Mohon tunggu...
Frid gato Ma
Frid gato Ma Mohon Tunggu... Nelayan - KEA

ULTRAMEN _ VOLUNTARISME

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Toleransi yang Menggigil

14 Mei 2018   11:13 Diperbarui: 14 Mei 2018   11:31 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tentang ledakan itu, adalah bencana

Kala mata tak sanggup memandang

dan hati yang membeku karena panas. Mungkin.

Manusia tak berdaya bagai potongan daging di atas kayu panggang

Semua sibuk mencari, mencari dibalik tumpukan daging dan genangan darah suci

bukan sekadar mencari Tuhannya, apalagi keadilan

mereka mencari potongan jari mereka, secarik daging dan segumpal harapan yang tersisah

nyawa, keluarga dan segumpal udara segar

dimana gerangan?

Ladakan itu terlalu cepat, mencuar api ke awan dan asap hitam menodai langit

Apa lagi sesudah ini, wahai engkau manusia tak beradap

Datang bagai kucing kelaparan, pulang dengan tidak masuk akal

Tak sedikit pun kami gentar

Litani kepada sang Khalik tak kami hentikan bertali

Kalian tak lebih dari bayangan , ada dan tidak tak kami perhitungkan

Di bawah kolong langit semua tak lebih dari satu titik

Ini tentang kemanusiaan dalam diri. Jangan bicara lebih

Dimana toleransi,

terhembus angin, atau terbakar oleh panasnya matahari?

Tidak, nampaknya ia menggigil. Menggigil di musim panas.

 Amat sedih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun