Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Merawat Bahasa Daerah, Merawat Leluhur dan Pariwisata NTT (2)

4 Juni 2021   13:18 Diperbarui: 4 Juni 2021   13:47 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Tuamese versi Raja Ampat Papua di pulau Timor, TTU, NTT. Kabartravel.id

Andaikan pendidikan tinggi seseorang dipadukan dengan tradisi kebudayaan leluhur, pariwisata NTT, terutama pulau Timor akan menjadi laboratorium ilmu pengetahuan.


Sayangnya, semakin tinggi pendidikan seseorang, ia lupa untuk menginjak bumi. Pinginnya berada di atas awan. Dan bernafsu untuk merubah adat-istiadatnya yang telah ada sejak zaman leluhur.

Penyakit Kronis Bahasa Dawan di Timor

Bahasa daerah di Timor kini memasuki penyakit kronis. Ibarat orang yang divonis kanker ganas stadium akhir.

Artikel saya kemarin mendapat tanggapan serius dari berbagi pihak dan kepentingan yang ada di NTT. Bejibun masukan yang membangun bahkan kritik pemerintah pun bermunculan. Jika sudah seperti ini, siapa yang salah?

Maaf tuan, saya bukan provokator! Di sini saya hanya mengulik fenomena yang terjadi dalam kehidupan generasi milenial NTT, khususnya pulau Timor yang sudah memasuki sindrom penyakit berbahasa daerah.

Salah satu komentar dari seorang Biarawan, penulis dan blogger asal NTT, Jondry Siki " Saya sudah tekankan di pedalaman Timor Tengah Selatan (TTS) bahwa bahasa Dawan sedang sakit di TTS, di kabupaten Kupang sudah mati, di kota Kupang sudah terkubur."

Pengalaman

Sesuai dengan pengalaman saya di kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), fenomena penyakit bahasa Dawan memang sudah ada sejak lama. Di mana, mahasiswa yang mengenyam pendidikan di kota Kefamenanu enggan untuk berbicara bahasa Dawan, ketika kembali ke kampung halaman tercinta.

Orangtua yang berada di kampung juga bingung dengan pola pikir mahasiswa zaman sekarang. Bayangkan mereka menimba ilmu di kota sendiri sudah sok-sokan melupakan bahasa ibunya, apalagi mereka berkesempatan untuk studi di provinsi lain.

Mungkin yang terjadi adalah sekembalinya dari studi di tanah rantau, ketika mereka melihat makanan tradisional yakni jagung juga tidak kenal.

Bahkan ada yang masih berani bertanya kepada orangtuanya," bapak, mama ini biji-biji genggasu ya?" Matamu! Sembari orangtunya mencari sandal jepit untuk menampar kebodohannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun