab.
Terdapat beberapa nyanyian daerah/nyanyian adat yang berasal dari etnis ini, dan penulis merasa bahwa perlahan kesenian ini mulai dilupakan.
a. Gore (nyanyian untuk membuka hutan untuk dijadikan kebun baru dan untuk menyiangi rumput pada tanaman yang dilaksanakan di kebun oleh masyarakat Desa Ondorea Barat).
b. Teke Se (merupakan nyanyian yang di sertakan dengan tarian untuk upacara    syukuran panen),
c. Cenda (nyanyian saat mengetam padi),
d. Sothdo (nyanyian saat menginjak padi),
e. Woi Are Kaju (nyanyian untuk padi yang sudah jadi dan biasanya dalam bentuk solo saja),
   f. Saga Alu/Podhi Adu (nyanyian syukuran makan padi baru).
Beragam kesenian di atas saling berhubungan karena sama-sama digunakan dalam kehidupan masyarakat yang berlatar belakangmata pencaharian sebagai petani dengan mengandalkan padi sebagai penghasilan utama.


3.Seni tari
Seni tari yang masih sangat lazim ditemukan di harian hidup masyarakat ialah tarian gawi yang melambangkan semangat dan rasa persaudaraai. Tarian ini diwariskan pula secara turun temurun, hingga tidak heran bahwa terian ini diperuntukan bagi semua orang.
Jenis tarian lain yang memilikii kemiripan dengan tarian gawi ialah tari teke se. Teke Se merupakan sebuah tarian tradisional dari etnis Nangamboa. Dilihat dari pengertian kata, Teke Se terdiri dari dua suku kata yang mempunyai masing-masing arti. Teke artinya: pegang/gandeng tangan, sedangkan Se artinya:gerakan bersama searah, seperti gelombang laut/air yang menyebar searah dan merata. Jadi pengertian Teke Se dari arti kata yaitu pegangan/gandeng tangan dalam gerakan searah secara bersama-sama. Pengertian Teke Se yaitu nyanyian dan tari yang dilakukan secara bersama dalam bentuk lingakaran.Teke Se,dapat juga dikatakan tandak. Tarian ini dibawakan dalam bentuk lingkaran yang mengelilingi api unggun (Putu Api), dengan maksud untuk merayakan syukuran atas hasil panen yang
telah diperoleh.
Makna dari tarian ini adalah:
Dilihat dari segi kekompakan gerakan maju dan mundur secara bersama-sama mengartikan adanya kekompakan dalam menjalankan suatu kehidupan bersama dengan mengutamakan persatuan, tenggang rasa, saling membantu, menyesuaikan satu terhadap yang lain untuk mewujudkan keselarasan hidup bersama sebagai makluk soasial. Pola tarian membentuk lingkaran juga merupakan salah satu simbol persatuan dan kebulatan tekat untuk membangun desanya melalui kegiatan soaial baik secara fisik maupun dalam bentuk kesapakatan-kesepakatan bersama. Makna tarian Teke Se pada upacara makan padi baru yakni sebagai sebuah ekspresi kegembiraan karena telah berhasil melewati sebuah perjuangan sebagai petani dan pada akhirnya membuahkan hasil. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari dukungan pihak lain sehingga perlu dibagikan kebahagiaan tersebut melalui tarian Teke Se.

7.Sistem Permainan
Sistem permainan lokal masih banyak ditemukan dalam kehidupan harian masyarakat etnis Nangamboa. Bermacam-macam mainan tradisional masih dilestarikan hingga saat ini, ada pula jenis permainan yang dimainkan tergantung pada musim. Permainan tradisional merupakan permainan yang umum dilakukan oleh anak-anak zaman dulu maupun anak-anak pedesaan. Saat inipun kehadiran permainan tradisional masih ada, hanya saja tidak sesering anak-anak tempo dulu. Masa kini permainan tradisional mulai tergeserkan dengan teknologi-teknologi yang memungkinkan anak-anak untuk bermain tanpa harus keluar rumah.
*Oto peri: merupakan jenis permainan yang menggunakan sebatang bambu, pada bagian pangkal diberi roda (biasa terbuat dari kayu yang dipahat menyerupi ban kecil), untuk pegangan digunakan kayu yang dipasang horisontal pada bambu yg sudah dilubangi kedua sisinya.
*Ana maria (gatrik): permainan yang melibatkan 2 kelompok, jumlah tiap anggota tergantung kesepakatan. Menjadi media dari permainan ini ialah 2 batang kayu, memiliki panjang 30 cm (ibu) dan 10 cm (anak).
*Jed'he (engklek):  permainan tradisional yang dimainkan oleh 4 orang atau lebih secara bergiliran. Permainan tradisional ini dimainkan pada tanah yang digambar berpetak-petak. Cara bermainnya dengan menggunakan batu atau pecahan genteng yang dilemparkan kedalam petak. Bagi yang sampai di petak terakhir, maka dia lah pemenangnya. Dan bila ada pemain yang terjatuh atau kakinya keluar garis maka ia harus mengulangin
*Lompat karung: permainan tradisional yang sangat populer hingga sekarang dan masih sering dimainkan apalagi saat peringatan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Permainan ini sering dimainkan oleh semua kalangan umur, mulai dari anak-anak hingga orang yang sudah tua.
*Ana Mbo (pletokan): merupakan jenis permainan senjata atau alat tembak yang terbuat dari bambu kecil dengan menggunakan peluru dari kertas yang di basahi terlebih dahulu. Biasanya kertas dibasahi dengan mengunyanya dalam mulut. Permainan ini mengahadirkan suasana berperang, menyusun strategi, dan kejelihan melumpuhkan lawan.
*Aku ndalu (congklak): merupakan jenis permainan yang sangat cocok saat bersantai, bersama sahabat maupun keluarga. Aku ndalu adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh dua orang. Permainan ini menggunakan alat papan congklak yang memiliki 14 lubang kecil yang berisi 7 butir ndalu (biji....). Total semua biji congklak yang digunakan adalah 49 butir. Cara bermainnya adalah Pemain pertama mengambil 7 biji dari salah satu lubang kecil itu, kemudian bagilah satu persatu secara berurutan searah jarum-jam. Jika biji berhenti di dalam daerahmu, maka kamu boleh melanjutkan membagi lagi. Pada setiap sisi kanan dan kiri pada papan congklak terdapat lubang besar yang masing-masing lubang merupakan tempat nilai atau hasil banyaknya biji yang didapat.
*Lenge ban: merupakan jenis permainan yang menggunakan ban bekas motor yang dimainkan dengan mengulingkan ban tersebut selaju mungkin.
Demikian beberapa jenis permainan di atas yang mewakili macam-macam permainan tradisional etnik Nangamboa yang sampai saat ini masih dilestarikan dan dimainkan oleh anak-anak setempat. Permainan-permainan lokal seperti lempar kemiri, jambu mente dan lainnya juga masih bisa ditemukan di etnik Nangamboa. Ada juga permainan-permainan global seperti: layang-layang, kelereng, mobil-mobilan, dll.
Keterangan Gambar.
Permainan Aku ndalu (congklak)
 
 
Permainan Ban dan Permainan Jed'he (Engklek)
 
Permainan Ana Mbo (Pletokan) dan Permainan Lompat Karung

8.Sistem Kuliner
Jenis makanan yang menjadi ciri khas di etnis ini adalah: wai punga, alu ndene, uwi rose, po'o (makanan yang dibakar dalam bambu), wai raka (ubi rebus), muku tunu (pisang bakar) dana masih banyak jenis makanan lokal lainnnya. Namun makanan yang penulis uraikan ini adalah jenis makanan yang biasa menggantikan peran nasi di saat tertentu, misalnya disaat musim panas atau musim kelaparan.

IV.Penutup  
Alam natural yang diolah menjadi alam kultural adalah hasil pengungkapan diri insani dengan mengolah alam natural yang terdiri dari alam dunia dan alam antropologis ke dalam materi fisik maupun materi non-fisik dan menjadi warisannya yang dinamis (Vatikan II, GS 53). Selanjutnya alam natural dan alam kultural juga  diolah menjadi alam meta-kultural, yaitu  proses dan hasil pengungkapan diri manusia (cipta, rasa, karsa dan karya) dalam tataran  iman, harap dan kasih untuk mengolah alam rohani  ke dalam materi fisik maupun non-fisik dan diwariskan secara dinamis. Pewarisan hanya mungkin terjadi jika produksi dan produk budaya itu baik, benar, utuh dan indah selaras zaman.
Kebudayaan tiap etnis bukan sekadar warisan melainkan juga identitas yang harus tetap lestari. Kendti pun demikian segala bentuk perkembangan zaman dan derasnya arus globalisasi akan selalu hadir mereduksi nilai-nilai budaya yang ada. Hal ini nampak dalam uraian ini bahwa ada beberapa unsur kebudayaan yang perlahan mulai hilang ditelan zaman. Ada beberapa unsur kebudayaan yang kemudian tidak dikenal atau dipahami oleh generasi penerus. Keberadaan Etnis Nangamboa di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende akan bernilai bila unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya terus dihidupi, terus diwarisi dan terus dihargai oleh semua anggota masyarakat dari generasi ke generasi. Bertolak dari percakapan saat penulis mewawancarai beberapa narasumber, mereka menitipkan pesan yang sama lestarikan budaya ini. Hemat penulis bahwa berhadapan dengan situasi arus modernisasi upaya revitalisasi kebudayaan tiap etnis wajib mendapat porsi untuk diupayakan.

Catatan penulis:
 kejadian ini ditulis dengan menggunakan sumber seadanya, dan dari informan yang sempat dihubungi. Oleh karena itu penulis menyadari ada banyak kekurangan. Mari kita sempurnahkan bersama. Namun sekiranya goresan sejarah sederhana yang sempat tertuang dalam kajian ini, memacu anak-anak etnik bersangkutan untuk ikut berjuang menggoreskan sejarah (local wisdom) agar tak lekang oleh waktu. Mari kita berkisah tentang sejarah yang mungkin untuk dikisahkan. Wasalam
#ana ondo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun